26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Hutan Jambi, Rumah Baru buat ‘Surya dan Citra’ (3)

Pilot Helikopter: Menyenangkan jadi Bagian Tim

Akses ke zona inti Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi, sulit dan tak mungkin ditempuh dengan kendaraan roda empat. PT Agincourt Resources – pengelola Tambang Emas Martabe – menyediakan helikopter berikut pilot untuk mengangkut dua ekor Harimau Sumatera ke titik pelepasliaran.

————————-
Dame Ambarita, Jambi
————————-

SURYA Manggala dilepasliarkan di Taman Nasional Kerinci Seblat pada Selasa, 7 Juni 2022. Ia diangkut pakai helikopter yang disediakan PT Agincourt Resources dengan metode long line, yakni kandang digantung di badan helikopter. Surya yang berada di dalam kandang digantung di perut helikopter dengan tali baja sepanjang 60 meter. Kemudian ia dibawa terbang menuju titik 30 km dari Bandara Depati Parbo ke Zona Inti Taman Nasional Kerinci Seblat.

Citra Kartini, adiknya, dilepasliarkan pada Rabu, 8 Juni 2022, dengan cara serupa. “Kegiatan pelepasliaran berjalan dengan lancar dan sukses,” tegas Kepala Balai KSDA Jambi, Rahmad Saleh, dikutip dari situs Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Surya Manggala dan Citra Kartini akhirnya dapat kembali ke habitat alaminya. “Kepulangan” mereka telah diupayakan dengan sungguh-sungguh oleh Yayasan Persamuhan Bodhicitta Mandala Medan (YPBMM) pengelola Sanctuary Harimau Barumun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara, dan PT Agincourt Resources (PTAR).

PTAR memfasilitasi proses pelepasliaran dengan menyediakan helikopter dari Bandara Depati Parbo, Sungai Penuh, Jambi, menuju zona inti TNKS di Kabupaten Kerinci, Jambi.

Proses penerbangan helikopter dibagi menjadi tiga. Pertama, menerbangkan 10 personel ke kawasan lokasi pelepasliaran. Penerbangan kedua mengantar Harimau Sumatera, dilanjutkan dengan pelepasliaran sekitar pukul 13.00-13.20 WIB. Terakhir, helikopter terbang kembali ke lokasi pelepasliaran untuk mengambil transport box harimau dan dibawa kembali ke bandara.

Dengan jarak tempuh dari Bandara Depati Parbo, Jambi, ke lokasi pelepasan di Zona Inti TN Kerinci Seblat yang mencapai 15 mil laut (28 km), butuh waktu sekitar 15 menit untuk menerbangkan harimau. Sementara, untuk menerbangkan penumpang perlu waktu 10 menit.

“Satu kali operasi bisa memakan waktu 35-40 menit, untuk menurunkan penumpang, kembali ke bandara, lalu mengangkut harimau hingga ke titik pelepasan. Durasi ini sama dengan di kedua area pelepasan. Setiap operasi pulang-balik mungkin memakan waktu 2 jam,” kata Steven Piner, pilot helikopter yang menerbangkan Surya dan Citra ke lokasi pelepasliaran, saat dihubungi.

Steven menceritakan, selama penerbangan dari Padang ke Bandara Depati Parbo, kru helikopter memeriksa dua lokasi pelepasan harimau untuk memastikan dua lokasi tersebut masih aman digunakan.

“Beberapa minggu sebelumnya, dua landasan pendaratan helikopter telah disiapkan. Kami juga melakukan uji coba pendaratan di dua lokasi tersebut, dengan tujuan merancang akses yang aman bagi penumpang ke dan dari helikopter setelah pendaratan,” kisahnya.

Persiapan sederhana dilakukan di Bandara Depati Parbo seperti mengisi bahan bakar helikopter dan menyiapkan alat angkut. Ini sebagian besar dilakukan oleh insinyur dan kru darat.

“Helicopter Landing Officer (HLO) dan final check saya sendiri memeriksa titik-titik pengangkatan di kandang harimau,” kata Steven.

