25 C
Medan
Thursday, November 21, 2024
spot_img

Perkuat Nilai Tukar Rupiah, Grant Thornton Indonesia Sarankan 3 Cara Ini Bantu Pemerintah

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Fenomena penguatan dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang seluruh dunia, semakin memperparah inflasi secara global dan juga meningkatkan risiko resesi global 2023. Nilai tukar rupiah pada 28 November 2022, terkontraksi melemah 49,5 poin atau 0,32 persen ke posisi Rp 15.722 per dolar AS.

Johanna Gani, CEO Grant Thornton Indonesia menilai, ada beberaa faktor utama penyebab dolar AS terus naik dalam beberapa pekan ini, antara lain; Bank Sentral AS yang menaikkan suku bunga beberapa kali sepanjang tahun 2022.
“Bank Sentral Amerika Serikat menaikkan suku bunga tahun ini demi mengatasi kenaikan harga. Akibatnya banyak investor mulai mencairkan produk investasi keuangan seperti obligasi pemerintah Amerika Serikat yang dinilai sangat menguntungkan ketika suku bunga naik. Terbukti pada Juli 2022 saja, investor asing yang membeli obligasi pemerintah AS senilai US$ 10,2 miliar (Rp 154 triliun), sekarang nilainya naik menjadi US$7,5 triliun (Rp 113 kuadriliun),” ungkapnya.

Faktor lain penyebab dolar AS terus naik, lanjut Johanna, banyaknya investor yang membeli dolar. Untuk membeli obligasi, investor harus membeli dolar AS terlebih dahulu, sehingga permintaan terhadap dolar AS semakin meningkat. Investor juga cenderung membeli dolar sebagai “safe haven” atau aset yang aman saat ekonomi sedang tidak stabil. “Ditambah banyaknya negara di Eropa dan Asia yang sedang berjuang bangkit dari inflasi, ditambah dengan konflik Ukraina yang masih berkepanjangan,” jelasnya.

Sebagai salah satu negara yang terkena imbas dari peningkatan nilai dolar AS, sebut Johanna, ada beberapa dampak yang dirasakan langsung oleh masyarakat Indonesia. Harga kebutuhan yang komponennya masih tergantung impor dipastikan akan melonjak karena bertransaksi menggunakan mata uang dolar AS. “Bahan bakar minyak juga merangkak naik harganya karena Indonesia masih mengimpor minyak mentah untuk memenuhi 50% kebutuhan minyak nasional. Kenaikan harga sejumlah barang tersebut pun berpotensi mendorong inflasi,” ungkapnya.

Meski penurunan nilai Rupiah merupakan tanggung jawab pemerintah, kata Johanna, namun masyarakat Indonesia dapat berkontribusi dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dia pun menyampaikan tiga poin yang dapat dilakukan untuk menyikapi kenaikan dolar AS.

Pertama, membeli produk dalam negeri serta menahan diri terhadap produk impor. Semakin tinggi impor maka nilai tukar Rupiah semakin lemah. “Oleh karena itu, salah satu langkah mudah yang bisa kita lakukan bersama-sama adalah mengurangi pembelian produk impor. Langkah ini juga mampu membantu industri wirausaha tanah air sehingga dapat semakin berkembang dan diharapkan mampu mengurangi tingkat pengangguran,” ujarnya.

Kedua, tidak menimbun dolar dan menukarkannya dengan Rupiah. Menurutnya dolar ditukarkan dengan Rupiah, berarti permintaan akan rupiah meningkat. Permintaan meningkat, berarti nilai Rupiah semakin menguat. “Apabila ada beberapa orang yang menyimpan Dolar sebagai bagian dari portofolio keuangannya, akan sangat membantu apabila mereka menukarkan sebagian dari simpanan Dolar mereka menjadi Rupiah,” sebutnya.

Ketiga, berinvestasi di dalam negeri
walaupun kurs rupiah sedang merosot, bukan berarti seluruh investasi menjadi tidak menguntungkan. Salah satu pilihan adalah berinvestasi aset yang tidak bergantung terhadap kurs Dollar, salah satunya di Surat Utang Negara (SUN). Belum lama, pemerintah Indonesia menerbitkan SUN dengan seri SBR004. SBR004 merupakan instrumen investasi yang tepat di tengah penurunan kurs Rupiah saat ini. Masyarakat dapat membantu pemerintah dengan berinvestasi di instrumen investasi dalam negeri seperti membeli ORI atau SBN.

“Pelemahan nilai tukar Rupiah yang terjadi saat ini merupakan tantangan yang cukup berat dimana kita tahu bahwa Indonesia masih berjuang keluar dari jurang inflasi dampak pandemi virus Covid-19 dan juga perang Ukraina – Rusia yang belum kunjung usai,” jelas Johanna lagi.

Menurutnya, Pemerintah dapat mendorong pertumbuhan tetap berjalan di tengah pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS dengan menaikkan suku bunga secara bertahap yang akan mendorong kenaikan suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Hal tersebut diharapkan dapat mempengaruhi konsumsi dan investasi di dalam negeri sehingga akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

“Sebagai warga negara yang baik, sudah saatnya kita sebagai masyarakat Indonesia saling bahu membahu meringankan dan membantu pemerintah untuk memperkuat kembali nilai tukar Rupiah dengan cara – cara yang paling mudah untuk kita lakukan namun jika dilakukan dengan cukup masif dapat menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,” pungkasnya. (adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Fenomena penguatan dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang seluruh dunia, semakin memperparah inflasi secara global dan juga meningkatkan risiko resesi global 2023. Nilai tukar rupiah pada 28 November 2022, terkontraksi melemah 49,5 poin atau 0,32 persen ke posisi Rp 15.722 per dolar AS.

