28 C
Medan
Monday, October 21, 2024
spot_img

Polemik Permenaker JHT, Menteri Ida: Terlanjur Menikmati Kesalahan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Ketenagakerjaan kembali buka suara terhadap syarat pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) setelah 56 tahun yang masih diperbincangkan oleh masyarakat. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebut, selama ini pemerintah dan masyarakat telah menikmati kesalahan fungsi dan tujuan dana JHT.

Menurutnya, dana JHT seharusnya bertujuan untuk membantu keuangan dan mensejahterakan para pekerja ketika sudah tidak produktif atau tidak mampu menghasilkan pendapatan lagi. Namun, dalam aturan yang lama, dana JHT dapat dicairkan ketika para pekerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Sebab, belum ada aturan atau jaminan sosial bagi para korban PHK.

Ida menegaskan, dalam aturan baru saat ini, sudah ada perlindungan sosial yang dapat membantu para pekerja korban PHK, yaitu Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Sehingga, sudah seharusnya fungsi dan tujuan JHT dikembalikan sesuai Undang-Undang yaitu untuk masa hari tua.

“Kami sudah menikmati kesalahan. Ketika menikmati kesalahan ini ketika dicabut kan tidak gampang,” kata Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam Podcast Deddy Corbuzier, Jumat (18/2).

Ida mengatakan, fungsi dan tujuan JHT harus dikembalikan sesuai Undang-Undang karena Indonesia akan mengalami bonus demografi dimana akan banyak ledakan SDM usia produktif dalam jumlah besar. Namun, bonus demografi tersebut juga akan menghasilkan jumlah populasi usia tua yang sangat besar. Sehingga, perlu dipikirkan agar masa tua masyarakat Indonesia dapat terjamin dan terhindar dari jurang kemiskinan.

“Nanti ada bonus demografi, tapi nanti penduduk usia tua juga meningkat. Kemiskinan akan banyak dialami oleh orang tua. Seperti di Jepang populasi tuanya banyak tapi mereka terjamin hari tuanya karena ada jaminan. Masa tuanya bahagia. Karena kan banyak terjadi para orang tua tidak diperdulikan oleh anaknya,” jelasnya.

Ida menegaskan, dalam mengeluarkan aturan ini atas dasar kesepakatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pihaknya pun akan terus melakukan sosialisasi dan klarifikasi terhadap isu yang beredar atas kesalahpahaman yang selama ini menimbulkan kericuhan di tengah masyarakat.

“Masukan kritikan atau apapun namanya sudah ada reminya dari Kemenaker layanan itu. Disitu tempatnya bukan di media probadi. Saya tidak anti kritik. Kepada siapapun saya datangi di forum saya jelaskan,” pungkasnya.

Hotman Paris: Di Mana Keadilannya Bu?

Sementara, Pengacara kondang Hotman Paris mengingatkan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah soal aturan terbaru program Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa dicairkan 100 persen di usia 56 tahun. Dalam kacamata hukum, tak ada alasan untuk menahan uang orang lain.

“Dari abstraksi hukum mana pun, tidak ada alasan untuk menahan uang orang lain yang berasal dari keringat buruh,” ungkap Hotman, dikutip dari akun Instagram @hotmanparisofficial, Jumat (18/2).

Ia meminta, Ida merenungkan kembali mengenai aturan JHT teranyar tersebut. Pasalnya, kebijakan itu bisa merugikan buruh.

Lalu, buruh itu terkena pemutusan hubungan kerja (PHT) di usia 32 tahun. Nahas, buruh tersebut tak bisa langsung mencairkan dana JHT. Hotman mencontohkan, apabila ada seseorang yang bekerja selama 10 tahun dan selalu rutin membayar iuran JHT.

“Harus nunggu beberapa tahun untuk mencairkan uangnya sendiri. Di mana keadilannya bu? Di mana keadilannya? Itu kan uang dia,” tegas Hotman.

Memang, sambung Hotman, pemerintah menyatakan orang yang terkena PHK akan dapat banyak jaminan. Salah satunya program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). “Tapi berapa bulan sih uang itu cukup membiayai hidup keluarga,” imbuh Hotman.

Terlepas dari alasan itu, Hotman menegaskan, tak ada alasan untuk menahan orang lain. Terlebih dalam jangka waktu panjang. “Tolong hati-hati bu, sekali lagi ini uang dari si buruh, si pegawai. Benar-benar tidak ada alasan menahan puluhan tahun,” ucap Hotman.

Ia juga mengingatkan kasus penyelewengan pengelolaan dana puluhan tahun yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero). Jangan sampai, kata Hotman, uang pekerja hilang seperti di dua perusahaan tersebut.

“Memang benar diinvestasikan oleh BPJS Ketenagakerjaan, ingat bu kalau puluhan tahun ingat kasus Asabri, Jiwasraya, meski dikawal OJK, apa yang terjadi dan itu uang siapa yang dimainkan dan akhirnya hilang semua itu uang,” pungkas Hotman.

Sebagai informasi, aturan teranyar JHT tertuang dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).

Aturan itu mengundang banyak reaksi negatif dari berbagai pihak, khususnya kaum buruh. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bahkan sudah mengirim surat resmi ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membatalkan aturan tersebut.

Selain itu, seorang pekerja di industri besi Redyanto Reno Baskoro juga menggugat Pasal 5 Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ke Mahkamah Agung (MA). Pasal tersebut berbunyi “Manfaat JHT bagi peserta mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf a dan peserta terkena pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf b diberikan pada saat peserta mencapai usia 56 tahun”.

