30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Rapat Paripurna DPR, Perppu Cipta Kerja Belum Disahkan Jadi UU

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – DPR RI belum mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, dalam Rapat Paripurna Penutupan Masa Persidangan 3 Tahun Sidang 2022-2023, Kamis (16/2).

Padahal, sehari sebelumnya Baleg DPR dan pemerintah, menyetujui Perppu Cipta Kerja dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU).

“DPR bersama pemerintah akan membahas Perppu tersebut sesuai dengan mekanisme peraturan perundangan yang berlaku, dengan memperhatikan aspirasi masyarakat dan mempertimbangkan kepentingan nasional,” ungkap Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, saat memimpin sidang.

Badan Legislasi DPR RI, sebelumnya menyetujui untuk membawa Perppu Cipta Kerja dibawa ke rapat paripurna, agar selanjutnya dapat disahkan menjadi UU.

“Apakah hasil pembahasan terhadap RUU soal Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dapat disetujui untuk dilanjutkan ke pembicaraan tingkat 2?” kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI M Nurdin, yang dijawab setuju oleh mayoritas perwakilan fraksi pada rapat pleno pengambilan keputusan atas hasil pembahasan Perppu Cipta Kerja di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (15/2) lalu.

Diberitakan sebelumnya, Perppu tentang Cipta Kerja akhirnya disetujui Baleg DPR RI menjadi UU, Rabu kemarin. Hadir dalam Rapat Baleg tersebut, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Polhukam Mahfud MD, serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.

Namun, pengesahan itu tidak bulat. Ada 2 fraksi yang menolak, yakni PKS dan Partai Demokrat. Dalam rapat itu, semua fraksi diberi kesempatan menyampaikan pandangannya. Dari 9 fraksi di DPR, 7 di antaranya menyetujui Perppu tentang Cipta Kerja disahkan menjadi UU. Namun, PKS dan Partai Demokrat memiliki pandangan berbeda.

Anggota Fraksi PKS DPR RI, Amin AK mengatakan, pihaknya menolak Perppu Cipta Kerja menjadi UU. Sebab, dia menilai Perppu tersebut bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan, UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

Dikatakan, Perppu Cipta Kerja sama sekali tidak menjawab amanat putusan MK. Padahal, sudah menetapkan koridor perbaikan secara prosedural dan materiil terhadap UU tentang Cipta Kerja.

“Sehingga penerbitan Perppu itu tidak menggugurkan status inkonstitusional bersyarat terhadap UU tentang Cipta Kerja,” ungkap Amin, yang merupakan anggota Komisi 4 DPR RI itu.

Amin juga menjelaskan, penerbitan Perppu Cipta Kerja tidak memenuhi persyaratan adanya kegentingan yang memaksa. Penerbitan Perppu itu juga tidak terukur. Meski ekonomi global melambat, seperti sudah terjadi sejak pertengahan 2022, namun pemulihan ekonomi nasional relatif stabil.

“Kondisi saat ini justru menunjukkan tidak adanya potensi resesi, krisis, maupun ancaman inflasi tinggi,” jelasnya.

Mengacu kondisi tersebut, lanjutnya, tidak ada alasan genting dan mendesak yang bisa dijadikan dasar menebitkan Perppu. Karena itu, pihaknya berharap agar Perppu Cipta Kerja dicabut. Selanjutnya, dilakukan perbaikan terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Hal itu sejalan dengan amanat putusan MK tentang pengujian formil UU Cipta Kerja,” tegas Amin.

Santoso, anggota Baleg Fraksi Partai Demokrat, juga menolak pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU. Dia mengatakan, Perppu tersebut tidak sesuai dengan putusan MK. Selain dinyatakan inkonstitusional bersyarat, MK juga meminta agar proses legislasi dilakukan secara aspiratif, partisipatif, dan terlegitimasi.

“Bukan justru mengganti UU dengan Perppu. Bahkan, tidak terlihat perbedaan signifikan isi Perppu dengan materi UU Cipta Kerja sebelumnya,” bebernya.

Dia juga menilai, Perppu tersebut bukan menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah ketidakpastian hukum dan ekonomi di Indonesia.

