BINJAI, SUMUTPOS.CO- Pengrajin tenun tradisional asal Kota Binjai, Sumatera Utara Ade Fitri (46), bertekad untuk terus melestarikan budaya kain tenun. Hal ini dilakukannya untuk menjaga keberlanjutan tradisi dan budaya. Apalagi, usaha yang saat ini menjadi tanggung jawabnya adalah warisan dari keluarga besarnya.
“Usaha ini sudah lama, saya adalah generasi ketiga penerus usaha pengrajin tenun,” ujarnya kepada awak media (18/6/2023).
Berbagai cobaan sudah dirasakan Ade Fitri untuk mempertahankan usahanya ini, seperti saat Covid-19 kemarin, pemesan tenun turun drastis, sehingga membuat omsetnya juga ikut turun. Nah, pada saat itu dirinya mendapat angin segar, karena mendapat bantuan dari BRI.
“Saya mendapatkan pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI Unit Soekarno Hatta Kota Binjai sebesar Rp25 juta. Stok jualan serta variasi kerajinan saya inipun bertambah. Alhamdulillah pesanan juga menjadi menggeliat,” ujar ibu beranak satu ini.
Wanita berhijab ini mengakui bahwa bangkit usahanya tak lepas dari peran bantuan perbankan. Pada Bulan Desember 2022, pinjaman KUR BRI Ade meningkat menjadi Rp50 juta dengan program pinjaman lunas maju.
“Saat itu pinjaman saya menyisakan tenor 4 bulan, namun saya memutuskan untuk lunas maju mengingat pesanan bertumbuh pesat,” jelas Ade yang juga ketua kelompok pengrajin ‘karya bunda’.
Kendala dari produk tenunnya adalah kesediaan bahan baku benang karena pihaknya belum bisa produksi benang sendiri. Biasanya ia pesan benang dari Kota Tarutung dengan harga per kilogramnya Rp250 ribu.
Perjalanan Panjang sampai Dilirik Perbankan
Pada Tahun 2019 yang lalu, Ade Fitria berkeinginan untuk membuat kelompok UMKM. Awal terbentuk kelompok usaha ini berjumlah 14 orang.
“Tahun 2021 BRI hadir menjadi pengarah bisnis kelompok kami untuk bisa lebih kompetitif,” ungkapnya.
Kelompok usaha tersebut belakangan dikenal dengan sebutan klaster bertenun karya bunda. Klaster ini bernama karya bunda dikarenakan sekumpulan emak-emak berpandangan sama, berupaya bantu ekonomi keluarga, mencari rezeki dengan menjual karya.
Saat itu, Ade berhasil menggandeng masyarakat sekitar untuk belajar dan membantu usaha tenun. “Kini anggota aktif kami bertambah menjadi 25 orang,” ujarnya.
Tak hanya berhenti disitu, polesan tangan dingin ketua klaster ini mampu membuat perbankan semakin percaya. Terbukti dengan diberikan bantuan CSR BRI senilai Rp50 juta rupiah pada November 2022 dalam bentuk bangunan permanen.
Bangunan yang beralamat di Jalanan Kutilang nomor 5, Kota Binjai dimanfaatkan sebagai galeri. Disana dapat ditemui berbagai hasil pengrajin berupa kain tenun adat dan berbagai motif.
Di galerinya, selendang tenun ulos batak dan Uis Karo dibandrol dengan harga Rp200 ribu. Khusus perlengkapan pengantin pesta adat, Ade Fitria mematok harga kisaran Rp12 juta sesuai dengan motif dan warna yang diinginkan pelanggan.
Selain itu ada produk lain berupa tas, kotak tisu, selendang, dompet, sandal, buket, hijab kombinasi dari kain tenun, dan berbagai aksesoris lainnya. Ia menambah variasi jenis produk di galeri berdasarkan permintaan pelanggan.
Wanita lulusan Sekolah Menengah Atas Panca Budi, Kota Medan ini mengaku mampu meraup omset berkisar Rp60 – Rp70 juta per bulan. Laporan pembukuan ini terbuka ke semua anggota klaster usaha.
“Namanya emak-emak harus terbuka laporan keuangan bang, kalau tidak kluster ini gak bertahan sampai sekarang,” ujarnya.
Di tempat berbeda, Branch Manager BO Binjai, Agung Prasetyo mengatakan bahwa perkembangan usaha klaster tenun karya bunda saat ini cukup baik. Pada awalnya cuma bertenun menghasilkan kain saja, tanpa ada pelatihan dan pendampingan. Kini mereka sudah berinovasi dan berkembang memproduksi produk turunan.
Terbentuknya klaster usaha tenun sejak Bulan November 2021, alasannya karena klaster tersebut memiliki anggota aktif sebagai sumber pertumbuhan nasabah baru dalam bentuk simpanan maupun pinjaman.
“Selain itu kami melakukan pendampingan usaha dan memberikan modal pinjaman secara individu sesuai dengan kebutuhan. Memberikan pelatihan untuk bisa berinovasi dengan produk turunannya dan mengikutkan dalam berbagai pameran UMKM BRI. Kami juga membuat galeri dan sanggar sebagai sarana mempromosikan produknya,” ujar Agung.
Bagi UMKM lain, berikut kriteria dari Branch Manager BO Binjai agar dapat dibuat menjadi klaster usaha BRI :
1. Memiliki anggota aktif atas usaha yang sama
2. Tinggal dalam satu wilayah atau kawasan yang berdekatan
3. Memiliki tujuan sama demi memajukan perekonomian
4. Mau berinovasi demi mengembangkan usaha
Ikuti Pameran, Upaya Promosi Kenalkan Branding
Acara yang digelar untuk memamerkan dan mempromosikan produk-produk tenun kepada masyarakat coba dimaksimalkan oleh Ade. Pameran ini memberikan kesempatan bagi para pengrajin tenun untuk memperlihatkan karya-karya mereka, meningkatkan visibilitas produk, menjalin hubungan dengan pelanggan baru, serta menjual dan memasarkan produk secara langsung.