Kemudian, petisi untuk membatalkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang diunggah di change.org sudah diteken oleh lebih dari 400 ribu orang per hari ini.(jpc/cnn)

 

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Ketenagakerjaan kembali buka suara terhadap syarat pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) setelah 56 tahun yang masih diperbincangkan oleh masyarakat. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebut, selama ini pemerintah dan masyarakat telah menikmati kesalahan fungsi dan tujuan dana JHT.

Menurutnya, dana JHT seharusnya bertujuan untuk membantu keuangan dan mensejahterakan para pekerja ketika sudah tidak produktif atau tidak mampu menghasilkan pendapatan lagi. Namun, dalam aturan yang lama, dana JHT dapat dicairkan ketika para pekerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Sebab, belum ada aturan atau jaminan sosial bagi para korban PHK.

Ida menegaskan, dalam aturan baru saat ini, sudah ada perlindungan sosial yang dapat membantu para pekerja korban PHK, yaitu Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Sehingga, sudah seharusnya fungsi dan tujuan JHT dikembalikan sesuai Undang-Undang yaitu untuk masa hari tua.

“Kami sudah menikmati kesalahan. Ketika menikmati kesalahan ini ketika dicabut kan tidak gampang,” kata Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam Podcast Deddy Corbuzier, Jumat (18/2).

Ida mengatakan, fungsi dan tujuan JHT harus dikembalikan sesuai Undang-Undang karena Indonesia akan mengalami bonus demografi dimana akan banyak ledakan SDM usia produktif dalam jumlah besar. Namun, bonus demografi tersebut juga akan menghasilkan jumlah populasi usia tua yang sangat besar. Sehingga, perlu dipikirkan agar masa tua masyarakat Indonesia dapat terjamin dan terhindar dari jurang kemiskinan.

“Nanti ada bonus demografi, tapi nanti penduduk usia tua juga meningkat. Kemiskinan akan banyak dialami oleh orang tua. Seperti di Jepang populasi tuanya banyak tapi mereka terjamin hari tuanya karena ada jaminan. Masa tuanya bahagia. Karena kan banyak terjadi para orang tua tidak diperdulikan oleh anaknya,” jelasnya.

Ida menegaskan, dalam mengeluarkan aturan ini atas dasar kesepakatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pihaknya pun akan terus melakukan sosialisasi dan klarifikasi terhadap isu yang beredar atas kesalahpahaman yang selama ini menimbulkan kericuhan di tengah masyarakat.

“Masukan kritikan atau apapun namanya sudah ada reminya dari Kemenaker layanan itu. Disitu tempatnya bukan di media probadi. Saya tidak anti kritik. Kepada siapapun saya datangi di forum saya jelaskan,” pungkasnya.

Hotman Paris: Di Mana Keadilannya Bu?

Sementara, Pengacara kondang Hotman Paris mengingatkan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah soal aturan terbaru program Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa dicairkan 100 persen di usia 56 tahun. Dalam kacamata hukum, tak ada alasan untuk menahan uang orang lain.

“Dari abstraksi hukum mana pun, tidak ada alasan untuk menahan uang orang lain yang berasal dari keringat buruh,” ungkap Hotman, dikutip dari akun Instagram @hotmanparisofficial, Jumat (18/2).

Ia meminta, Ida merenungkan kembali mengenai aturan JHT teranyar tersebut. Pasalnya, kebijakan itu bisa merugikan buruh.

Lalu, buruh itu terkena pemutusan hubungan kerja (PHT) di usia 32 tahun. Nahas, buruh tersebut tak bisa langsung mencairkan dana JHT. Hotman mencontohkan, apabila ada seseorang yang bekerja selama 10 tahun dan selalu rutin membayar iuran JHT.

“Harus nunggu beberapa tahun untuk mencairkan uangnya sendiri. Di mana keadilannya bu? Di mana keadilannya? Itu kan uang dia,” tegas Hotman.

Memang, sambung Hotman, pemerintah menyatakan orang yang terkena PHK akan dapat banyak jaminan. Salah satunya program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). “Tapi berapa bulan sih uang itu cukup membiayai hidup keluarga,” imbuh Hotman.

Terlepas dari alasan itu, Hotman menegaskan, tak ada alasan untuk menahan orang lain. Terlebih dalam jangka waktu panjang. “Tolong hati-hati bu, sekali lagi ini uang dari si buruh, si pegawai. Benar-benar tidak ada alasan menahan puluhan tahun,” ucap Hotman.

Ia juga mengingatkan kasus penyelewengan pengelolaan dana puluhan tahun yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero). Jangan sampai, kata Hotman, uang pekerja hilang seperti di dua perusahaan tersebut.

“Memang benar diinvestasikan oleh BPJS Ketenagakerjaan, ingat bu kalau puluhan tahun ingat kasus Asabri, Jiwasraya, meski dikawal OJK, apa yang terjadi dan itu uang siapa yang dimainkan dan akhirnya hilang semua itu uang,” pungkas Hotman.

Sebagai informasi, aturan teranyar JHT tertuang dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).

Aturan itu mengundang banyak reaksi negatif dari berbagai pihak, khususnya kaum buruh. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bahkan sudah mengirim surat resmi ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membatalkan aturan tersebut.

Selain itu, seorang pekerja di industri besi Redyanto Reno Baskoro juga menggugat Pasal 5 Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ke Mahkamah Agung (MA). Pasal tersebut berbunyi “Manfaat JHT bagi peserta mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf a dan peserta terkena pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf b diberikan pada saat peserta mencapai usia 56 tahun”.

Kemudian, petisi untuk membatalkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang diunggah di change.org sudah diteken oleh lebih dari 400 ribu orang per hari ini.(jpc/cnn)

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/