31 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Buka Jalan Menuju Tambang di Palas, JT dan JS Malah Dijadikan Tersangka

LUBUKPAKAM, SUMUTPOS.CO – Kuasa Hukum JT dan JS, Boyle Fernando Sirait mendatangi kantor Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Wilayah Sumatera Seksi Wilayah 1 Medan yang terletak di Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deliserdang, Senin (4/12). Dia mempertanyakan mengapa kliennya yang hanya dijadikan tersangka tetapi Direktur PT Silva Mineralindo Prima (SMP) yaitu MP yang dianggap paling bertanggungjawab hingga kini belum dijadikan tersangka oleh pihak balai dalam membuka jalan menuju tambang di Palas.

“Kita datang mau mempertanyakan mengapa Direktur PT SMP belum dijadikan tersangka dan belum ditahan. Dalam perkara ini jalan menuju tambang (yang kemudian Kementerian Kehutanan Wilayah III Sumut hal tersebut merupakan pelanggaran) adalah dari dan untuk kepentingan saudara MP. Justru klien kita saja yang dijadikan tersangka dan sudah ditahan serta dalam proses persidangan,” kata Boyle saat konferensi pers di kantor tersebut.

Dijelaskan, awalnya Tahun 2019, JT yang merupakan Direktur Manunggal Makmur Sejahtera berkenalan dengan MP. Kemudian sekitaran pertengahan 2021 MP menghubungi JT untuk menawarkan suatu pekerjaan pembukaan jalan menuju tambang milik PT SMP di Desa Siraisan, Kecamatan Ulu Barumun, Kabupaten Padanglawas (Palas).

“Awalnya JT tidak langsung setuju tawaran itu. Karena harus melihat pertimbangan resiko, namun MP terus saja menawarkan pekerjaan itu dengan meyakinkan JT bahwa pekerjaan itu tidak bermasalah dan akan menghasilkan keuntungan yang menjanjikan. Berbagai pertemuan dilakukan akhirnya JT bersedia melakukan pekerjaan dari MP,” terang Sirait.

Pekerjaan pun dilakukan pertengahan 2021. Lalu JT menghubungi JS untuk meminta bantuan dalam mengerjakan tawaran MP. Kemudian JS berkordinasi pihak tertentu untuk mengerjakan pembukaan jalan dimaksud. Lalu MP mengirimkan yang kepada JT dalam beberapa tahap untuk tahap awal pengerjaan pembukaan jalan menuju tambang dimaksud.

“Klien kita JT kemudian menyakan lebih lanjut kepada MP perihal ijin pekerjaan yang akan dikerjakan dan MP mengatakan semua sudah ada ijin. Lalu JT meminta denah atau peta jalan yang akan dikerjakan dan kemudian MP melalui sekretaris nya berinisial AN mengirimkan yang dimaksud melalui email kepada JT,” tutur Boyle.

Kemudian, pekerjaan dilakukan dan di tengah perjalanan secara tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan ataupun peringatan dini kepada pihak-pihak yang melakukan pekerjaan itu, pihak Kementerian Kehutanan Wilayah III Sumut menghentikan pekerjaan itu. Kemudian menangkap dan menahan beberapa pekerja yang dikerjakan JT dan JS.

Selanjutnya pihak tersebut melakukan penangkapan terhadap JT dan JS. Sebab dianggap sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atau pelaku utama dari pekerjaan tersebut. Dimana menurut Kementerian Kehutanan Wilayah III Sumut hal itu (pembukaan jalan) merupakan pelanggaran.

“Aneh hukum di Indonesia ini. Kita mau tanyakan ini tapi Kepala Gakkum tidak berada di tempat . Kita minta 2 x 24 jam saudara MP harus dijadikan tersangka. Kalau tidak persoalan ini kita bawa ke Kementerian LHK dan ke Presiden RI. Sebab klien kita merupakan pekerja dengan dilengkapi Surat Perintah Kerja (SPK) dari MP, tapi klien kita saja dijadikan tersangka dan MP mengapa beraktivitas secara bebas,” heran Boyle.