Kendati 2 fraksi menolak, Baleg DPR RI tetap menetapkan Perppu Cipta Kerja menjadi UU. (jpg/saz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – DPR RI belum mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, dalam Rapat Paripurna Penutupan Masa Persidangan 3 Tahun Sidang 2022-2023, Kamis (16/2).

Padahal, sehari sebelumnya Baleg DPR dan pemerintah, menyetujui Perppu Cipta Kerja dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU).

“DPR bersama pemerintah akan membahas Perppu tersebut sesuai dengan mekanisme peraturan perundangan yang berlaku, dengan memperhatikan aspirasi masyarakat dan mempertimbangkan kepentingan nasional,” ungkap Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, saat memimpin sidang.

Badan Legislasi DPR RI, sebelumnya menyetujui untuk membawa Perppu Cipta Kerja dibawa ke rapat paripurna, agar selanjutnya dapat disahkan menjadi UU.

“Apakah hasil pembahasan terhadap RUU soal Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dapat disetujui untuk dilanjutkan ke pembicaraan tingkat 2?” kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI M Nurdin, yang dijawab setuju oleh mayoritas perwakilan fraksi pada rapat pleno pengambilan keputusan atas hasil pembahasan Perppu Cipta Kerja di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (15/2) lalu.

Diberitakan sebelumnya, Perppu tentang Cipta Kerja akhirnya disetujui Baleg DPR RI menjadi UU, Rabu kemarin. Hadir dalam Rapat Baleg tersebut, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Polhukam Mahfud MD, serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.

Namun, pengesahan itu tidak bulat. Ada 2 fraksi yang menolak, yakni PKS dan Partai Demokrat. Dalam rapat itu, semua fraksi diberi kesempatan menyampaikan pandangannya. Dari 9 fraksi di DPR, 7 di antaranya menyetujui Perppu tentang Cipta Kerja disahkan menjadi UU. Namun, PKS dan Partai Demokrat memiliki pandangan berbeda.

Anggota Fraksi PKS DPR RI, Amin AK mengatakan, pihaknya menolak Perppu Cipta Kerja menjadi UU. Sebab, dia menilai Perppu tersebut bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan, UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

Dikatakan, Perppu Cipta Kerja sama sekali tidak menjawab amanat putusan MK. Padahal, sudah menetapkan koridor perbaikan secara prosedural dan materiil terhadap UU tentang Cipta Kerja.

“Sehingga penerbitan Perppu itu tidak menggugurkan status inkonstitusional bersyarat terhadap UU tentang Cipta Kerja,” ungkap Amin, yang merupakan anggota Komisi 4 DPR RI itu.

Amin juga menjelaskan, penerbitan Perppu Cipta Kerja tidak memenuhi persyaratan adanya kegentingan yang memaksa. Penerbitan Perppu itu juga tidak terukur. Meski ekonomi global melambat, seperti sudah terjadi sejak pertengahan 2022, namun pemulihan ekonomi nasional relatif stabil.

“Kondisi saat ini justru menunjukkan tidak adanya potensi resesi, krisis, maupun ancaman inflasi tinggi,” jelasnya.

Mengacu kondisi tersebut, lanjutnya, tidak ada alasan genting dan mendesak yang bisa dijadikan dasar menebitkan Perppu. Karena itu, pihaknya berharap agar Perppu Cipta Kerja dicabut. Selanjutnya, dilakukan perbaikan terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Hal itu sejalan dengan amanat putusan MK tentang pengujian formil UU Cipta Kerja,” tegas Amin.

Santoso, anggota Baleg Fraksi Partai Demokrat, juga menolak pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU. Dia mengatakan, Perppu tersebut tidak sesuai dengan putusan MK. Selain dinyatakan inkonstitusional bersyarat, MK juga meminta agar proses legislasi dilakukan secara aspiratif, partisipatif, dan terlegitimasi.

“Bukan justru mengganti UU dengan Perppu. Bahkan, tidak terlihat perbedaan signifikan isi Perppu dengan materi UU Cipta Kerja sebelumnya,” bebernya.

Dia juga menilai, Perppu tersebut bukan menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah ketidakpastian hukum dan ekonomi di Indonesia.

Kendati 2 fraksi menolak, Baleg DPR RI tetap menetapkan Perppu Cipta Kerja menjadi UU. (jpg/saz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/