MEDAN-Ide Danau Toba dijadikan lokasi judi dan seks, memunculkan pendapat yang beragam dari kalangan masyarakat Sumatera Utara. Seorang anggota DPRDSU malah memberi ide penyediaan fasiltias kapal pesiar yang dilengkapi kasino atau kasino terapung.
Adalah Richard Eddy M Lingga, anggota DPRD Sumut dari Fraksi Golkar yang mencetuskan ide tersebut. Menurutnya, ide kasino terapung yang berada di kapal pesiar dan mengarungi Danau Toba tak lain untuk menambah minat wisatawan. “Bagaimana cara kita menarik masyarakat luar negeri untuk sekalian menikmati Danau Toba. Mau dibuat di kapal pesiar besar dilengkapi kasino dan lain-lain. Keliling sambil berlayar kan asyik,” katanya, Jumat (6/4).
Richard menganggap ide tersebut bukan sesuatu yang salah. “Kalau masalah itu sah-sah saja, asalkan ada izin atau undang-undang yang mengizinkan dan mengaturnya. Apalagi bisa memberi Pendapatan Asli Daerah (PAD) ke daerah daripada orang Indonesia membawa uangnya ke luar negeri,” jelasnya.
Ketika rencana itu terealisasi, menurut Richard, memang perlu dibuat aturan mainnya. Selain itu, fasilitas yang ada untuk perjudian juga jangan tanggung-tanggung. “Tinggal cara mainnya bagaimana. Kan bisa diatur. Kalau di Malaysia, penduduk asli Malaysia tidak diperbolehkan masuk. Bagaimana kalau di Samosir diberlakukan seperti itu,” tambahnya.
Dianggap Ide Gila
Dukungan Richard ini berbanding terbalik dengan tanggapan dari anggota DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Hasrul Azwar. Wakil rakyat asal Sumatera Utara ini menganggap tidak benar Bahauddin Manik yang merupakan Sekretaris Dinas Pendidikan Sumut mengemukakan ide tersebut.
“Itu ide gila kalau benar beliau ngomong seperti itu. Apalagi berasal dari seorang pejabat yang mengurus pendididkan. Itu perlu dipertanyakan dan benar-benar sangat disayangkan,” ungkapnya di Jakarta, kemarin.
Hasrul tidak habis pikir, mengapa sampai keluar ide seperti itu sampai timbul dalam pemikiran seorang pejabat. “Itu benar-benar menabrak semua nilai-nilai yang ada. Baik nilai-nilai agama, budaya dan adat sebagai orang timur. Ini benar-benar kebablasan,” tambahnya.Untuk itu Hasrul menyatakan dengan tegas, sangat menentangnya. “Kalau untuk yang tidak baik, mengapa harus membandingkan dengan negara lain? Jadi kita sangat menentangnya,” tegasnya.
Secara terpisah, hal senada juga dikemukakan pengacara kondang, Jose Silitonga. Menurut pria yang beberapa waktu lalu dikenal membela hak-hak masyarakat melawan Indorayon ini, ide memajukan Danau Toba tidak harus seperti itu. Karena jika tujuannya untuk meningkatkan pariwisata, hal tersebut dipastikan akan sangat mencederai budaya, adat masyarakat, maupun agama yang memang dikenal cukup dipegang kuat oleh masyarakat sekitar danau. “Seperti Bali contohnya, daerah itu tidak memasarkan seks dan judi. Walaupun memang secara terselubung hal-hal tersebut tidak kita pungkiri pasti terjadi. Saya yakin sekarang ini di sekitar Danau Toba juga itu ada, namun tersembunyi. Cuma kalau idenya dibuka dalam forum, itu cederai hati masyarakat,” ungkapnya.
Ada beberapa hal menurut Yose yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke Danau Toba. “Cukup kita lihat konteks spiritual, alam dan budaya masyarakat. Nah ini yang diramu sedemikian rupa. Selain itu paradigma masyarakat yang jelek, juga harus diubah. Pertunjukan seperti ritual adat, ini harus benar-benar dikemas,” jelasnya.
Sementara tokoh masyarakat Batak di Jakarta yang juga duduk sebagai anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Sukur Nababan. dengan tegas menentang. “Jadi saya bukan hanya menentang, tapi melawan. Orang yang melontarkan ide tersebut adalah orang yang tidak paham pariwisata,” tegasnya.
Baginya, pariwisata dan kunjungan pariwisata tidak identik dengan seks dan judi. “Yang dibutuhkan adalah infrastruktur. Baik itu jalan, hotel dan lain-lain. Juga promosi dan kemauan dari semua pihak. Termasuk pemerintah dan masyarakat sekitar,” ungkap Sukur.
Bukti Birokrat tak Punya Strategi
Ketua Bidang Perencanaan Pembangunan Nasional DPP Partai Demokrat, Kastorius Sinaga juga buka suara. Katanya, ide yang muncul dari Sekretaris Dinas Pendidikan Sumut, Bahauddin Manik itu, menunjukkan bahwa kalangan birokrat tak kreatif.
“Gagasan semacam itu menunjukkan orang itu tak punya strategi, tak paham keunikan Danau Toba. Itu hanya jalan pintas. Hanya copy paste dari yang ada di negara tetangga,” ujar Kastorius Sinaga.
Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) itu lebih lanjut mengatakan, gagasan menjadikan Danau Toba sebagai kawasan perjudian dan hiburan seks, merupakan gagasan yang ngawur. Kondisi masyarakat di sekitar Macau (China) dan Genting Highlands (Malaysia), jelas tidak sama dengan kondisi masyarakat di sekitar Danau Toba. “Tidak ada kesesuaian antara kondisi di sana, dengan kondisi masyarakat di sekitar Danau Toba. Juga tidak memikirkan eksesnya. Itulah cara berpikir birokrat yang hanya bisa copy paste, langsung ditempel di sana (Danau Toba, Red),” cetus Kasto, panggilan akrabnya.
Dikatakan, gagasan menjadikan Danau Toba sebagai kawasan perjudian dan seks, sangat jauh dari konsep pengembangan Danau Toba sebagai kawasan wisata yang terintegrasi. “Masyarakat di sekitar bakal jadi korban,” imbuh Staf Ahli Kapolri itu.
Selain dampaknya sangat buruk bagi masyarakat sekitar, lanjutnya , jika Danau Toba dijadikan kawasan judi dan seks pun, belum tentu menarik perhatian wisatawan yang suka judi dan seks. Karena harus bersaing ketat dengan lokasi yang sudah ada di Macau dan Genting Highlands. “Mestinya menawarkan gagasan yang belum ada di pasaran. Bukan tiru-tiru,” ujarnya lagi.
Menurut Kasto, perlu kajian mendalam untuk mencari bentuk wisata yang paling pas di kawasan Danau Toba. Saran Kasto, bentuk wisata yang paling tepat adalah tetap menjual keunikan Danau Toba sebagai danau volcano di dunia. Akan lebih memikat wisatawan asing jika pengembangan Danau Toba tetap berkonsep wisata alam. (ari/gir/sam)