26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

70 Persen Gubernur di Sumatera Korupsi

JAKARTA-Data ini pastinya membuat para gubernur di wilayah Sumatera ketar-ketir. Pasalnya, peluang terseret kasus korupsi cukup besar. Bayangkan saja, 70 persen gubernur yang ada di Sumatera tersangkut kasus korupsi. Dengan kata lain, dari 10 provinsi yang ada di wilayah Sumatera, hanya gubernur tiga provinsi yang tak terseret korupsi.

Data ini termasuk dalam list 173 kepala daerah hingga 2012, yang tersangkut korupsi, yang dirilis Kemendagri. Tujuh gubernur di wilayah Sumatera itu adalah Gubernur Aceh Abdullah Puteh, Gubernur Sumbar Zaenal Bakar yang sempat menjadi tersangka kasus korupsi APBD 2002. Selanjutnya Gubernur Sumut Syamsul Arifin (kasus APBD Langkat), Gubernur Bengkulu Agusrin Najamudin (kasus dana PPB/BPHTB).

Berikutnya Gubernur Kepri Ismeth Abdullah (kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran), Gubernur Sumsel Syahrial Oesman (kasus dugaan suap alih fungsi hutan lindung menjadi pelabuhan Tanjung Api-api), dan Gubernur Riau Saleh Djasit (kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran). Teranyar, Gubernur Riau Rusli Zainal dicekal KPK dalam kasus suap PON Riau.

Hanya Jambi, Lampung, dan Babel saja yang gubernurnya tidak tersangkut kasus korupsi. Dengan catatan, Gubernur Lampung Sjachroedin ZP pernah dimintai keterangan KPK terkait kasus pengadaan tanah untuk pembangkit listrik tenaga uap di Lampung Selatan pada 2007.

Untuk tingkat Kabupaten/Kota di Sumut, yang tersangkut korupsi adalah Wali Kota Medan Abdillah, Wali Kota Tanjungbalai Sutrisno Hadi (kasus anggaran MTQN), Pj Bupati Serdangbedagai Chairullah (kasus dana proyek pembinaan keamanan 2004), Bupati Nias Binahati B (kasus dana PSDA kehutanan 2001), Bupati Simalungun Zulkarnain Damanik, Wali Kota Siantar RE Siahaan, Bupati Asahan Risuddin, Bupati Tobasa Monang Sitorus, Bupati Deliserdang Amri Tambunan (saksi kasus proyek swakelola 2005 pada Dinas Kimpraswil dengan tersangka Faisal dkk), Bupati Palas Basyrah Lubis, dan Bupati Nias Selatan Fuhuwusa Laia.

Sebelumnya, juru bicara Kemendagri Reydonnyzar Moenek, menjelaskan, 173 kepala daerah yang tercatat di Kemendagri, terdiri dari beberapa status. Mulai dari saksi, tersangka, terdakwa hingga terpindana.

Dijelaskan, berdasarkan kajian dari Kemendagri ada beberapa hal yang menyebabkan jumlah kepala daerah yang tersangkut korupsi terus meningkat. Pertama, latar belakang kepala daerah di Tanah Air sangat beragam. Mulai birokrat, politisi, pengusaha, hingga artis.

Nah, dari situ banyak orang yang sebenarnya pemahaman dan kemampuan tentang birokrasi sangat kurang, terutama tentang sistem regulasi keuangan daerah. Misalnya pengusaha dan artis. Mereka akhirnya terjebak dalam kasus korupsi lantaran keputusan yang diambilnya ternyata melanggar ketentuan yang berlaku. Padahal sebenarnya mereka tidak berniat melakukan korupsi.

