MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kutil kelamin (genital warts) atau kondiloma akuminata masih kerap disepelekan. Padahal, sekitar 50% dari kasusnya bisa bertransformasi menjadi penyakit yang ganas seperti kanker serviks.
Sangat penting bagi masyarakat, khususnya kaum perempuan, untuk memahami bagaimana mencegah munculnya kutil kelamin (before) dan bagaimana menanganinya jika sudah terjadi (after). Salah satu kunci penanganannya yaitu vaksin HPV, yang memiliki peran besar baik sebelum dan sesudah mengalami Kutil Kelamin.
Deteksi dini kutil kelamin serta penegakkan diagnosis perlu dilakukan melalui pemeriksaan klinis. Jika sudah terkena penyakit ini, maka penderitanya tidak boleh lagi acuh tak acuh, karena sebenarnya pengobatannya terhadap kutil kelamin tergolong sulit dan butuh waktu yang lama.
Terapi yang tepat dan kepatuhan dalam terapi menjadi sangat penting, sehingga kutil kelamin tidak semakin parah dan tidak kambuh di kemudian hari. Vaksin HPV yang sebelumnya digunakan sebagai pencegahan, juga perlu diulang kembali setelah mengalami kutil kelamin, tentu saja lewat konsultasi dengan dokter kulit dan kelamin yang tepat.
dr. Anthony Handoko, SpKK, FINSDV, CEO Klinik Pramudia dalam sambutannya mengatakan, hingga saat ini, Kutil Kelamin menjadi Infeksi Menular Seksual (IMS) yang paling banyak ditemukan pada praktik sehari-hari. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Klinik Pramudia, karena hampir semua yang datang untuk berobat sudah dalam kondisi tahap lanjut karena kurang aware, sulit untuk jujur dan terbuka, serta belum punya kesiapan mental untuk melakukan pengobatan.
“Hal ini yang mendorong kami untuk senantiasa melakukan edukasi lewat media massa, serta berupaya mendukung masyarakat untuk berani jujur karena sembuh gak perlu malu,” ujarnya.
Sesuai dengan misi, lanjutnya, sebagai Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin yang berpengalaman dan terpercaya, pihaknya akan tetap berkomitmen dalam memberikan pelayan yang terbaik dan komprehensif terhadap pengobatan dan pencegahan penyakit infeksi menular seksual, khususnya penyakit Kutil Kelamin.
”Sehingga, kami dapat berkontribusi menekan angka insidensinya di Indonesia seiring dengan digalakkannya vaksinasi HPV bagi masyarakat,” beber dr. Anthony.
Kutil Kelamin, yang diakibatkan oleh Human Papilloma Virus (HPV)1. Meskipun umum terjadi, namun memberikan efek tidak hanya sakit fisik tetapi juga mental penderitanya. Terkait tipe HPV, yang paling sering mengakibatkan Kutil Kelamin yaitu tipe 6 dan tipe 11 yaitu sebanyak 90-95% kasus. Pada data statistik dunia, insiden Kutil Kelamin dilaporkan 160-289 kasus per 100,000 penduduk per tahun dan kasus baru pada perempuan 76-191 per 100,000 penduduk.
Di Indonesia, laporan kasus kutil kelamin di Bali selama 3 tahun (2015-2017) didapatkan sebanyak 260 dari 4743 (5,47%) orang menderita kutil kelamin, sedangkan di Surabaya ditemukan 318 dari 3674 (8,7%) orang dengan kutil kelamin.
Tipe HPV yang menyebabkan Kutil Kelamin memang tidak sama dengan tipe HPV yang menyebabkan kanker serviks. Namun dalam beberapa kasus, ketika Kutil Kelamin terjadi pada leher rahim atau di dalam vagina, hal ini dapat menyebabkan perubahan serviks (displasia) yang pada akhirnya bisa berujung pada kanker serviks sebagai bentuk komplikasinya.
Sedangkan Dokter Spesialis Dermatologi Venereologi, dr. Amelia Setiawati Soebyanto, Sp.DV, mengatakan, transmisi atau penularan kutil kelamin ini sebagian besar melalui hubungan atau kontak seksual antara kulit dengan kulit maupun dengan mukosa yang basah dan lembab.
Terkait lokasi, kutil dapat ditemukan di area vulva (labia mayora, minora, liang vagina), serviks (leher rahim), perineum (area antara alat kelamin luar dan anus), area sekitar anus dan saluran anus. Pada laki-laki, kutil dapat tumbuh di pangkal sampai ujung penis, rambut pubis, skrotum maupun anus dan sekitarnya.
“Ketika seseorang melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang terinfeksi HPV, maka kemungkinan 75% dari mereka akan tertular virus ini dan akan mengalami kutil kelamin,” ujar dr. Amelia.
