28 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Kurung Manusia di Dalam Kerangkeng, Bupati Langkat Langgar Etika Pemerintahan

LANGKAT, SUMUTPOS.CO – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut, tindakan Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin yang mengurung manusia di kerangkeng di rumahnya, melanggar etika administrasi pemerintahan. Menurut Tito, tindakan tersebut seharusnya tidak boleh terjadi.

Tito mengatakan, saat ini kasus Bupati Langkat sedang dalam proses. Dirinya menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut kepada aparat penegak hukum. “Kan sedang diproses ya, kalau itu dari segi hukum, kalau itu ada pelanggaran hukum maka kita serahkan pada penegak hukum,” kata Tito dalam rekaman audio yang diterima dari Humas Pemprov Bali, Jumat (28/1).

Tito menjelaskan, ada pasal yang kemungkinan bisa dikenakan terhadap Bupati Langkat terkait kerangkeng manusia di rumahnya. Misalnya, pasal tentang perampasan kemerdekaan. “Itu ada pasalnya itu di KUHP, merampas kemerdekaan orang. Itu bisa (dipidana). Tapi sekarang karena sudah masuk domain hukum, biarkan aparat penegak hukum (yang bertindak),” jelas Tito.

Nantinya, lanjut Tito, apabila aparat penegak hukum menemukan ada pelanggaran yang dilakukan Bupati Langkat, maka akan diproses sampai ke pengadilan. Tito menyebut pihaknya akan menunggu prosesnya sampai selesai sebelum memberi sanksi. “Kita tunggu sampai di pengadilan terbukti atau tidak. Kalau terbukti ya otomatis akan diberikan sanksi, ditahan saja. Sudah, diberhentikan, kemudian diganti Plt,” pungkasnya.

Sementara, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyimpulkan, telah terjadi penahanan ilegal terhadap puluhan orang di rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-angin. Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, kesimpulan ini diperoleh setelah LPSL mendatangi kerangkeng di rumah Terbit.

“Investigasi LPSK di lapangan sehubungan dengan ditemukannya kerangkeng manusia atau sel ilegal di rumah Bupati Langkat telah terjadi penahanan ilegal dan penghilangan kemerdekaan.” kata Edwin Partogi, Jumat (28/1).

Edwin menjelaskan, penghilangan kemerdekaan ini adalah larangan ibadah kepada yang beragama Islam dan Kristen. “Itu jelas penghilangan kemerdekaan. Kami mendapatkan keterangan itu dari tiga mantan warga binaan di dalam sel Terbit Rencana Peranginangin. Namun saya tidak boleh menyebut nama maupun inisial ketiganya, demi keselamatan mereka.” ujar Edwin.

LPSK, kata Edwin, akan memberikan perlindungan bagi korban dan saksi jika perkara ini masuk ke ranah hukum. Menurut dia, dalam perkara marampas kemerdekaan seseorang dan penahanan ilegal, polisi tidak perlu menunggu laporan dari korban maupun keluarganya. “Karena perkara seperti ini bukan delik aduan. Polisi bisa dengan segera menemukan pelanggaran pidananya.” tutur Edwin soal kerangka manusia di rumah Bupati Langkat Terbit Rencana.

Dua Direkom ke RSJ

Sementara, Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Langkat, bersama BNN Provinsi Sumatera Utara telah melakukan asesmen terhadap 11 pasien yang berasal dari panti rehabilitasi narkoba milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin. Hasilnya, dua warga penghuni kerangkeng Bupati Langkat itu, direkomendasikan untuk menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di Kota Medan oleh Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut. “Saya lupa namanya, tapi sudah ditunjuk rumah sakitnya,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BNNK Langkat, Rosmyati ketika dikonfirmasi, Jumat (28/1).

Namun, belum diketahui persis alasan kedua warga itu harus direkomendasi menjalani perawatan ke RSJ. Wanita berhijab yang akrab disapa Rosmy ini bilang, 9 pasien dari 11 yang sudah menjalani asesmen sudah diserahkan kepada keluarga. Mereka menjalani rawat jalan.

Sejatinya, ada 30 orang yang direncanakan menjalani asesmen. Namun, baru 11 orang yang menjalani asesmen. “Hasil yang diasesmen itu mereka memang menggunakan narkoba tapi karena tidak menggunakan lagi, hasilnya negatif, negatif dari penyalahgunaan narkotika,” tegasnya.

Menanggapi adanya dua warga penghuni kerangkeng di belakang rumah Bupati Langkat nonaktif itu yang direkom ke RSJ, kriminolog Redyanto Sidi menilai, hal ini mengindikasikan terjadi perbuatan yang kurang baik yang berbuntut penyiksaan di dalam kerangkeng tersebut. “Tentu psikologis orang yang berada di dalam tempat demikian itu berpengaruh. Bisa saja mengalami depresi dan lain-lain. Yang tahu apa sebenarnya yang terjadi di tempat yang diduga kerangkeng itu, ya orang yang bersangkutan,” kata Redyanto via telepon.