Paling aneh dalam persidangan, MP beberapa kali bahkan selalu disebutkan oleh seluruh saksi-saksi yang diperiksa, tetapi pihak Kementerian Kehutanan Wilayah III Sumut dan instansi tertentu enggan menahan atau menangkap MP.

“Ya menurut saya mungkin disebabkan adanya kedekatan emosional atau saja mungkin pemahaman hukum yang berbeda. Mungkin saja pihak Kehutanan Wilayah III memiliki pemahaman dimana pihak yang memberi kerja dan atau mendanai pekerjaan yang dianggap sebagai suatu pelanggaran tidak perlu dipidana, karena mungkin dianggap sebagai ‘korban.’ Kan lucu dan aneh kan,” terang Sirait dengan heran.

Seharusnya menurut Sirait, pihak Kehutanan Wilayah III Sumut maupun instansi terkait melakukan penahanan terhadap MP. Baik dalam kapasitasnya sebagai personal maupun sebagai Direktur MSP. Sehingga persoalan ini tidak menjadi contoh buruk dalam upaya penegakan hukum di Indonesia.

Salah satu staf Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Wilayah Sumatera Seksi Wilayah 1 Medan bernama Arianto menerima aspirasi Kuasa Hukum JT yaitu Boyle Fernando Sirait. Arianto mengaku sebagai staf tidak bisa menyampaikan hal lanjut soal itu.

“Kebetulan pimpinan kita sedang tugas di luar kota. Yang berhak menjawab tuntutan itu ialah pimpinan kita. Maaf saya tidak ada kapasitas menjawab,” kata Arianto.

Kepala Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Wilayah Sumatera Seksi Wilayah 1 Medan, Haluato Ginting saat dikonfirmasi melalui sambungan WhatsApp mengaku berada di luar kota.

Ditanya soal penetapan tersangka MP, Haluanto mengaku hal tersebut dalam proses. “Masih proses sidik dan lidik bang,” katanya menjawab wartawan. (btr/azw)

LUBUKPAKAM, SUMUTPOS.CO – Kuasa Hukum JT dan JS, Boyle Fernando Sirait mendatangi kantor Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Wilayah Sumatera Seksi Wilayah 1 Medan yang terletak di Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deliserdang, Senin (4/12). Dia mempertanyakan mengapa kliennya yang hanya dijadikan tersangka tetapi Direktur PT Silva Mineralindo Prima (SMP) yaitu MP yang dianggap paling bertanggungjawab hingga kini belum dijadikan tersangka oleh pihak balai dalam membuka jalan menuju tambang di Palas.

“Kita datang mau mempertanyakan mengapa Direktur PT SMP belum dijadikan tersangka dan belum ditahan. Dalam perkara ini jalan menuju tambang (yang kemudian Kementerian Kehutanan Wilayah III Sumut hal tersebut merupakan pelanggaran) adalah dari dan untuk kepentingan saudara MP. Justru klien kita saja yang dijadikan tersangka dan sudah ditahan serta dalam proses persidangan,” kata Boyle saat konferensi pers di kantor tersebut.

Dijelaskan, awalnya Tahun 2019, JT yang merupakan Direktur Manunggal Makmur Sejahtera berkenalan dengan MP. Kemudian sekitaran pertengahan 2021 MP menghubungi JT untuk menawarkan suatu pekerjaan pembukaan jalan menuju tambang milik PT SMP di Desa Siraisan, Kecamatan Ulu Barumun, Kabupaten Padanglawas (Palas).

“Awalnya JT tidak langsung setuju tawaran itu. Karena harus melihat pertimbangan resiko, namun MP terus saja menawarkan pekerjaan itu dengan meyakinkan JT bahwa pekerjaan itu tidak bermasalah dan akan menghasilkan keuntungan yang menjanjikan. Berbagai pertemuan dilakukan akhirnya JT bersedia melakukan pekerjaan dari MP,” terang Sirait.

