26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

56 Eks Napi Korupsi jadi Caleg

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Keberpihakan partai politik terhadap pemberantasan korupsi, dinilai masih jauh panggang dari api. Itu menyusul, berdasar temuan Indonesia Corruption Watch (ICW), ada 56 mantan narapidana kasus korupsi yang masuk dalam daftar calon tetap (DCT) anggota DPRD dan DPR RI untuk Pemilu 2024 mendatang. Caleg dari Partai Golkar tercatat paling banyak.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, masuknya 56 eks napi korupsi sebagai caleg itu kontradiktif dengan narasi pemberantasan korupsi yang digaungkan partai politik selama ini. “Narasi (pemberantasan korupsi, Red) itu terbukti hanya omong kosongn

belaka,” ujarnya kepada Jawa Pos, kemarin (6/11).

Menurut Kurnia, parpol mestinya memahami bahwa kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini berada di titik rendah. Apalagi jika dikaitkan dengan korupsi di sektor politik. Dimana sebagian atau sekitar satu per tiga aktor yang dijerat oleh KPK dari 2004-2022 berasal dari klaster politik. “Mestinya parpol tidak memberikan tempat bagi mantan napi korupsi,” ujarnya.

Selain parpol, ICW juga menyoroti regulasi penyelenggaraan pemilu yang seolah mengabaikan informasi mengenai keikutsertaan eks napi korupsi dalam pesta demokrasi. Padahal informasi itu perlu diketahui calon pemilih sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pilihannya. “Jika dilihat di website info pemilu KPU, informasi itu tidak ada,” ujarnya.

Menurut Kurnia, langkah KPU tersebut berbeda dengan pemilu sebelumnya. Pada pemilu 2019 lalu, KPU mengumumkan nama-nama mantan terpidana korupsi yang mencalonkan diri sebagai caleg. “Langkah KPU kala itu banyak diapresiasi karena memastikan ketersediaan informasi bagi pemilih menjadi terpenuhi,” imbuh Kurnia. (tyo/jpg)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Keberpihakan partai politik terhadap pemberantasan korupsi, dinilai masih jauh panggang dari api. Itu menyusul, berdasar temuan Indonesia Corruption Watch (ICW), ada 56 mantan narapidana kasus korupsi yang masuk dalam daftar calon tetap (DCT) anggota DPRD dan DPR RI untuk Pemilu 2024 mendatang. Caleg dari Partai Golkar tercatat paling banyak.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, masuknya 56 eks napi korupsi sebagai caleg itu kontradiktif dengan narasi pemberantasan korupsi yang digaungkan partai politik selama ini. “Narasi (pemberantasan korupsi, Red) itu terbukti hanya omong kosongn

belaka,” ujarnya kepada Jawa Pos, kemarin (6/11).

Menurut Kurnia, parpol mestinya memahami bahwa kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini berada di titik rendah. Apalagi jika dikaitkan dengan korupsi di sektor politik. Dimana sebagian atau sekitar satu per tiga aktor yang dijerat oleh KPK dari 2004-2022 berasal dari klaster politik. “Mestinya parpol tidak memberikan tempat bagi mantan napi korupsi,” ujarnya.

Selain parpol, ICW juga menyoroti regulasi penyelenggaraan pemilu yang seolah mengabaikan informasi mengenai keikutsertaan eks napi korupsi dalam pesta demokrasi. Padahal informasi itu perlu diketahui calon pemilih sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pilihannya. “Jika dilihat di website info pemilu KPU, informasi itu tidak ada,” ujarnya.

Menurut Kurnia, langkah KPU tersebut berbeda dengan pemilu sebelumnya. Pada pemilu 2019 lalu, KPU mengumumkan nama-nama mantan terpidana korupsi yang mencalonkan diri sebagai caleg. “Langkah KPU kala itu banyak diapresiasi karena memastikan ketersediaan informasi bagi pemilih menjadi terpenuhi,” imbuh Kurnia. (tyo/jpg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/