26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Silap

Oleh: Ramadhan Batubara
Redaktur Pelaksana Sumut Pos

Pasti ada yang ingat ketika Indonesia mampu mengalahkan Malaysia dalam penyisihan  Grup A Piala AFF 2010 di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta. Bagaimana tidak, dalam laga yang digelar pada 1 Desember 2010 itu Indonesia menang dengan skor 5-1.

Ya, meski di laga kemudian, tepatnya pada partai final gelar Piala AFF malah jadi milik Malaysia. Yang menjadi catatan saya kali ini bukan kekalahan Indonesia atas Malaysia di final, namun lebih pada kemenangan saat penyisihan grup tadi. Dan, bukan pula pada euforia kemenangan tadi, melainkan pada jawaban pelatih Malaysia setelah kalah.

Entah karena perbedaan arti kata atau karena memang tinggi hati, Pelatih Malaysia K Rajagopal, memberi jawaban yang menarik usai kalah. Katanya, timnya kalah karena silap. “Gol pertama yang bersarang di gawang kami karena kesilapan pemain. Gol kedua, pemain kami melakukan kesilapan,” begitu kalimat si Ragopal saat itu.

Jawaban ini sempat sempat bahan perbincangan yang ramai. Bagaimana tidak, ada kesan Rajagopal tidak mengakui kekalahan tersebut, padahal kalah telak. Ya, semua bermuara pada kata ‘silap’ tadi.

Nah, kata ‘silap’ tiba-tiba menyergap kepala saya setelah membaca berita Briptu Leonardo Sitanggang yang tewas karena keteledoran Briptu Ikhsan Fuadi dalam menguasai senjata laras panjang jenis V2. Bagaimana tidak, hilangnya nyawa Briptu Leonardo dianggap sebagai buah kesilapan. Setidaknya hal ini diungkap oleh seorang saksi, Briptu Boni, usai diperiksa di Mapoldasu. “Maaf lah Bang. Nggak ada permasalahan, hanya silapnya ini Bang,” kata Boni kepada para peliput yang mengejarnya.

Tentu, kata ‘silap’ menjadi kata kunci dalam kasus ini. Persis dengan Rajagopal, kesan sepele juga tergambar saat kata ‘silap’ terdengar atau terbaca. Masalahnya, Briptu Leonardo telah tiada, niat menikah pada tanggal 12 bulan 12 tahun 2012 pun tinggal rencana. Apakah ini peristiwa sepele hingga saksi bisa mengatakan semuanya hanya karena silap?

Karena itulah, saya mencari kamus bahasa Indonesia. Dan, yang saya dapati adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) cetakan ketiga tahun 1990. Dari kamus ini, kata ‘silap’ diartikan sebagai salah penglihatan (penglihatan atau perasaannya berlainan dengan keadaan sebenarnya). Selain itu, ‘silap’ juga bersinonim dengan khilaf. Nah, menurut kamus itu lagi, khilaf berarti keliru; salah (yang tidak disengaja).

Pertanyaannya, dari arti kata tersebut, kasus Rajagopal dan Briptu Boni berada di mana? Tentu, Rajagopal mengatakan ‘silap’ karena mengakui anak didiknya salah mengantisipasi serangan Indonesia dan sebagainya. Yang namanya salah, tentu tidak sengaja. Namun, kesan sepele muncul karena Rajagopal tidak langsung menggunakan kata ‘salah’. Mungkin, atas nama perbedaaan kultur bahasa, maka dia lebih memilih kata silap daripada salah. Hingga, ketika membaca kamus, kata ‘silap’ yang diungkapkan Rajagopal pun bisa dipahami.

Sementara, untuk apa yang diungkapkan Briptu Boni lumayan menyesakkan dada. Silap yang digunakan cenderung sangat sepele karena ini berhubungan dengan nyawa orang. Apalagi, ada kata ‘hanya’ sebelum kata ‘silap’. Bisa bayangkan, nyawa seseorang hilang hanya gara-gara ‘silap’? Mengacu pada arti kata sesuai kamus, apa yang diungkapkan Briptu Boni malah tambah mengerikan bukan? Ayolah, berarti apa yang dilakukan Briptu Ikhsan Fuadi hanya karena salah (yang tidak disengaja). Luar biasa. Seorang penegak hukum berlindung pada kata ‘tak sengaja’.

Tapi sudahlah, setidaknya, ‘silap’ yang dikeluarkan olah Rajagopal akhirnya tertebus. Dia membawa timnya menang di final dan mengalahkan Indonesia yang sebelumnya telah menundukkan mereka dengan telak. Rajagopal benar-benar membuktikan ‘silap’ itu. Lalu, bagaimana dengan ungkapan Briptu Boni, benarkah ‘silap’ itu juga bisa dibuktikan di kemudian hari? Ya, semoga saja para pemberi hukuman tidak mengatakan ‘silap’ ketika Briptu Ikhsan Fuadi hanya dihukum ringan atas ‘kesilapannya’ itu. (*)

Oleh: Ramadhan Batubara
Redaktur Pelaksana Sumut Pos

Pasti ada yang ingat ketika Indonesia mampu mengalahkan Malaysia dalam penyisihan  Grup A Piala AFF 2010 di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta. Bagaimana tidak, dalam laga yang digelar pada 1 Desember 2010 itu Indonesia menang dengan skor 5-1.