Pekerjaan pun dilakukan pertengahan 2021. Lalu JT menghubungi JS untuk meminta bantuan dalam mengerjakan tawaran MP. Kemudian JS berkordinasi pihak tertentu untuk mengerjakan pembukaan jalan dimaksud. Lalu MP mengirimkan yang kepada JT dalam beberapa tahap untuk tahap awal pengerjaan pembukaan jalan menuju tambang dimaksud.

“Klien kita JT kemudian menyakan lebih lanjut kepada MP perihal ijin pekerjaan yang akan dikerjakan dan MP mengatakan semua sudah ada ijin. Lalu JT meminta denah atau peta jalan yang akan dikerjakan dan kemudian MP melalui sekretaris nya berinisial AN mengirimkan yang dimaksud melalui email kepada JT,” tutur Boyle.

Kemudian, pekerjaan dilakukan dan di tengah perjalanan secara tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan ataupun peringatan dini kepada pihak-pihak yang melakukan pekerjaan itu, pihak Kementerian Kehutanan Wilayah III Sumut menghentikan pekerjaan itu. Kemudian menangkap dan menahan beberapa pekerja yang dikerjakan JT dan JS.

Selanjutnya pihak tersebut melakukan penangkapan terhadap JT dan JS. Sebab dianggap sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atau pelaku utama dari pekerjaan tersebut. Dimana menurut Kementerian Kehutanan Wilayah III Sumut hal itu (pembukaan jalan) merupakan pelanggaran.

“Aneh hukum di Indonesia ini. Kita mau tanyakan ini tapi Kepala Gakkum tidak berada di tempat . Kita minta 2 x 24 jam saudara MP harus dijadikan tersangka. Kalau tidak persoalan ini kita bawa ke Kementerian LHK dan ke Presiden RI. Sebab klien kita merupakan pekerja dengan dilengkapi Surat Perintah Kerja (SPK) dari MP, tapi klien kita saja dijadikan tersangka dan MP mengapa beraktivitas secara bebas,” heran Boyle.

Paling aneh dalam persidangan, MP beberapa kali bahkan selalu disebutkan oleh seluruh saksi-saksi yang diperiksa, tetapi pihak Kementerian Kehutanan Wilayah III Sumut dan instansi tertentu enggan menahan atau menangkap MP.

“Ya menurut saya mungkin disebabkan adanya kedekatan emosional atau saja mungkin pemahaman hukum yang berbeda. Mungkin saja pihak Kehutanan Wilayah III memiliki pemahaman dimana pihak yang memberi kerja dan atau mendanai pekerjaan yang dianggap sebagai suatu pelanggaran tidak perlu dipidana, karena mungkin dianggap sebagai ‘korban.’ Kan lucu dan aneh kan,” terang Sirait dengan heran.

Seharusnya menurut Sirait, pihak Kehutanan Wilayah III Sumut maupun instansi terkait melakukan penahanan terhadap MP. Baik dalam kapasitasnya sebagai personal maupun sebagai Direktur MSP. Sehingga persoalan ini tidak menjadi contoh buruk dalam upaya penegakan hukum di Indonesia.

Salah satu staf Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Wilayah Sumatera Seksi Wilayah 1 Medan bernama Arianto menerima aspirasi Kuasa Hukum JT yaitu Boyle Fernando Sirait. Arianto mengaku sebagai staf tidak bisa menyampaikan hal lanjut soal itu.

“Kebetulan pimpinan kita sedang tugas di luar kota. Yang berhak menjawab tuntutan itu ialah pimpinan kita. Maaf saya tidak ada kapasitas menjawab,” kata Arianto.

Kepala Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Wilayah Sumatera Seksi Wilayah 1 Medan, Haluato Ginting saat dikonfirmasi melalui sambungan WhatsApp mengaku berada di luar kota.

Ditanya soal penetapan tersangka MP, Haluanto mengaku hal tersebut dalam proses. “Masih proses sidik dan lidik bang,” katanya menjawab wartawan. (btr/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/