Kedua adalah faktor SDM di daerah yang masih terbatas. Apalagi masih banyak ditemukan orang-orang yang tidak berkompeten diberi jabatan strategis hanya karena yang bersangkutan tim sukses kepala daerah yang menang.  Sedangkan yang ketiga adalah karena ada niat dari kepala daerah untuk melakukan korupsi. (sam)

JAKARTA-Data ini pastinya membuat para gubernur di wilayah Sumatera ketar-ketir. Pasalnya, peluang terseret kasus korupsi cukup besar. Bayangkan saja, 70 persen gubernur yang ada di Sumatera tersangkut kasus korupsi. Dengan kata lain, dari 10 provinsi yang ada di wilayah Sumatera, hanya gubernur tiga provinsi yang tak terseret korupsi.

Data ini termasuk dalam list 173 kepala daerah hingga 2012, yang tersangkut korupsi, yang dirilis Kemendagri. Tujuh gubernur di wilayah Sumatera itu adalah Gubernur Aceh Abdullah Puteh, Gubernur Sumbar Zaenal Bakar yang sempat menjadi tersangka kasus korupsi APBD 2002. Selanjutnya Gubernur Sumut Syamsul Arifin (kasus APBD Langkat), Gubernur Bengkulu Agusrin Najamudin (kasus dana PPB/BPHTB).

Berikutnya Gubernur Kepri Ismeth Abdullah (kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran), Gubernur Sumsel Syahrial Oesman (kasus dugaan suap alih fungsi hutan lindung menjadi pelabuhan Tanjung Api-api), dan Gubernur Riau Saleh Djasit (kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran). Teranyar, Gubernur Riau Rusli Zainal dicekal KPK dalam kasus suap PON Riau.

Hanya Jambi, Lampung, dan Babel saja yang gubernurnya tidak tersangkut kasus korupsi. Dengan catatan, Gubernur Lampung Sjachroedin ZP pernah dimintai keterangan KPK terkait kasus pengadaan tanah untuk pembangkit listrik tenaga uap di Lampung Selatan pada 2007.

Untuk tingkat Kabupaten/Kota di Sumut, yang tersangkut korupsi adalah Wali Kota Medan Abdillah, Wali Kota Tanjungbalai Sutrisno Hadi (kasus anggaran MTQN), Pj Bupati Serdangbedagai Chairullah (kasus dana proyek pembinaan keamanan 2004), Bupati Nias Binahati B (kasus dana PSDA kehutanan 2001), Bupati Simalungun Zulkarnain Damanik, Wali Kota Siantar RE Siahaan, Bupati Asahan Risuddin, Bupati Tobasa Monang Sitorus, Bupati Deliserdang Amri Tambunan (saksi kasus proyek swakelola 2005 pada Dinas Kimpraswil dengan tersangka Faisal dkk), Bupati Palas Basyrah Lubis, dan Bupati Nias Selatan Fuhuwusa Laia.

Sebelumnya, juru bicara Kemendagri Reydonnyzar Moenek, menjelaskan, 173 kepala daerah yang tercatat di Kemendagri, terdiri dari beberapa status. Mulai dari saksi, tersangka, terdakwa hingga terpindana.

Dijelaskan, berdasarkan kajian dari Kemendagri ada beberapa hal yang menyebabkan jumlah kepala daerah yang tersangkut korupsi terus meningkat. Pertama, latar belakang kepala daerah di Tanah Air sangat beragam. Mulai birokrat, politisi, pengusaha, hingga artis.

Nah, dari situ banyak orang yang sebenarnya pemahaman dan kemampuan tentang birokrasi sangat kurang, terutama tentang sistem regulasi keuangan daerah. Misalnya pengusaha dan artis. Mereka akhirnya terjebak dalam kasus korupsi lantaran keputusan yang diambilnya ternyata melanggar ketentuan yang berlaku. Padahal sebenarnya mereka tidak berniat melakukan korupsi.

Kedua adalah faktor SDM di daerah yang masih terbatas. Apalagi masih banyak ditemukan orang-orang yang tidak berkompeten diberi jabatan strategis hanya karena yang bersangkutan tim sukses kepala daerah yang menang.  Sedangkan yang ketiga adalah karena ada niat dari kepala daerah untuk melakukan korupsi. (sam)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/