Ya, meski di laga kemudian, tepatnya pada partai final gelar Piala AFF malah jadi milik Malaysia. Yang menjadi catatan saya kali ini bukan kekalahan Indonesia atas Malaysia di final, namun lebih pada kemenangan saat penyisihan grup tadi. Dan, bukan pula pada euforia kemenangan tadi, melainkan pada jawaban pelatih Malaysia setelah kalah.

Entah karena perbedaan arti kata atau karena memang tinggi hati, Pelatih Malaysia K Rajagopal, memberi jawaban yang menarik usai kalah. Katanya, timnya kalah karena silap. “Gol pertama yang bersarang di gawang kami karena kesilapan pemain. Gol kedua, pemain kami melakukan kesilapan,” begitu kalimat si Ragopal saat itu.

Jawaban ini sempat sempat bahan perbincangan yang ramai. Bagaimana tidak, ada kesan Rajagopal tidak mengakui kekalahan tersebut, padahal kalah telak. Ya, semua bermuara pada kata ‘silap’ tadi.

Nah, kata ‘silap’ tiba-tiba menyergap kepala saya setelah membaca berita Briptu Leonardo Sitanggang yang tewas karena keteledoran Briptu Ikhsan Fuadi dalam menguasai senjata laras panjang jenis V2. Bagaimana tidak, hilangnya nyawa Briptu Leonardo dianggap sebagai buah kesilapan. Setidaknya hal ini diungkap oleh seorang saksi, Briptu Boni, usai diperiksa di Mapoldasu. “Maaf lah Bang. Nggak ada permasalahan, hanya silapnya ini Bang,” kata Boni kepada para peliput yang mengejarnya.

Tentu, kata ‘silap’ menjadi kata kunci dalam kasus ini. Persis dengan Rajagopal, kesan sepele juga tergambar saat kata ‘silap’ terdengar atau terbaca. Masalahnya, Briptu Leonardo telah tiada, niat menikah pada tanggal 12 bulan 12 tahun 2012 pun tinggal rencana. Apakah ini peristiwa sepele hingga saksi bisa mengatakan semuanya hanya karena silap?

Karena itulah, saya mencari kamus bahasa Indonesia. Dan, yang saya dapati adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) cetakan ketiga tahun 1990. Dari kamus ini, kata ‘silap’ diartikan sebagai salah penglihatan (penglihatan atau perasaannya berlainan dengan keadaan sebenarnya). Selain itu, ‘silap’ juga bersinonim dengan khilaf. Nah, menurut kamus itu lagi, khilaf berarti keliru; salah (yang tidak disengaja).

Pertanyaannya, dari arti kata tersebut, kasus Rajagopal dan Briptu Boni berada di mana? Tentu, Rajagopal mengatakan ‘silap’ karena mengakui anak didiknya salah mengantisipasi serangan Indonesia dan sebagainya. Yang namanya salah, tentu tidak sengaja. Namun, kesan sepele muncul karena Rajagopal tidak langsung menggunakan kata ‘salah’. Mungkin, atas nama perbedaaan kultur bahasa, maka dia lebih memilih kata silap daripada salah. Hingga, ketika membaca kamus, kata ‘silap’ yang diungkapkan Rajagopal pun bisa dipahami.

Sementara, untuk apa yang diungkapkan Briptu Boni lumayan menyesakkan dada. Silap yang digunakan cenderung sangat sepele karena ini berhubungan dengan nyawa orang. Apalagi, ada kata ‘hanya’ sebelum kata ‘silap’. Bisa bayangkan, nyawa seseorang hilang hanya gara-gara ‘silap’? Mengacu pada arti kata sesuai kamus, apa yang diungkapkan Briptu Boni malah tambah mengerikan bukan? Ayolah, berarti apa yang dilakukan Briptu Ikhsan Fuadi hanya karena salah (yang tidak disengaja). Luar biasa. Seorang penegak hukum berlindung pada kata ‘tak sengaja’.

Tapi sudahlah, setidaknya, ‘silap’ yang dikeluarkan olah Rajagopal akhirnya tertebus. Dia membawa timnya menang di final dan mengalahkan Indonesia yang sebelumnya telah menundukkan mereka dengan telak. Rajagopal benar-benar membuktikan ‘silap’ itu. Lalu, bagaimana dengan ungkapan Briptu Boni, benarkah ‘silap’ itu juga bisa dibuktikan di kemudian hari? Ya, semoga saja para pemberi hukuman tidak mengatakan ‘silap’ ketika Briptu Ikhsan Fuadi hanya dihukum ringan atas ‘kesilapannya’ itu. (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/