JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Indonesia mendukung komitmen dunia memaksimalkan penggunaan energi ramah lingkungan dalam menghadapi era transisi energi menuju energi hijau. Berbagai langkah dilakukan untuk transisi energi tersebut, di antaranya dengan pengembangan B-30 hingga D-100 dan bioavtur, serta penggunaan teknologi ramah lingkungan untuk sektor transportasi dan industri. Badan Usaha yang bersinggungan dengan energi fosil juga diminta membuat perencanaan matang untuk menghadapi era transisi tersebut, melalui penggunaan teknologi hijau dan energi bersih.
“Kunci dari seluruh hal tersebut adalah tetap bekerja maksimal, dengan menggunakan teknologi hijau, sehingga produk yang dihasilkan ramah lingkungan dan mendukung capaian tujuan utama yaitu mengurangi emisi karbon,” tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keynote speech-nya pada acara 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil & Gas 2021 yang diadakan oleh SKK Migas, secara virtual, Selasa (30/11).
Dalam kesempatan tersebut, Menko Perekonomian juga mengapresiasi SKK Migas sebagai pengelola kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang telah membuat perencanaan untuk menekan emisi karbon yang dihasilkan oleh kegiatan usaha hulu migas.
“Pada COP26 di Glasgow awal November lalu juga dibahas penggunaan teknologi Carbon Capture Utililization and Storage yang sangat relevan dengan industri migas. Selain itu, penggunaan teknologi hijau juga sudah menjadi bagian dari program yang akan diterapkan Pemerintah, terutama pada Proyek Strategis Nasional,” ujar Menko Airlangga.
Poin penting dalam transisi energi adalah memperluas penggunaan energi terbarukan. Sejalan dengan itu, Pemerintah juga tetap memperhatikan kecukupan energi untuk mendukung beragam kegiatan perekonomian yang membutuhkan kelancaran pasokan minyak dan gas bumi sebagai sumber energi dan bahan baku.
“Bahkan gas sebagai sumber energi yang cukup rendah emisinya akan memegang peran utama, menggantikan energi fosil lain yang dinilai lebih tidak ramah lingkungan, seperti batu bara. Untuk itu, persiapan matang harus dilakukan agar kecukupan energi yang dibutuhkan Indonesia dalam mendukung pertumbuhan ekonomi benar-benar terjamin,” tegas Menko Airlangga.
Industri hulu migas masih memiliki peran penting dalam menciptakan multiplier effect bagi industri-industri pendukung lainnya. Terlebih pada tahun lalu, Kementerian ESDM telah menetapkan kebijakan harga gas untuk industri tertentu yang kompetitif, sehingga banyak industri di sektor hilir yang berpeluang untuk berkembang lebih pesat lagi.
“Kebijakan tersebut patut diapresiasi, dan kami harapkan industri hilir dari kegiatan hulu migas dapat berkembang pula, sehingga akan berkontribusi terhadap penerimaan negara, serta menimbulkan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi bangsa. Berdasarkan alasan ini, peningkatan produksi yang diusahakan oleh SKK Migas yaitu 1 juta BOPD minyak dan 12 miliar standar kaki kubik gas pada 2030 tetap menjadi hal penting yang harus diusahakan,” papar Menko Airlangga.
Pemerintah juga terus berkomitmen untuk mendukung pencapaian target jangka panjang industri hulu migas, terutama untuk memaksimalkan lifting minyak dan gas bumi. Pemerintah telah memberi ruang untuk peningkatan investasi, antara lain melalui sejumlah insentif untuk industri hulu migas, serta penyederhanaan perizinan untuk kemudahan berusaha.
“Ini harus dimanfaatkan untuk meningkatkan investasi di sektor hulu migas, termasuk membangun infrastruktur pendukung kegiatan ini. Diperlukan juga kolaborasi yang kuat antar kementerian/lembaga beserta seluruh stakeholder yang terlibat, serta makin mengembangkan riset dan inovasi di sektor hulu migas,” pungkas Menko Airlangga. (rep/fsr/*)