Ade Fitria juga menjelaskan bahwa yang utama adalah calon pelanggan mengenal branding dari karya bunda. Sambil menanamkan mindset pengunjung bahwa kalau mereka ingin menggelar atau sebagai tamu pesta adat, ingatnya ke produk tenun pakaian adat ke produk kami.
Seperti halnya Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) ke-49 yang saat ini sedang berlangsung, terlihat puluhan unsur pemerintahan dan tamu undangan mampir bergantian ke stand ‘karya bunda’.
Sebelumnya Ade juga bercerita rutin mengikuti pameran yang diselenggarakan pemerintah, perusahaan maupun perbankan. Teranyar ia mengikuti acara pameran UMKM yang diselenggarakan BRI di Kakuta, Kota Binjai, yang saat itu dihadiri oleh Ibu Dirut bank plat merah tersebut.
Selain itu, ia juga tiap tahunnya mengikuti acara pameran seperti pesta rakyat simpedes BRI, pameran di acara ulang tahun, dan terakhir diundang ke Kantor RO BRI Medan yang baru direnovasi.
“Saya juga diundang pada acara jalan santai BUMN di Lapangan Alun-alun Stabat, disana kami juga dapat stand pameran,” ujar ketua karya bunda.
Digitalisasi Menunjang Bisnisnya lebih Maju
Point digitalisasi juga memiliki berbagai aspek yang dapat mendukung perkembangan, pemasaran serta kemajuan usaha. Pada acara pameran misalnya, pembeli kebanyakan melakukan transaksi pembayaran ke saya melalui QRIS (transaksi scan barcode).
Tentunya hal ini mempermudah bisnis karena tidak lagi harus menyediakan uang kembalian. Selain itu, fasilitas QRIS juga ia sediakan di galeri. “Untuk reseller, ia menggunakan aplikasi BRImo di smartphone miliknya untuk mengecek transaksi pembayaran,” jelas Ade.
Ia juga manfaatkan media sosial andalannya yang dikenal dengan sebutan WA, FB, dan IG. Melalui ini ia coba memasarkan produknya. Dari upaya pemasarannya, produk yang sudah dipesan custemer sudah sampai ke pulau kalimantan, kota batam, jakarta, pekan baru, dan banyak pesanan di wilayah sumatera Utara.
Saat ini, produk milik kelompok tenun ini bisa diakses melalui katalog elektronik (E-Catalogue) di situs pemerintah, masuk di Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Sumaterera Utara.
Nilai Budaya pada Selendang Ulos
Ulos adalah kain tenun hasil kerajinan khas Batak yang berupa selendang. Ulos melambangkan ikatan kasih sayang antara orang tua dan anak-anaknya. “Selain sebagai simbol ikatan antara orang tua dan anak, ulos juga digunakan untuk menghangatkan badan,” jelas pengusaha kain tenun yang juga ketua klaster di Kota Binjai.
Selain itu, selendang ulos adalah salah satu produk kain tradisional dari Indonesia yang berasal dari suku Batak, terutama Suku Toba dan Suku Karo di Sumatera Utara. Selendang ulos memiliki nilai budaya yang sangat penting bagi masyarakat Batak dan melambangkan identitas serta warisan budaya yang kaya.
Berikut adalah beberapa nilai budaya yang terkandung dalam selendang ulos menurut Ade :
Identitas Suku Batak : Selendang ulos merupakan simbol identitas suku Batak. Pemakaian selendang ulos dalam upacara adat, pernikahan, atau acara budaya lainnya menunjukkan kebanggaan dan penghargaan terhadap warisan budaya suku Batak.
Keindahan dan Kerajinan : Selendang ulos ditenun dengan tangan menggunakan teknik tradisional yang rumit. Proses pembuatan selendang ulos membutuhkan waktu dan ketelitian yang tinggi. Keindahan dan kerajinan dalam selendang ulos menjadikannya sebagai karya seni yang bernilai tinggi dan dihargai secara estetika.
Simbol Keberuntungan dan Perlindungan : Selendang ulos seringkali dianggap sebagai simbol keberuntungan dan perlindungan. Dalam budaya Batak, selendang ulos digunakan dalam berbagai acara penting seperti pernikahan, kelahiran anak, atau pesta adat sebagai simbol harapan untuk kehidupan yang baik dan perlindungan dari roh jahat.
Warisan Budaya yang Dilestarikan : Selendang ulos merupakan bagian dari warisan budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Melalui pemakaian dan produksi selendang ulos, masyarakat Batak menjaga dan melestarikan tradisi dan keterampilan tangan yang diperlukan untuk menciptakan kain tersebut.
Didampingi anggotanya, Juwita Simanjuntak (37) yang bertugas menggulung benang untuk diproses ke proses mangani atau menyusun benang. Mereka kompak memiliki keyakinan atas mitos berdasarkan cerita dari petua adat. Karena dalam proses menenun, leluhur hadir di sekeliling mereka.
Jika salah satu alat bernama panggiunan jatuh ketika membuat ulos, maka dipercaya akan ada tanda yang buruk. Alat baliga tidak boleh dilangkahi, jika dilangkahi ulos yang akan dibuat akan rusak.
Terakhir, alat pagabe mitosnya adalah kalau ada yang bangun rumah, pagabe harus dibawa.”Namun itu hanya mitos, boleh percaya boleh tidak,” pungkasnya. (dat/ram)