SAMOSIR, SUMUTPOS.CO – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Ditjen Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengusut dugaan terjadinya pengrusakan lingkungan berupa kegiatan pariwisata dan galian batu quary tanpa izin di kawasan hutan lindung dan sempadan Danau Toba, Desa Turpuk Limbong, Kecamatan Harian, Kabupaten Samoosir.
Langkah pengusutan dimulai dengan melakukan pengumpulan data dan informasi atas pengaduan masyarakat yang menyurati Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera. Kepala Seksi Balai Gakkum Wilayah Sumatera Seksi Wilayah I Medan Haluanto Ginting, dalam surat bernomor S.646/BPPHLHKS/Seksi-1/Kum/3/3002 sudah menyurati dan memanggil pihak pengadu yaitu aktivis lingkungan hidup DR Wilmar Eliaser Simanjorang, Dipl. Ec., MSi.
Pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) terkait aduan dugaan pengrusakan hutan lindung dengan register 220119 tersebut sudah dilakukan di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Samosir, Kamis (17/3/2022). “Kami meminta keterangan dari pihak pembuat pengaduan masyarakat untuk dituangkan dalam Berita Acara Meminta Keterangan. Ini dalam rangka membuat terang perkara dimaksud,” kata Haluanto dalam keterangannya.
Pihak Balai Gakkum Wilayah Sumatera Seksi Wilayah I Medan hingga saat ini terus mendalami laporan dan keterangan pembuat pengaduan masyarakat (dumas), termasuk melanjutkan dengan pengecekan keterangan dari pihak-pihak yang diduga terlibat dalam pengrusakan lingkungan di hutan lindung register 220119 tersebut.
Aktivis lingkungan hidup DR Wilmar Eliaser Simanjorang Dipl Ec MSi, dalam keterangannya, mengatakan, dia sudah tak tahan lagi melihat aksi pengrusakan kawasan lindung di wilayah Samosir. “Ndang tarbereng-bereng ahu be (sudah tak tahan saya melihatnya),” katanya.
Karena itu, lanjut Wilmar, dia berinisiatif membuat laporan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar pemerintah pusat turun tangan dan melihat langsung kondisi kerusakan hutan lindung tersebut. Mantan Kepala Bappeda Kabupaten Samosir yang gigih memperjuangkan kelestarian lingkungan hidup di wilayah Samosir itu mengaku terkejut dengan adanya laporan yang menduga hasil tambang galian batu quary tanpa izin yang berada di kawasan hutan lindung dan sempadan Danau Toba di Desa Turpuk Limbong, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi ke Desa Sialanguan.
Diduga lagi, hasil tambang galian batu quary itu digunakan untuk hotel sewaan bupati atau hotel milik Ober Gultom. “Saya bangkit untuk mencermati. Saat ini sudah diselidiki pihak-pihak terkait. Saya berkirim pesan kepada sejumlah pejabat termasuk Ketua DPRD Samosir agar memantau terus perkembangan di lokasi kawasan lindung itu,” ungkapnya.
Kata Wilmar, pihak berwenang sudah mengeluarkan perintah agar menghentikan seluruh aktivitas di sekitar kawasan hutan lindung dan sempadan Danau Toba di Desa Turpuk Limbong, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir. “Kegiatan eskavator dan truk-truk pengangkut harus stop. Jangan sampai terjadi kerusakan yang lebih parah. Saya sudah minta warga dan kawan-kawan pejuang lingkungan aktif memantau dan mengawasi lokasi tersebut,” ujar Wilmar.
Aktivis yang pernah mengembalikan penghargaan Wanalestari dan Danau Toba Award itu menyebutkan isu lingkungan adalah isu yang seakan tak pernah tuntas dan berkesudahan di Samosir. “Isu-isu kerusakan lingkungan di Samosir terjadi berulang-ulang. Tidak pernah ada tindakan hukum, terkesan terjadi pembiaran,” pungkasnya. (rel/adz)