25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

AMTI Apresiasi Implementasi Perda KTR Medan

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Implementasi Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Medan Nomor 3 Tahun 2014 secara prinsip harus mampu mengakomodir partisipasi, memuat asas keseimbangan dan keadilan bagi masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budidoyo pada acara silaturahmi AMTI digelar di Kota Medan, Selasa (19/4) kemarin sore. Dengan mengusung tema ‘KTR Kota Medan dan Keseimbangan Pemenuhan Hak Kewajiban Konsumen’.

Dimana, AMTI mengapresiasi implementasi KTR tersebut di Kota Medan. Budidoyo mengungkapkan bila implementasi Perda KTR tidak seimbang. Maka, akan mempengaruhi ekosistem pertembakauan keseluruhan. “Apapun perda yang dibuat, termasuk Perda KTR Medan No 3 Tahun 2014 harus mampu memberikan solusi yang bisa diimplementasikan Jangan sampai perda yang dibuat bersifat resisten, maka sudah tentu tidak efektif,” ucap Budidoyo.

AMTI, lanjut Budidoyo, menyambut baik dan mengapresiasi peraturan daerah yang seimbang, karena hal tersebut memberikan kepastian hukum dan kepastian iklim usaha termasuk bagi ekosistem perembakauan. “Kami dari AMTI sangat mendukung lahirnya peraturan atau kebijakan yang lahir dari pemerintah. AMTI tidak anti regulasi, yang terpenting, prinsip keadilan dan keseimbangan harus dijunjung tinggi,” ucap Budidoyo.

Ia mengatakan jangan sampai perda termasuk Perda KTR yang lahir, tidak bersifat memenangkan atau mengalahkan satu pihak. “Pemerintah melalui Perda KTR harus mampu mengakomodir hal tersebut untuk mewujudkan tatanan kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang taat hukum dan konstitusi,” tutur Budidoyo.

Tentang penerapan Perda KTR Kota Medan, Sekjen AMTI, Hananto Wibisono mengatakan bahwa pelaksanaan peraturan ataupun kebijakan jangan sampai bersifat terlalu menekan atau eksesif. Sebab dalam praktiknya, penerapan KTR di beberapa daerah justru tidak berimbang, bahkan tidak berimbang.

“Secara prinsip, penerapan KTR Kota Medan sudah baik. Jika memang belum sempurna, regulasi bukan berarti langsung direvisi. Namun harus dipertimbangkan secara matang. Sebagai contoh operasi yustisia, yang dalam pelaksanaannya lebih sering menyebarkan unsur ketakutan bukan kepatuhan,” ujar Hananto.

Ia menilai, penerapan KTR yang baik memberikan ruang keseimbangan, bukan hanya bagi konsumen namun juga ekosistem pertembakauan dari hulu hingga hilir, seperti pabrikan, industri hingga pedagang. “Perda KTR dalam praktiknya, harus bisa mengakomodir kebutuhan aktivitas pelaku ekonomi sampai konsumen. Pemerintah secara adil dan berimbang harus bisa mengakomodir ruang-ruang atau sarana yang aman dan nyaman, tidak hanya kepada satu pihak,”tegasnya.

Menanggapi keberimbangan hak kewajiban konsumen dalam pelaksanaan Perda KTR Medan, Padian Adi Siregar, Ketua Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut menuturkan Perda KTR Kota Medan secara konsideran memang memuat unsur UU Perlindungan Konsumen.

“Secara keseluruhan Perda KTR Kota Medan sudah cukup baik. Dan, sepengamatan saya, termasuk secara histori, konsumen tembakau di Kota Medan ini, cukup banyak. Oleh karena itu ruang-ruang publik di tujuh poin KTR, implementasi atau good will-nya sudah baik. Memang perlu ada pendekatan humanis, termasuk membangun budaya kesadaran dan saling menghargai dalam penyediaan fasilitas ruang atau sarana bagi konsumen,” ujar Padian.

Implementasi Perda KTR Kota Medan, lanjut Padian, memang masih dihadapkan pada berbagai keterbatasan. Misalnya keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam penegakannya, seperti operasi yustisia yang kerap dilaksanakan oleh Satpol PP Medan.