Ia kembali menambahkan, virus ini juga dapat ditularkan dari ibu ke anak saat melahirkan. Meskipun jarang terjadi, kontak langsung maupun tidak langsung melalui benda-benda yang terkontaminasi dengan HPV (fomites) juga dapat mengakibatkan transmisi HPV.
Masa inkubasi kutil kelamin berkisar 2 minggu hingga 9 bulan dan kelainan kulit dan mukosa umumnya akan mulai nampak 2-3 bulan setelah kontak. “Bentuk kutil akan berbeda tergantung pada lokasinya. Bentuk yang menyerupai kembang kol dapat ditemukan pada area mukosa yang hangat, lembab dan tidak berambut seperti di sekitar labia minora dan liang vagina. Kemudian bentuk bintil keabuan gelap pada umumnya dapat ditemukan pada batang penis, area sekitar anus dan perineum,” jelas dr. Amel.
Kutil kelamin tentu bisa dicegah, khususnya lewat langkah pertama yaitu vaksin HPV. Ini yang disebut life before genital warts, perlu ada pertahanan yang kuat. Vaksin HPV memiliki efektivitas yang sangat tinggi dalam mencegah infeksi HPV pada serviks bila diberikan sebelum terjadi paparan terhadap virus, tepatnya sebelum aktif secara seksual (usia 9-12 tahun).
“Beberapa penelitian dan data terkini pun menunjukkan bahwa vaksin HPV menurunkan risiko prekanker dan kanker serviks. Sejak vaksin HPV ini pertama kali direkomendasikan pada tahun 2006 infeksi HPV yang menyebabkan kanker dan kutil kelamin telah berkurang 88% pada remaja dan 81% pada perempuan dewasa,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, dr. Yustin Sumito, SpKK, Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin menyatakan, kekambuhan dan kesembuhan kutil kelamin pada dasarnya tergantung pada bagaimana seseorang menjalani kehidupannya after genital warts, bagaimana pasien patuh terhadap
pengobatan, bagaimana status imunodefisiensi, serta melakukan tindakan preventif agar tidak terjadi kekambuhan. “Namun secara umum, pasien dengan kutil kelamin menunjukkan respon terhadap terapi dalam kurun waktu 3 bulan,” ujar dr. Yustin Sumito.
Pada penanganan kutil kelamin, lanjut dr. Yustin Sumito, tujuan utama terapi adalah untuk menghilangkan lesi terkait HPV, bukan untuk menghilangkan infeksi HPV-nya. Beberapa pilihan terapi yang tersedia yaitu dengan agen topikal, agen non-topikal, dan terapi fotodinamika,” tutur dr. Yustin.
Agen topikal, jelasnya, seperti tinktura podofilin 25%, larutan asam trikloroasetat 80-90%, podofilotoksin 0.5%, imiquimod 5%, dan sinecatechins. Untuk agen non-topikal bisa dengan krioterapi (bedah beku), bedah kauterisasi, laser CO2, dan bedah eksisi.
Selain itu, kata dia, yang juga tak kalah penting setelah seseorang mengalami kutil kelamin adalah vaksinasi. Saat ini, terdapat tiga jenis vaksin HPV yang direkomendasikan, yaitu: Vaksin HPV 9-valent (Gardasil 0, 9vHPV untuk HPV tipe 6, 11, 16, 18, 31, 33, 45, 52, 58); Vaksin HPV kuadrivalen (Gardasil,
4vHPV untuk HPV tipe 6, 11, 16, 18); dan Vaksin HPV bivalen (Cervarix, 2vHPV untuk HPV tipe 16, 18).
“Laju kekambuhan juga masih mencapai sekitar 42.67%. Kekambuhan kutil kelamin sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari faktor host (usia, jenis kelamin, status pernikahan, latar belakang budaya, kebiasaan hidup sehari-hari, kehidupan seksual, dll.); faktor terkait virus HPV, dan
faktor lain terkait kutil itu sendiri,” bebernya.
Selain itu, komplikasi yang disebabkan kutil kelamin pun menjadi tantangan tersendiri. Komplikasi yang dapat ditimbulkan, seperti flat warts, kutil filamentosa, kutil jari atau ibu jari, dan hyperplasia epidermal verukosa; juga menjadi salah satu tantangan yang harus dipikirkan dalam tatalaksana pasien dengan kutil kelamin.
Selain itu, vanksin sebelum dan sesudah terjadinya kutil kelamin juga tidak kalah penting, hal ini tentu untuk lebih menjaga tubuh agar mampu menangkal virus HPV di kemudian hari,” pungkasnya. (ila)