MEDAN, SUMUTPOS.CO- Warga Jalan Ambai, Kelurahan Sidorejo Hilir, Kecamatan Medan Tembung, mengeluhkan suara bising di permukimannya yang mengganggu tidur mereka setiap malam. Suara bising itu berasal dari sebuah kafe di sekitar wilayah mereka.
Tak sedikit dari warga yang menjadi pesakitan karena kurang tidur akibat suara bising dari kafe tersebut. Bahkan pengakuan seorang warga yang rumahnya bersebelahan dengan kafe tersebut, dirinya nyaris sama sekali tidak bisa tidur setiap malam karena suara bising yang ditimbulkan dari kafe itu.
“Saya tidur hanya dua jam, suara bising dari kafe di sebelah kiri rumah saya sangat mengganggu,” kata Rivai Lubis (47), warga yang terdampak. Dia bahkan harus terbaring di rumah sakit selama 15 hari karena kurang tidur.
Kisah warga lain yang kurang tidur gegara aktivitas kafe di Jalan Ambai itu datang dari Farid Wajdi (52). Advokat senior tersebut harus menjadi pesakitan karena tidak tahan dengan sumber kebisingan dari kafe yang beroperasi nyaris 24 jam itu.
Kisah Rivai dan Farid adalah representasi dari sejumlah keluhan para kepala keluarga, warga Jalan Ambai yang mengklaim terganggu dengan ‘hiruk pikuk’ dari keramaian dari terjadi di kafe yang bernama Pos Ambai Cafe. Protokol kesehatan tidak lagi ditegakkan di kafe tersebut.
Keluhan warga itu pula yang disampaikan saat perwakilan warga mendatangi DPRD Medan untuk mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi 3 di gedung dewan, Senin (21/3). RDP dipimpin ketua komisi Rizky Syaf Lubis bersama anggota Komisi 3 lainnya.
Farid Wajdi mengatakan, warga di sekitar kafe merasa terganggu dengan suara keramaian di waktu istirahat atau malam hari. Hal ini dialami warga sudah lebih kurang setahun terakhir. “Suara orang-orang ramai di kafe itu mengganggu warga, di sini banyak warga orangtua terganggu, sangat terganggu,” ucapnya.
Intinya, warga tidak merasa dimanusiakan dan dianggap angin lalu saja oleh pemilik/pengelola kafe tersebut. Farid mengaku, pihaknya sudah melayangkan laporan ke pihak kelurahan kecamatan, Satuan Polisi Pamong Praja, Dinas Pariwisata, Dinas Penanaman Modal dan PTSP, Walikota, bahkan DPRD Kota Medan, tetapi tidak begitu membantu.
Warga mengaku bingung harus bagaimana lagi untuk bertindak karena semakin hari kafe di wilayahnya semakin banyak. Namun, Farid memastikan bahwa warga Jalan Ambai tak pernah memberikan izin dan menyetujui wilayahnya menjadi zona bisnis.
Keberadaan kafe itu juga menjadi pemandangan risih sejumlah warga, karena hanya berjarak 100 meter dari Masjid Ikhwaniyah. Di saat azan dan khatib Jumat sedang berlangsung, kafe tersebut justru ramai oleh pengunjung, yang didominasi kaum milenial. Tak sedikit pengunjung kafe adalah anak-anak remaja tanggung berseragam sekolah.
Menurut Rivai, setiap malam sampai subuh, banyak pengunjung di Pos Ambai Kafe tersebut. Warga sekitar pun sempat bingung dengan kondisi tersebut. “Jadi kami harus bagaimana, mendukung usaha mereka di atas penderitaan kami?” katanya.
Rivai mengaku tinggal bersama istri dan ketiga anak-anaknya, termasuk ibu mertuanya yang sudah sepuh. “Ibu mertua saya sudah tua, usianya 76 tahun, terganggu istirahatnya setiap hari. Saya dan istri sempat berniat pindah rumah karena situasi sudah tidak tahan lagi,” katanya.
Setiap malam, suara bising dari kafe tersebut mengganggu tidur warga. “Gangguan ini mengandung kemaksiatan yang tak enak dibuat anak kami, dari sisi pendidikan moral pun tak baik jika dilihat anak-anak. Banyak orang berkumpul di kafe itu tengah malam berteriak, tertawa sesama mereka dan mengeluarkan kata-kata kotor di saat warga sedang beristirahat,” kata Farid.
Ketua BKM Masjid Ikhwaniyah Ustadz Dr Muhammad Taufiq MA, bahkan sangat prihatin karena sebagai ketua BKM, banyak jamaahnya yang menjadi sakit-sakitan dan tidak bisa lagi aktif shalat berjamaah di masjid. “Jamaah masjid saya makin berkurang, banyak jamaah saya sakit karena stress gara-gara kafe tersebut,” ujarnya.
Sebagai bentuk upaya agar warga dapat hidup tenteram dan dapat beristirahat dengan aman nyaman pada malam hari, warga pun membuat pengaduan ke Komisi 3 DPRD Medan. Farida, seorang ibu rumah tangga, yang rumahnya berjarak 15 meter dari kafe tersebut mengatakan, apabila kondisi seperti ini terus berlangsung, tak hanya akan mengganggu kenyamanan dan ketentraman warga, tetapi juga mengancam kesehatan warga. “Tidur di rumah sendiri itu kan hak asasi kami, ini dirampas. Susah tidur lama-lama, badan kami bisa drop,” ucapnya.
Dia berharap kondisi wilayahnya kembali seperti semula sebagai hunian yang aman dan tenteram. Merespons keluhan warga, anggota dewan mengatakan bahwa pihaknya prihatin dengan kondisi yang dialami warga. Namun, pihaknya akan menyampaikan keluhan itu ke dinas terkait.
“Saya kaget ada warga yang tidur hanya 2 jam gara-gara terdampak dari suara bising dari kafe di dekat rumahnya. Kami Komisi 3 akan merespon keluhan warga Jalan Ambai dengan melakukan rapat secepatnya untuk melakukan tindakan berikutnya,” ujar Ketua Komisi 3 DPRD Medan Rizky Syaf Lubis.
Amiruddin Pinem Direktur LBH PASU (Perkumpulan Advokasi Sumatra Utara) sebagai kuasa hukum Farid Wajdi, dkk, siap mengambil langkah hukum untuk menyelesaikan masalah tersebut. Begitupun menurutnya instansi terkait perlu merespons segera keluhan warga Jl. Ambai dan hadir untuk menegakkan wibawa dan martabat pemerintah. (adz)