Tim juga menyusun rencana akhir untuk menurunkan penumpang di titik pelepasliaran sehingga mereka dapat menemukan area yang cocok untuk menempatkan kandang. Di kedua lokasi pelepasliaran, mereka memilih menempatkan kandang di seberang sungai yang mengarah ke lokasi pendaratan helikopter.

“Hal ini dilakukan untuk memastikan keselamatan kru setelah harimau dilepaskan,” katanya.

Steven menilai area pendaratan yang dipilih dokter untuk titik jatuh kandang bagus.

“Kami memilih untuk menggunakan garis sepanjang 60 meter atau 200 kaki karena ini memberi kami margin keamanan yang baik saat bekerja di antara pepohonan,” katanya.

Steve Piner, pilot helikopter yang mengangkut Surya dan Citra ke TN Kerinci Seblat.

Steven mengakui selama proses penebangan untuk pelepasliaran, tantangan yang dihadapinya yaitu membuat rencana operasi yang diselaraskan dengan pertimbangan cuaca. Bandara Depati Parbo berada di ketinggian 2.500 kaki di atas permukaan laut, sedangkan titik jatuh kandang di sekitar 1.500 kaki. Namun, untuk sampai ke lokasi pelepasliaran, helikopter harus naik lebih dari 5.000 kaki di atas pegunungan.

“Nah, seperti biasa, cuaca di pegunungan dapat berubah dengan cepat. Saat itu, pola cuaca di Kerinci tampaknya akan mendung pada sore hari. Sehingga pada hari pertama, hanya harimau jantan yang bisa dilepaskan sebelum cuaca tidak sesuai lagi,” kata Steven.

Pada hari kedua pelepasan, translokasi Citra Kartini tidak bisa dilakukan tepat waktu. Cuaca di titik pelepasliaran saat itu cukup bagus, tapi mulai berubah. Muncul awan rendah. Alhasil, pelepasliaran ditunda. Setelah awan rendah sudah tidak ada lagi, barulah kru heli melanjutkan rencana pelepasliaran yang kedua. Citra pun dilepas sekitar pukul 14.00 WIB.

Sayangnya, saat pelepasliaran selesai, puncak gunung sudah tidak layak untuk dilintasi. “Lagi-lagi tantangannya adalah cuaca dan itu terjadi saat helikopter diparkir di titik pelepasan. Setelah terbang ke atas lembah untuk kembali ke Kerinci, cuaca di puncak gunung tidak cocok untuk melanjutkan penerbangan, sehingga kami dialihkan ke bandara alternatif di Mukomuko, Bengkulu,” katanya.

Bandara Mukomuko berjarak  sekitar 25 mil dari titik pelepasliaran harimau. Bandara ini terletak di Desa Bandar Ratu, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, yang jarak daratnya sekitar 135 km dari Bandara Depati Parbo.

“Hal ini sudah kami antisipasi sebelumnya. Saat kami mengajukan rencana penerbangan kami dengan Air Traffic Control, kami mengajukan area pendaratan alternatif jika cuaca memburuk,” kata Steven.

Helikopter menginap semalam di sana dan kembali keesokan harinya setelah cuaca cerah. Menurut Steven, ini masalah yang biasa terjadi saat melakukan penerbangan di pegunungan, utamanya di daerah tropis.

Bagaimana perasaanmu sebagai pilot yang menerbangkan dua kucing raksasa ke hutan liar?

“Saya senang terlibat dalam pelepasliaran harimau ini. Ini kali pertama saya melakukannya. Sangat menyenangkan menjadi bagian dari tim ini,” katanya sumringah.

Tim dimaksud adalah seluruh pihak yang terlibat, seperti BBKSDA Sumut, PTAR, dan YPBMM selaku pengelola Sanctuary Harimau Sumatra Barumun.

Steven juga mengakui tantangan lain yang ditemuinya adalah bahasa. Sebagai orang asing terkadang dirinya sulit berkomunikasi dengan kemampuan berbahasa Indonesia yang terbatas. “Tetapi semua orang di sini sopan, ramah, dan saling membantu,” katanya.