Johanna Gani, CEO Grant Thornton Indonesia menilai, ada beberaa faktor utama penyebab dolar AS terus naik dalam beberapa pekan ini, antara lain; Bank Sentral AS yang menaikkan suku bunga beberapa kali sepanjang tahun 2022.
“Bank Sentral Amerika Serikat menaikkan suku bunga tahun ini demi mengatasi kenaikan harga. Akibatnya banyak investor mulai mencairkan produk investasi keuangan seperti obligasi pemerintah Amerika Serikat yang dinilai sangat menguntungkan ketika suku bunga naik. Terbukti pada Juli 2022 saja, investor asing yang membeli obligasi pemerintah AS senilai US$ 10,2 miliar (Rp 154 triliun), sekarang nilainya naik menjadi US$7,5 triliun (Rp 113 kuadriliun),” ungkapnya.

Faktor lain penyebab dolar AS terus naik, lanjut Johanna, banyaknya investor yang membeli dolar. Untuk membeli obligasi, investor harus membeli dolar AS terlebih dahulu, sehingga permintaan terhadap dolar AS semakin meningkat. Investor juga cenderung membeli dolar sebagai “safe haven” atau aset yang aman saat ekonomi sedang tidak stabil. “Ditambah banyaknya negara di Eropa dan Asia yang sedang berjuang bangkit dari inflasi, ditambah dengan konflik Ukraina yang masih berkepanjangan,” jelasnya.

Sebagai salah satu negara yang terkena imbas dari peningkatan nilai dolar AS, sebut Johanna, ada beberapa dampak yang dirasakan langsung oleh masyarakat Indonesia. Harga kebutuhan yang komponennya masih tergantung impor dipastikan akan melonjak karena bertransaksi menggunakan mata uang dolar AS. “Bahan bakar minyak juga merangkak naik harganya karena Indonesia masih mengimpor minyak mentah untuk memenuhi 50% kebutuhan minyak nasional. Kenaikan harga sejumlah barang tersebut pun berpotensi mendorong inflasi,” ungkapnya.

Meski penurunan nilai Rupiah merupakan tanggung jawab pemerintah, kata Johanna, namun masyarakat Indonesia dapat berkontribusi dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dia pun menyampaikan tiga poin yang dapat dilakukan untuk menyikapi kenaikan dolar AS.

Pertama, membeli produk dalam negeri serta menahan diri terhadap produk impor. Semakin tinggi impor maka nilai tukar Rupiah semakin lemah. “Oleh karena itu, salah satu langkah mudah yang bisa kita lakukan bersama-sama adalah mengurangi pembelian produk impor. Langkah ini juga mampu membantu industri wirausaha tanah air sehingga dapat semakin berkembang dan diharapkan mampu mengurangi tingkat pengangguran,” ujarnya.

Kedua, tidak menimbun dolar dan menukarkannya dengan Rupiah. Menurutnya dolar ditukarkan dengan Rupiah, berarti permintaan akan rupiah meningkat. Permintaan meningkat, berarti nilai Rupiah semakin menguat. “Apabila ada beberapa orang yang menyimpan Dolar sebagai bagian dari portofolio keuangannya, akan sangat membantu apabila mereka menukarkan sebagian dari simpanan Dolar mereka menjadi Rupiah,” sebutnya.

Ketiga, berinvestasi di dalam negeri
walaupun kurs rupiah sedang merosot, bukan berarti seluruh investasi menjadi tidak menguntungkan. Salah satu pilihan adalah berinvestasi aset yang tidak bergantung terhadap kurs Dollar, salah satunya di Surat Utang Negara (SUN). Belum lama, pemerintah Indonesia menerbitkan SUN dengan seri SBR004. SBR004 merupakan instrumen investasi yang tepat di tengah penurunan kurs Rupiah saat ini. Masyarakat dapat membantu pemerintah dengan berinvestasi di instrumen investasi dalam negeri seperti membeli ORI atau SBN.

“Pelemahan nilai tukar Rupiah yang terjadi saat ini merupakan tantangan yang cukup berat dimana kita tahu bahwa Indonesia masih berjuang keluar dari jurang inflasi dampak pandemi virus Covid-19 dan juga perang Ukraina – Rusia yang belum kunjung usai,” jelas Johanna lagi.

Menurutnya, Pemerintah dapat mendorong pertumbuhan tetap berjalan di tengah pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS dengan menaikkan suku bunga secara bertahap yang akan mendorong kenaikan suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Hal tersebut diharapkan dapat mempengaruhi konsumsi dan investasi di dalam negeri sehingga akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

“Sebagai warga negara yang baik, sudah saatnya kita sebagai masyarakat Indonesia saling bahu membahu meringankan dan membantu pemerintah untuk memperkuat kembali nilai tukar Rupiah dengan cara – cara yang paling mudah untuk kita lakukan namun jika dilakukan dengan cukup masif dapat menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,” pungkasnya. (adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/