Dia menilai, proses asesmen yang dilakukan BNN termasuk lamban. Karenanya, dia menyarankan, agar BNN bergerak cepat dan melakukan asesmen secara maraton. “Saya kira inikan situasi darurat, karena ada masyarakat yang harus diselamatkan di tempat yang katanya rehab tapi tidak jelas izinnya. BNN harus bergerak cepat menyelamatkan masyarakat, karena memang pengguna itu dilindungi oleh Undang-Undang, jangan sampai lambannya ini membuat depresi dan menambah masalah baru,” serunya.

Kepada Komnas HAM yang bersinergi dengan Polda Sumut mendalami dugaan perbudakan modern di kerangkeng itu, Redyanto menyarankan, pihak-pihak yang melakukan penyelidikan harus segera mengungkap tabir peristiwa yang terjadi sebenarnya di lokasi tersebut. “Juga Komnas HAM dan Polda Sumut harus menyampaikan kepada masyarakat luas secara terbuka, pelanggaran apa saja yang terjadi. Termasuk pelanggaran hak asasi manusia terhadap orang yang diduga dikerangkeng, harus dilanjutkan sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku,” pungkasnya.

Sementara, Komnas HAM dan Polda Sumut masih terus mendalami adanya dugaan penyiksaan seperti perbudakan modern yang diduga dilakukan Bupati Langkat nonaktif. Selain melihat keberadaan bilik yang menyerupai penjara ini, Komnas HAM juga melihat Pabrik Kelapa Sawit di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Langkat.

Komnas HAM memberikan penilaian pada beberapa hal. Diantaranya, bagaimana pola pengawasan dan perawatan rehabilitasi di tempat tersebut. Menurut Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, pihaknya juga ingin mengetahui bagaimana kondisi peredaran narkoba di Langkat. Juga ada beberapa hal lain yang berhubungan dengan kerangkeng.

“Dalam hal ini, kami minta masyarakat dan pihak-pihak terkait agar meberikan keterangan yang sebenarnya, sehingga dapat membuka tabir ada atau tidak pelanggaran HAM dan dapat segera disimpulkan,” kata Choirul Anam.

Dia menambahkan, pihaknya sejauh ini masih terus menggali dan mendalami kerangkeng tersebut. Karenanya, dia tidak dapat menerangkan lebih jauh terkait penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM. “Yang pasti, sejauh ini Komnas HAM tengah mengumpulkan data. Perlahan, keberadaan kerangkeng semakin terang benderang dan nantinya bisa diambil kesimpulan. Apakah ada pelanggaran HAM atau tidak,” tandasnya. (jpc/tmp/ted)

LANGKAT, SUMUTPOS.CO – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut, tindakan Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin yang mengurung manusia di kerangkeng di rumahnya, melanggar etika administrasi pemerintahan. Menurut Tito, tindakan tersebut seharusnya tidak boleh terjadi.

Tito mengatakan, saat ini kasus Bupati Langkat sedang dalam proses. Dirinya menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut kepada aparat penegak hukum. “Kan sedang diproses ya, kalau itu dari segi hukum, kalau itu ada pelanggaran hukum maka kita serahkan pada penegak hukum,” kata Tito dalam rekaman audio yang diterima dari Humas Pemprov Bali, Jumat (28/1).

Tito menjelaskan, ada pasal yang kemungkinan bisa dikenakan terhadap Bupati Langkat terkait kerangkeng manusia di rumahnya. Misalnya, pasal tentang perampasan kemerdekaan. “Itu ada pasalnya itu di KUHP, merampas kemerdekaan orang. Itu bisa (dipidana). Tapi sekarang karena sudah masuk domain hukum, biarkan aparat penegak hukum (yang bertindak),” jelas Tito.

Nantinya, lanjut Tito, apabila aparat penegak hukum menemukan ada pelanggaran yang dilakukan Bupati Langkat, maka akan diproses sampai ke pengadilan. Tito menyebut pihaknya akan menunggu prosesnya sampai selesai sebelum memberi sanksi. “Kita tunggu sampai di pengadilan terbukti atau tidak. Kalau terbukti ya otomatis akan diberikan sanksi, ditahan saja. Sudah, diberhentikan, kemudian diganti Plt,” pungkasnya.

Sementara, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyimpulkan, telah terjadi penahanan ilegal terhadap puluhan orang di rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-angin. Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, kesimpulan ini diperoleh setelah LPSL mendatangi kerangkeng di rumah Terbit.

“Investigasi LPSK di lapangan sehubungan dengan ditemukannya kerangkeng manusia atau sel ilegal di rumah Bupati Langkat telah terjadi penahanan ilegal dan penghilangan kemerdekaan.” kata Edwin Partogi, Jumat (28/1).

Edwin menjelaskan, penghilangan kemerdekaan ini adalah larangan ibadah kepada yang beragama Islam dan Kristen. “Itu jelas penghilangan kemerdekaan. Kami mendapatkan keterangan itu dari tiga mantan warga binaan di dalam sel Terbit Rencana Peranginangin. Namun saya tidak boleh menyebut nama maupun inisial ketiganya, demi keselamatan mereka.” ujar Edwin.

