30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Mujianto Didakwa Dugaan Kredit Macet dan Pencucian Uang

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR) Mujianto menjalani sidang perdana secara virtual, di Ruang Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (3/8). Pengusaha properti kota Medan itu, didakwa jaksa atas kasus dugaan kredit macet dan pencucian uang Rp39,5 miliar.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Resky Pradhana Romli menguraikan dalam dakwaannya, Mujianto selaku Direktur PT Agung Cemara Reality (ACR) telah melakukan melakukan perjanjian pengikatan jual beli atas sertifikat hak guna bangunan dengan total luas 103.448 M2 yang berlokasi di Jalan Sumarsono, Kompleks Graha Metropolitian, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang.

“Dari lahan itu, terdakwa mengalihkan 13.860 M2 kepada Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) Canakya Suman dengan harga Rp45 M dan rencana akan dibangun proyek perumahan Takapuna Residence sebanyak 151 rumah yang legalitas proyeknya atas nama Terdakwa,” ucap JPU. dihadapan Majelis yang diketuai Hakim Immanuel Tarigan.

Dikatakan jaksa, namun pembayaran lahan tanah yang dibeli Canakya Suman kepada terdakwa masih belum lunas. Mengingat belum lunasnya, terdakwa mengajukan dan menerima fasilitas kredit rekening koran selama setahun sebesar Rp35 miliar dari Bank Sumut dengan agunan kredit tanah seluas 16.306 M2 dan pelunasan dibebankan terdakwa kepada Canakya.

“Ternyata fasilitas kredit Bank Sumut dinikmati oleh Terdakwa sebagai pelunasan utang pembayaran jual beli tanah dan Canakya tidak mampu melunasi fasilitas kredit yang membuat Canakya mengajukan surat permohonan kredit ke salah satu Bank BUMN tanpa melampirkan RAB pekerjaan dan tanpa menyebutkan besaran nilai kredit yang dibutuhkannya,” ucap jaksa.

Canakya mengetahui bahwa proyek perumahan yang akan dibiayai beserta sejumlah SHGB yang akan dijadikannya agunan kredit masih atas nama Terdakwa Mujianto dan bahkan sedang terikat sebagai jaminan kredit di Bank Sumut, Canakya tetap menyampaikan copy data-data legalitas proyek dan SHGB beserta perjanjian jual beli.

“Walaupun mengetahui bahwa status legalitas proyek perumahan yang akan dijadikan agunan bukanlah milik Canakya serta masih sedang berstatus sebagai agunan kredit pada Bank Sumut, masih tetap memproses permohonan dan memberikan Fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) Konstruksi Kredit Yasa Griya dengan plafond kredit sebesar Rp.39,5 miliar dengan agunan 93 sertifikat,” kata jaksa.

Bahwa setelah pencairan, lanjut jaksa, Canakya mentransfer Rp13 miliar ke Terdakwa Mujianto, sehingga utang pembayaran jual beli tanah antara terdakwa dengan Canakya menjadi lunas.

Jaksa mengatakan, pemberian kredit KMK kepada PT KAYA tidak sesuai prosedur dan penggunaan kredit KMK oleh PT KAYA tidak sesuai peruntukannya yang menyebabkan negara rugi senilai Rp39,5 miliar.

Atas perbuatannya, Mujianto dikenakan pasal berlapis, diantaranya Pasal 5 ayat 1 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Atau Pasal 5 ayat 1 dan atau Pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 ayat 1 huruf b UU RI No 31 Tahun 1999 Jo UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana,” pungkas JPU.

Usai mendengarkan dakwaan JPU, hakim ketua Immanuel Tarigan memberikan kesempatan kepada penasihat hukum terdakwa Mujianto, untuk menyampaikan nota eksepsi pada sidang pekan depan. (man/azw)

 

 

 

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR) Mujianto menjalani sidang perdana secara virtual, di Ruang Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (3/8). Pengusaha properti kota Medan itu, didakwa jaksa atas kasus dugaan kredit macet dan pencucian uang Rp39,5 miliar.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Resky Pradhana Romli menguraikan dalam dakwaannya, Mujianto selaku Direktur PT Agung Cemara Reality (ACR) telah melakukan melakukan perjanjian pengikatan jual beli atas sertifikat hak guna bangunan dengan total luas 103.448 M2 yang berlokasi di Jalan Sumarsono, Kompleks Graha Metropolitian, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang.

“Dari lahan itu, terdakwa mengalihkan 13.860 M2 kepada Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) Canakya Suman dengan harga Rp45 M dan rencana akan dibangun proyek perumahan Takapuna Residence sebanyak 151 rumah yang legalitas proyeknya atas nama Terdakwa,” ucap JPU. dihadapan Majelis yang diketuai Hakim Immanuel Tarigan.

Dikatakan jaksa, namun pembayaran lahan tanah yang dibeli Canakya Suman kepada terdakwa masih belum lunas. Mengingat belum lunasnya, terdakwa mengajukan dan menerima fasilitas kredit rekening koran selama setahun sebesar Rp35 miliar dari Bank Sumut dengan agunan kredit tanah seluas 16.306 M2 dan pelunasan dibebankan terdakwa kepada Canakya.

“Ternyata fasilitas kredit Bank Sumut dinikmati oleh Terdakwa sebagai pelunasan utang pembayaran jual beli tanah dan Canakya tidak mampu melunasi fasilitas kredit yang membuat Canakya mengajukan surat permohonan kredit ke salah satu Bank BUMN tanpa melampirkan RAB pekerjaan dan tanpa menyebutkan besaran nilai kredit yang dibutuhkannya,” ucap jaksa.

Canakya mengetahui bahwa proyek perumahan yang akan dibiayai beserta sejumlah SHGB yang akan dijadikannya agunan kredit masih atas nama Terdakwa Mujianto dan bahkan sedang terikat sebagai jaminan kredit di Bank Sumut, Canakya tetap menyampaikan copy data-data legalitas proyek dan SHGB beserta perjanjian jual beli.

“Walaupun mengetahui bahwa status legalitas proyek perumahan yang akan dijadikan agunan bukanlah milik Canakya serta masih sedang berstatus sebagai agunan kredit pada Bank Sumut, masih tetap memproses permohonan dan memberikan Fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) Konstruksi Kredit Yasa Griya dengan plafond kredit sebesar Rp.39,5 miliar dengan agunan 93 sertifikat,” kata jaksa.

Bahwa setelah pencairan, lanjut jaksa, Canakya mentransfer Rp13 miliar ke Terdakwa Mujianto, sehingga utang pembayaran jual beli tanah antara terdakwa dengan Canakya menjadi lunas.

Jaksa mengatakan, pemberian kredit KMK kepada PT KAYA tidak sesuai prosedur dan penggunaan kredit KMK oleh PT KAYA tidak sesuai peruntukannya yang menyebabkan negara rugi senilai Rp39,5 miliar.

Atas perbuatannya, Mujianto dikenakan pasal berlapis, diantaranya Pasal 5 ayat 1 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Atau Pasal 5 ayat 1 dan atau Pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 ayat 1 huruf b UU RI No 31 Tahun 1999 Jo UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana,” pungkas JPU.

Usai mendengarkan dakwaan JPU, hakim ketua Immanuel Tarigan memberikan kesempatan kepada penasihat hukum terdakwa Mujianto, untuk menyampaikan nota eksepsi pada sidang pekan depan. (man/azw)

 

 

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/