Hal yang paling mengesankan baginya adalah semangat dan motivasi orang-orang yang terlibat untuk menyelamatkan harimau Sumatra. “Ini adalah kerja keras dan komitmen yang besar. Mudah-mudahan mereka diakui atas apa yang sudah dilakukan,” tutupnya.  (mea)

Akses ke zona inti Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi, sulit dan tak mungkin ditempuh dengan kendaraan roda empat. PT Agincourt Resources – pengelola Tambang Emas Martabe – menyediakan helikopter berikut pilot untuk mengangkut dua ekor Harimau Sumatera ke titik pelepasliaran.

————————-
Dame Ambarita, Jambi
————————-

SURYA Manggala dilepasliarkan di Taman Nasional Kerinci Seblat pada Selasa, 7 Juni 2022. Ia diangkut pakai helikopter yang disediakan PT Agincourt Resources dengan metode long line, yakni kandang digantung di badan helikopter. Surya yang berada di dalam kandang digantung di perut helikopter dengan tali baja sepanjang 60 meter. Kemudian ia dibawa terbang menuju titik 30 km dari Bandara Depati Parbo ke Zona Inti Taman Nasional Kerinci Seblat.

Citra Kartini, adiknya, dilepasliarkan pada Rabu, 8 Juni 2022, dengan cara serupa. “Kegiatan pelepasliaran berjalan dengan lancar dan sukses,” tegas Kepala Balai KSDA Jambi, Rahmad Saleh, dikutip dari situs Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Surya Manggala dan Citra Kartini akhirnya dapat kembali ke habitat alaminya. “Kepulangan” mereka telah diupayakan dengan sungguh-sungguh oleh Yayasan Persamuhan Bodhicitta Mandala Medan (YPBMM) pengelola Sanctuary Harimau Barumun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara, dan PT Agincourt Resources (PTAR).

PTAR memfasilitasi proses pelepasliaran dengan menyediakan helikopter dari Bandara Depati Parbo, Sungai Penuh, Jambi, menuju zona inti TNKS di Kabupaten Kerinci, Jambi.

Proses penerbangan helikopter dibagi menjadi tiga. Pertama, menerbangkan 10 personel ke kawasan lokasi pelepasliaran. Penerbangan kedua mengantar Harimau Sumatera, dilanjutkan dengan pelepasliaran sekitar pukul 13.00-13.20 WIB. Terakhir, helikopter terbang kembali ke lokasi pelepasliaran untuk mengambil transport box harimau dan dibawa kembali ke bandara.

Dengan jarak tempuh dari Bandara Depati Parbo, Jambi, ke lokasi pelepasan di Zona Inti TN Kerinci Seblat yang mencapai 15 mil laut (28 km), butuh waktu sekitar 15 menit untuk menerbangkan harimau. Sementara, untuk menerbangkan penumpang perlu waktu 10 menit.

“Satu kali operasi bisa memakan waktu 35-40 menit, untuk menurunkan penumpang, kembali ke bandara, lalu mengangkut harimau hingga ke titik pelepasan. Durasi ini sama dengan di kedua area pelepasan. Setiap operasi pulang-balik mungkin memakan waktu 2 jam,” kata Steven Piner, pilot helikopter yang menerbangkan Surya dan Citra ke lokasi pelepasliaran, saat dihubungi.

Steven menceritakan, selama penerbangan dari Padang ke Bandara Depati Parbo, kru helikopter memeriksa dua lokasi pelepasan harimau untuk memastikan dua lokasi tersebut masih aman digunakan.

“Beberapa minggu sebelumnya, dua landasan pendaratan helikopter telah disiapkan. Kami juga melakukan uji coba pendaratan di dua lokasi tersebut, dengan tujuan merancang akses yang aman bagi penumpang ke dan dari helikopter setelah pendaratan,” kisahnya.

Persiapan sederhana dilakukan di Bandara Depati Parbo seperti mengisi bahan bakar helikopter dan menyiapkan alat angkut. Ini sebagian besar dilakukan oleh insinyur dan kru darat.

“Helicopter Landing Officer (HLO) dan final check saya sendiri memeriksa titik-titik pengangkatan di kandang harimau,” kata Steven.

Tim juga menyusun rencana akhir untuk menurunkan penumpang di titik pelepasliaran sehingga mereka dapat menemukan area yang cocok untuk menempatkan kandang. Di kedua lokasi pelepasliaran, mereka memilih menempatkan kandang di seberang sungai yang mengarah ke lokasi pendaratan helikopter.

