MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kelangkaan minyak goreng masih terjadi di tengah masyarakat. Minimnya ketersediaan minyak goreng ini disinyalir karena adanya permainan pasar, yakni menahan stok yang ada karena tidak mau menjual di harga normal.
PENGURUS Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno mengatakan, ada sejumlah masalah pada kelangkaan minyak goreng. Pertama, dugaan penimbunan yang dilakukan pelaku usaha.
“Kita mengacunya kepada apa yang dilakukan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) dan juga pihak kepolisian, melihat ada beberapa temuan di lapangan, jadi itu realitanya terjadi di lapangan seperti itu (permainan pasar),” terang dia ketika dihubungi JawaPos.com, Jumat (4/3).
Faktor lainnya adalah sistem distribusi yang buruk. Karena pemerintah melaksanakan program subsidi minyak goreng secara terbuka, maka ada potensi salah sasaran. “Kesalahan sasaran juga akan sangat terbuka (siapa saja bisa beli) dan permasalahan baru muncul di lapangan juga potensinya sangat besar, itu yang juga mempengaruhi, makanya minyak goreng menjadi barang yang mahal dan langka sampai saat ini,” tutur dia.
Menurutnya, distribusi minyak goreng ini tidak perlu memakai skema birokrasi yang berbelit. Sebaiknya, pemerintah memangkas sistem distribusi, misal dari pemerintah langsung kepada rakyat, jadi tidak ada intervensi dar pihak lain yang khawatir disalahgunakan. “Upaya pemerintah untuk menjadikan standar harga juga perlu diawasi di tingkat end user, jangan sampai dimanfaatkan oleh oknum untuk menimbun untuk dijual kembali, itu kan menyebabkan kerugian juga, akan jadi langka lagi. Jadi tingkat hulu sampai hilir itu perlu dipantau dan diawasi dalam pendistribusian,” ujar dia.
Sementara, Kepala Satgas (Kasatgas) Pangan Polri Irjen Pol Helmy Santika mengakui, masih adanya kelangkaan minyak goreng di berbagai daerah di Indonesia, seperti Makassar, Medan, Lampung, Lebak hingga sejumlah wilayah di Nusa Tenggara Timur. Helmy Santika menjelaskan, penyebab langkanya minya goreng karena masih adanya pelaku usaha yang dengan sengaja menahan stok tersebut untuk tidak di jual ke pasar.
Helmy mengatakan, pelaku usaha sengaja menahan stok karena mereka telah membeli minyak goreng dengan harga mahal, sebelum adanya penetapan harga eceran tertinggi (HET) oleh pemerintah. “Ditemukan pelaku usaha yang menahan stok, karena membeli sebelumnya dengan harga lama yang lebih mahal dari harga baru. Adanya pelaku usaha, baik produsen, distributor yang menahan atau hold stok minyak goreng,” ujar Helmy kepada wartawan, Jumat (4/3).
Karena itu, Helmy menegaskan, Polri meminta kepada seluruh para pelaku usaha untuk tidak lagi menahan minyak goreng ataupun bahan kebutuhan pokok lainnya. Dia meminta agar stok minyak goreng untuk segera didistribusikan ke masyarakat. “Polri mengimbau untuk segera mendistribusikannya, jangan kurangi produksi dan alokasi distribusi,” tegasnya.
Di samping itu, Helmy mengungkapkan, kelangkaan minyak goreng di sejumlah wilayah karena masih banyak pelaku usaha menyesuaikan pola harga. “Secara umum di beberapa wilayah yang mengalami kondisi kelangkaan minyak goreng dikarenakan saat ini para pelaku usaha masih menyesuaikan pola kegiatannya dengan kebijakan dan langkah pemerintah dalam upaya stabilisasi harga minyak goreng, stok minyak goreng aman, saat ini dalam proses pendistribusian,” ungkapya. Lebih lanjut, Helmy berujar Satgas Pangan Polri juga belum menemukan adanya kartel terkait kelangkaan minyak goreng di sejumlah wilayah di Indonesia. “Sejauh ini belum ditemukan adanya kartel,” tuturnya.
Karena itu, Helmy mengimbau kepada masyarakat jika menemukan adanya permainan kartel minyak goreng ini bisa melaporkannya kepada pihak kepolisian di daerah-daerah setempat. “Bila masyarakat memiliki informasi praktik-praktik kartel, permainan harga maupun penimbunan baik yang dilakukan oleh pelaku usaha, distributor maupun oknum tertentu, segera informasikan untuk segera kami tindaklanjuti,” pungkas Helmy.
Antisipasi Kelangkaan Jelang Ramadan
Pemerintah diminta serius perhatikan kelangkaan bahan pangan jelang bulan suci Ramadan. Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti tak menginginkan, terjadi kelangkaan bahan pangan yang merata di semua wilayah. “Di sejumlah daerah sudah mulai terjadi krisis pangan. Hal ini harus segera diatasi. Jangan sampai rakyat semakin menderita,” kata LaNyalla Mattalitti kepada wartawan, Jumat (4/3).
Menurut LaNyalla, menjelang dan selama Ramadan, biasanya permintaan pasar terhadap kebutuhan pangan cukup tinggi. Sehingga pasokan pangan terhadap masyarakat harus segera didistribusikan. “Jangan terlambat dan slow respon, karena fenomena ini terjadi tahunan. Tetapi untuk saat ini menjadi lebih serius karena sejumlah bahan pokok naik harga dan langka di pasaran,” tegas LaNyalla.
Tingginya harga bahan pokok, lanjut LaNyalla, tentu sangat membebani masyarakat. Sebab, sejak terdampak pandemi Covid-19, masyarakat masih berjuang keras agar ekonomi domestik dapat bergerak.
Keluhan warga di berbagai daerah terhadap langkanya minyak goreng, tingginya harga daging ayam, pasokan tempe tahu yang semakin sedikit, serta melonjaknya harga daging sapi serta tingginya harga sayuran, termasuk cabai, bawang serta jenis komoditi lainnya menjelang Ramadan harus direspon dengan cepat.
Ketua Dewan Penasehat KADIN Jawa Timur itu mengkhawatirkan, selain pasokan pangan yang kurang, kenaikan harga juga melambung di luar akal sehat. Karena itu, LaNyalla meminta pemerintah segera mengambil langkah strategis untuk mengatasi kerawanan pangan yang terjadi merata di seluruh daerah di Indonesia. “Saya meminta pemerintah segera memperbaiki skema distribusi pangan untuk mengantisipasi kerawanan. Sebab sektor pangan menjadi prioritas karena menyangkut hajat hidup orang banyak, dan menjadi bagian dari kedaulatan pangan bangsa,” tandas LaNyalla. (jpc)