LPSK, kata Edwin, akan memberikan perlindungan bagi korban dan saksi jika perkara ini masuk ke ranah hukum. Menurut dia, dalam perkara marampas kemerdekaan seseorang dan penahanan ilegal, polisi tidak perlu menunggu laporan dari korban maupun keluarganya. “Karena perkara seperti ini bukan delik aduan. Polisi bisa dengan segera menemukan pelanggaran pidananya.” tutur Edwin soal kerangka manusia di rumah Bupati Langkat Terbit Rencana.

Dua Direkom ke RSJ

Sementara, Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Langkat, bersama BNN Provinsi Sumatera Utara telah melakukan asesmen terhadap 11 pasien yang berasal dari panti rehabilitasi narkoba milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin. Hasilnya, dua warga penghuni kerangkeng Bupati Langkat itu, direkomendasikan untuk menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di Kota Medan oleh Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut. “Saya lupa namanya, tapi sudah ditunjuk rumah sakitnya,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BNNK Langkat, Rosmyati ketika dikonfirmasi, Jumat (28/1).

Namun, belum diketahui persis alasan kedua warga itu harus direkomendasi menjalani perawatan ke RSJ. Wanita berhijab yang akrab disapa Rosmy ini bilang, 9 pasien dari 11 yang sudah menjalani asesmen sudah diserahkan kepada keluarga. Mereka menjalani rawat jalan.

Sejatinya, ada 30 orang yang direncanakan menjalani asesmen. Namun, baru 11 orang yang menjalani asesmen. “Hasil yang diasesmen itu mereka memang menggunakan narkoba tapi karena tidak menggunakan lagi, hasilnya negatif, negatif dari penyalahgunaan narkotika,” tegasnya.

Menanggapi adanya dua warga penghuni kerangkeng di belakang rumah Bupati Langkat nonaktif itu yang direkom ke RSJ, kriminolog Redyanto Sidi menilai, hal ini mengindikasikan terjadi perbuatan yang kurang baik yang berbuntut penyiksaan di dalam kerangkeng tersebut. “Tentu psikologis orang yang berada di dalam tempat demikian itu berpengaruh. Bisa saja mengalami depresi dan lain-lain. Yang tahu apa sebenarnya yang terjadi di tempat yang diduga kerangkeng itu, ya orang yang bersangkutan,” kata Redyanto via telepon.

Dia menilai, proses asesmen yang dilakukan BNN termasuk lamban. Karenanya, dia menyarankan, agar BNN bergerak cepat dan melakukan asesmen secara maraton. “Saya kira inikan situasi darurat, karena ada masyarakat yang harus diselamatkan di tempat yang katanya rehab tapi tidak jelas izinnya. BNN harus bergerak cepat menyelamatkan masyarakat, karena memang pengguna itu dilindungi oleh Undang-Undang, jangan sampai lambannya ini membuat depresi dan menambah masalah baru,” serunya.

Kepada Komnas HAM yang bersinergi dengan Polda Sumut mendalami dugaan perbudakan modern di kerangkeng itu, Redyanto menyarankan, pihak-pihak yang melakukan penyelidikan harus segera mengungkap tabir peristiwa yang terjadi sebenarnya di lokasi tersebut. “Juga Komnas HAM dan Polda Sumut harus menyampaikan kepada masyarakat luas secara terbuka, pelanggaran apa saja yang terjadi. Termasuk pelanggaran hak asasi manusia terhadap orang yang diduga dikerangkeng, harus dilanjutkan sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku,” pungkasnya.

Sementara, Komnas HAM dan Polda Sumut masih terus mendalami adanya dugaan penyiksaan seperti perbudakan modern yang diduga dilakukan Bupati Langkat nonaktif. Selain melihat keberadaan bilik yang menyerupai penjara ini, Komnas HAM juga melihat Pabrik Kelapa Sawit di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Langkat.

Komnas HAM memberikan penilaian pada beberapa hal. Diantaranya, bagaimana pola pengawasan dan perawatan rehabilitasi di tempat tersebut. Menurut Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, pihaknya juga ingin mengetahui bagaimana kondisi peredaran narkoba di Langkat. Juga ada beberapa hal lain yang berhubungan dengan kerangkeng.

“Dalam hal ini, kami minta masyarakat dan pihak-pihak terkait agar meberikan keterangan yang sebenarnya, sehingga dapat membuka tabir ada atau tidak pelanggaran HAM dan dapat segera disimpulkan,” kata Choirul Anam.

Dia menambahkan, pihaknya sejauh ini masih terus menggali dan mendalami kerangkeng tersebut. Karenanya, dia tidak dapat menerangkan lebih jauh terkait penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM. “Yang pasti, sejauh ini Komnas HAM tengah mengumpulkan data. Perlahan, keberadaan kerangkeng semakin terang benderang dan nantinya bisa diambil kesimpulan. Apakah ada pelanggaran HAM atau tidak,” tandasnya. (jpc/tmp/ted)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/