Oleh: Ramadhan Batubara
Redaktur Pelaksana Sumut Pos
Andik Vermansyah, gelandangan Indonesia Selection, tak pernah membayangkan akan mendapat jersey atawa kostum David Beckham. Apalagi, sampai membayangkan sang bintang itu memintanya untuk bertukar jersey.
Tapi begitulah, ketika November lalu, saat Indonesia Selection menjamu klub asal Amerika Serikat LA Galaxy Andik memang menjadi bintang. Bahkan, si Beckham sampai melakukan perbuatan curang agar pergerakan Andik terhenti. Itulah sebab, ketika pemain Indonesia lainnya sibuk mengincar jersey-nya, suami Victoria itu malah sibuk mencari Andik. Mungkin, dia merasa bersalah dengan pemain Persebaya tersebut. Sebuah jersey adalah bentuk maaf ala Beckham.
Lain lagi dengan Boaz Salossa. Ketika Indonesia menjamu Timnas Uruguay – sebulan sebelum kisah Andik dan Beckham tadi – jagoan asal Papua itu juga mendapat jersey bintang. Adalah Luis Suarez, striker kebanggaan Uruguay yang memberikan jersey-nya pada Boaz. Alasannya, Boaz adalah satu-satunya pemain Indonesia yang berhasil mencetak gol ke gawang Uruguay. Saat itu Indonesia dipermalukan Uruguay 1-7.
Soal tukaran jersey memang sudah menjadi tradisi di sepakbola. Perhatikan saja, nyaris di setiap laga usai, para pemain saling bertukar jersey. Bahkan, Lionel Messi – bintang Barcelona dan Argentina – sempat mengeluh karena bajunya itu menjadi incaran pemain lawan. Tidak tanggung-tanggung, beberapa pemain malah sudah meminta pada Messi ketika laga belum usai.
Sayangnya, di Sumut, soal ganti jersey belum begitu trend. Setiap PSMS main di Teladan, perhatikanlah, jarang ada yang bertukar jersey. Entahlah, mungkin di Sumut dan secara umum klub Indonesia, jersey masih tergantung pada dana bukan?
Jika di sepakbola Sumut belum marak, tukaran jersey malah marak di dunia politik Sumut. Beberapa politisi Sumut malah tak segan-segan bertukar jersey-nya. Sebut saja HT Milwan, Ali Umri, Arifin Nainggolan dan sebagainya.
Tentu, pergantian jersey yang mereka lakukan atas dasar pertimbangan matang. Ya, tidak sekadar bertukar baju. Pasti ada hitung-hitungannya. Atas nama politik, bukankah hal itu lumrah. Seperti teori klasik ala Aristoteles: politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Nah, mereka yang menjadi politisi harus berpikir cerdas demi kebaikan bukan? Jadi, ketika seorang politisi merasa baju yang dikenakannya sudah tidak bisa mewakili aspirasinya, ya, tinggal ganti baju; ketika seorang politisi merasa baju yang dikenakannya sudah tidak mewakili kebaikan, ya, tinggal ganti baju. Masalah kebaikan bersama atau pribadi kan itu urusan nanti.
Bedanya dengan sepakbola, tukaran jersey tidak mengubah nasib sang pemain. Andik tetaplah Andik dan tidak berubah menjadi Beckham. Pun dengan Boas yang tidak langsung menjadi pemain Liverpool dan Uruguay. Mereka tetap menjadi diri mereka sendiri.
Jersey yang telah mereka miliki hanyalah kebanggaan bagi anak dan cucu mereka nanti. Semakin banyak jersey yang mereka koleksi, maka semakin bangga dia menuliskan kisah hidupnya.
Di politik, tukaran baju berarti kontrak baru, sikap baru, hingga tujuan baru. Repot dan bahkan bisa menjadi senjata makan tuan. Tapi, sekali lagi, begitulah politik. Risiko demi kebaikan bersama itu memang besar. Mereka yang berani tukar baju berarti memiliki dasar yang kuat. Tidak sembarangan itu! (*)