“Hal ini dilakukan untuk memastikan keselamatan kru setelah harimau dilepaskan,” katanya.

Steven menilai area pendaratan yang dipilih dokter untuk titik jatuh kandang bagus.

“Kami memilih untuk menggunakan garis sepanjang 60 meter atau 200 kaki karena ini memberi kami margin keamanan yang baik saat bekerja di antara pepohonan,” katanya.

Steve Piner, pilot helikopter yang mengangkut Surya dan Citra ke TN Kerinci Seblat.

Steven mengakui selama proses penebangan untuk pelepasliaran, tantangan yang dihadapinya yaitu membuat rencana operasi yang diselaraskan dengan pertimbangan cuaca. Bandara Depati Parbo berada di ketinggian 2.500 kaki di atas permukaan laut, sedangkan titik jatuh kandang di sekitar 1.500 kaki. Namun, untuk sampai ke lokasi pelepasliaran, helikopter harus naik lebih dari 5.000 kaki di atas pegunungan.

“Nah, seperti biasa, cuaca di pegunungan dapat berubah dengan cepat. Saat itu, pola cuaca di Kerinci tampaknya akan mendung pada sore hari. Sehingga pada hari pertama, hanya harimau jantan yang bisa dilepaskan sebelum cuaca tidak sesuai lagi,” kata Steven.

Pada hari kedua pelepasan, translokasi Citra Kartini tidak bisa dilakukan tepat waktu. Cuaca di titik pelepasliaran saat itu cukup bagus, tapi mulai berubah. Muncul awan rendah. Alhasil, pelepasliaran ditunda. Setelah awan rendah sudah tidak ada lagi, barulah kru heli melanjutkan rencana pelepasliaran yang kedua. Citra pun dilepas sekitar pukul 14.00 WIB.

Sayangnya, saat pelepasliaran selesai, puncak gunung sudah tidak layak untuk dilintasi. “Lagi-lagi tantangannya adalah cuaca dan itu terjadi saat helikopter diparkir di titik pelepasan. Setelah terbang ke atas lembah untuk kembali ke Kerinci, cuaca di puncak gunung tidak cocok untuk melanjutkan penerbangan, sehingga kami dialihkan ke bandara alternatif di Mukomuko, Bengkulu,” katanya.

Bandara Mukomuko berjarak  sekitar 25 mil dari titik pelepasliaran harimau. Bandara ini terletak di Desa Bandar Ratu, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, yang jarak daratnya sekitar 135 km dari Bandara Depati Parbo.

“Hal ini sudah kami antisipasi sebelumnya. Saat kami mengajukan rencana penerbangan kami dengan Air Traffic Control, kami mengajukan area pendaratan alternatif jika cuaca memburuk,” kata Steven.

Helikopter menginap semalam di sana dan kembali keesokan harinya setelah cuaca cerah. Menurut Steven, ini masalah yang biasa terjadi saat melakukan penerbangan di pegunungan, utamanya di daerah tropis.

Bagaimana perasaanmu sebagai pilot yang menerbangkan dua kucing raksasa ke hutan liar?

“Saya senang terlibat dalam pelepasliaran harimau ini. Ini kali pertama saya melakukannya. Sangat menyenangkan menjadi bagian dari tim ini,” katanya sumringah.

Tim dimaksud adalah seluruh pihak yang terlibat, seperti BBKSDA Sumut, PTAR, dan YPBMM selaku pengelola Sanctuary Harimau Sumatra Barumun.

Steven juga mengakui tantangan lain yang ditemuinya adalah bahasa. Sebagai orang asing terkadang dirinya sulit berkomunikasi dengan kemampuan berbahasa Indonesia yang terbatas. “Tetapi semua orang di sini sopan, ramah, dan saling membantu,” katanya.

Hal yang paling mengesankan baginya adalah semangat dan motivasi orang-orang yang terlibat untuk menyelamatkan harimau Sumatra. “Ini adalah kerja keras dan komitmen yang besar. Mudah-mudahan mereka diakui atas apa yang sudah dilakukan,” tutupnya.  (mea)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/