“Ketika kita bicara pendekatan humanis dalam sebuah penerapan peraturan, tentu memang perlu ada sosialisasi dan edukasi. Selama ini sosialisasi memang mayoritas dalam bentuk signage, stiker atau banner. Namun terkait batasan, kejelasan atau defenisi ruang-ruang publik dalam Perda KTR Kota Medan pada praktiknya masih dibutuhkan sosialisasi dan edukasi dengan pendekatan yang lebih baik lagi,” pungkas Padian.(gus/ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Implementasi Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Medan Nomor 3 Tahun 2014 secara prinsip harus mampu mengakomodir partisipasi, memuat asas keseimbangan dan keadilan bagi masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budidoyo pada acara silaturahmi AMTI digelar di Kota Medan, Selasa (19/4) kemarin sore. Dengan mengusung tema ‘KTR Kota Medan dan Keseimbangan Pemenuhan Hak Kewajiban Konsumen’.

Dimana, AMTI mengapresiasi implementasi KTR tersebut di Kota Medan. Budidoyo mengungkapkan bila implementasi Perda KTR tidak seimbang. Maka, akan mempengaruhi ekosistem pertembakauan keseluruhan. “Apapun perda yang dibuat, termasuk Perda KTR Medan No 3 Tahun 2014 harus mampu memberikan solusi yang bisa diimplementasikan Jangan sampai perda yang dibuat bersifat resisten, maka sudah tentu tidak efektif,” ucap Budidoyo.

AMTI, lanjut Budidoyo, menyambut baik dan mengapresiasi peraturan daerah yang seimbang, karena hal tersebut memberikan kepastian hukum dan kepastian iklim usaha termasuk bagi ekosistem perembakauan. “Kami dari AMTI sangat mendukung lahirnya peraturan atau kebijakan yang lahir dari pemerintah. AMTI tidak anti regulasi, yang terpenting, prinsip keadilan dan keseimbangan harus dijunjung tinggi,” ucap Budidoyo.

Ia mengatakan jangan sampai perda termasuk Perda KTR yang lahir, tidak bersifat memenangkan atau mengalahkan satu pihak. “Pemerintah melalui Perda KTR harus mampu mengakomodir hal tersebut untuk mewujudkan tatanan kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang taat hukum dan konstitusi,” tutur Budidoyo.

Tentang penerapan Perda KTR Kota Medan, Sekjen AMTI, Hananto Wibisono mengatakan bahwa pelaksanaan peraturan ataupun kebijakan jangan sampai bersifat terlalu menekan atau eksesif. Sebab dalam praktiknya, penerapan KTR di beberapa daerah justru tidak berimbang, bahkan tidak berimbang.

“Secara prinsip, penerapan KTR Kota Medan sudah baik. Jika memang belum sempurna, regulasi bukan berarti langsung direvisi. Namun harus dipertimbangkan secara matang. Sebagai contoh operasi yustisia, yang dalam pelaksanaannya lebih sering menyebarkan unsur ketakutan bukan kepatuhan,” ujar Hananto.

Ia menilai, penerapan KTR yang baik memberikan ruang keseimbangan, bukan hanya bagi konsumen namun juga ekosistem pertembakauan dari hulu hingga hilir, seperti pabrikan, industri hingga pedagang. “Perda KTR dalam praktiknya, harus bisa mengakomodir kebutuhan aktivitas pelaku ekonomi sampai konsumen. Pemerintah secara adil dan berimbang harus bisa mengakomodir ruang-ruang atau sarana yang aman dan nyaman, tidak hanya kepada satu pihak,”tegasnya.

Menanggapi keberimbangan hak kewajiban konsumen dalam pelaksanaan Perda KTR Medan, Padian Adi Siregar, Ketua Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut menuturkan Perda KTR Kota Medan secara konsideran memang memuat unsur UU Perlindungan Konsumen.

“Secara keseluruhan Perda KTR Kota Medan sudah cukup baik. Dan, sepengamatan saya, termasuk secara histori, konsumen tembakau di Kota Medan ini, cukup banyak. Oleh karena itu ruang-ruang publik di tujuh poin KTR, implementasi atau good will-nya sudah baik. Memang perlu ada pendekatan humanis, termasuk membangun budaya kesadaran dan saling menghargai dalam penyediaan fasilitas ruang atau sarana bagi konsumen,” ujar Padian.

Implementasi Perda KTR Kota Medan, lanjut Padian, memang masih dihadapkan pada berbagai keterbatasan. Misalnya keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam penegakannya, seperti operasi yustisia yang kerap dilaksanakan oleh Satpol PP Medan.

“Ketika kita bicara pendekatan humanis dalam sebuah penerapan peraturan, tentu memang perlu ada sosialisasi dan edukasi. Selama ini sosialisasi memang mayoritas dalam bentuk signage, stiker atau banner. Namun terkait batasan, kejelasan atau defenisi ruang-ruang publik dalam Perda KTR Kota Medan pada praktiknya masih dibutuhkan sosialisasi dan edukasi dengan pendekatan yang lebih baik lagi,” pungkas Padian.(gus/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/