Eka Darmaputera adalah seorang pendeta dan teolog Indonesia yang banyak menuliskan buah pikirannya di berbagai surat kabar nasional. Ia juga sering menjadi pembicara di berbagai seminar dan lokakarya di dalam maupun di luar negeri.
Lahir Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah, 16 November 1942 Eka diberi nama The Oen Hien. Ia adalah sulung dari dua bersaudara dalam sebuah keluarga sederhana pemilik warung kecil yang hidupnya pas-pasan. Kadang-kadang selama berminggu-minggu mereka hanya makan singkong.
Pada 1953 ia lulus dari SD Masehi di Magelang, lalu melanjutkan ke SMP BOPKRI dan lulus 1957. Setelah lulus SMA Negeri Magelang pada 1960, ia mengesampingkan cita-cita masuk Akademi Militer dan memilih mendaftar di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (STT Jakarta) untuk menjadi pendeta. Pertimbangannya, belajar di STT Jakarta ia dapat meminta bantuan beasiswa.
Setelah lulus ujian masuk, Eka tinggal di asrama STT Jakarta. Meskipun mendapat bantuan beasiswa, kesulitan keuangan ternyata tidak begitu saja selesai. Dalam keadaan terdesak, Eka dan dan teman-temannya malah pernah mencuri barang dari gudang asrama untuk dijual. Masalah keuangan kemudian sedikit teratasi setelah dia diterima mengajar di SMA BPSK Jakarta, dengan gaji Rp1.500 sebulan.
Sejak kuliah, Eka sudah aktif berorganisasi dan bergereja. Di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), dia menjabat anggota Pengurus Pusat (1962-1966). Di Gerakan Siswa Kristen Indonesia (GSKI) menjabat Sekretaris Jenderal periode 1962-1966. Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI), yang kini telah berubah nama menjadi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Keaktifannya di DGI membuat ia mendapatkan beasiswa tambahan. Di luar itu, ia aktif sebagai anggota Front Pemuda Pelajar pada 1965-1966.
Pada 1966 Eka lulus dari STT Jakarta dan melayani sebagai pendeta di sebuah jemaat GKI Jawa Barat di daerah Jakarta Timur. Di sini bakat kepemimpinan dan pemikiran-pemikirannya kembali mendapatkan penghargaan dari rekan-rekannya, sehingga pada usia yang masih sangat muda, pada 1968, ia diangkat menjadi Ketua Sinode di Gerejanya.
Sebelas tahun melayani penuh, Eka mendapatkan kesempatan melanjutkan studi di Boston College di Boston dan Seminari Teologi Andover Newton, di Newton Center, kedua-duanya terletak di negara bagian Massachusetts, Amerika Serikat, dan lulus pada 1982 dengan gelar PhD. dalam bidang Agama dan Masyarakat. Eka menulis disertasinya dengan judul Pancasila and the Search for Identity and Modernity in Indonesian Society – An Ethical and Cultural Analysis. Dalam disertasinya ini, Eka berargumentasi bahwa Pancasila adalah sebuah ideologi yang sangat tepat bagi masyarakat Indonesia yang majemuk, karena ideologi ini bersifat inklusif. Pemikiran ini berbeda dengan penafsiran Pancasila yang muncul di masa pemerintahan Orde Baru, khususnya pada tahun-tahun terakhirnya, yang justru mengharamkan perbedaan pendapat dan kemajemukan budaya Indonesia.
Pemikiran-pemikiran Eka tidak luput dari perhatian pendidikan teologi di dunia, sehingga pada Desember 1999, Seminari Teologi Princeton di New Jersey, AS, menganugerahkan Kuyper Prize for Excellence in Reformed Theology and Public Life.
Sejak awal kariernya sebagai seorang pendeta dan teolog, Eka telah aktif sebagai penganjur gerakan ekumenis antara pihak Protestan dan Katolik, dan antara pihak Kristen dengan agama-agama lainnya bersama Abdurrahman Wahid, Gedong Bagus Oka, dll. Eka adalah tokoh di balik pembentukan Dian/Interfidei, organisasi yang aktif bergerak dalam dialog antar iman dan berkedudukan di Kaliurang, Sleman.
Eka juga pernah menjadi anggota Majelis Pekerja Harian PGI dan mengajar di STT Jakarta dan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga. Eka juga dosen di Southeast Asia Graduate School of Theology di Manila, Filipina.
Pada 1999 Eka berkiprah dalam ajang politik, bergabung dengan PDIP tetapi gagal duduk di parlemen.
Pada 29 Juni 2005, ia menghembuskan napasnya yang terakhir, meninggalkan seorang istri, Evang Meyati Kristiani, dan seorang anak laki-laki Arya Wicaksana.(*/wikipedia)