Ramadhan Batubara
Ada senyum yang mengembang ketika vonis selesai dibacakan; empat tahun sepuluh bulan penjara. Ya, Nazaruddin sama sekali tidak terlihat melawan, begitu juga ketika ditetapkan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan. Usai sidang Nazaruddin sibuk mengumbar senyum.
Terlalu banyak senyum ini malah memunculkan berbagai pertanyaan. Bagaimana tidak, ketika sesorang divonis bersalah biasanya orang cemberut atau malah sampai menangis. Apakah senyum itu bisa dikatakan sebagai sandi?
Apakah Nazaruddin merasa puas setelah divonis seperti itu? Ya, setidaknya, hukumannya itu jauh di bawah tuntutan jaksa. Kalau saja dia puas, tampaknya arti senyum itu sudah dianggap selesai. Wajarkan orang yang puas tersenyum?
Masalahnya, si mantan bendahara Partai Demokrat ini menyatakan tidak menerima putusan itu di depan berbagai wartawan yang hadir di lokasi. Lalu, kenapa dia tersenyum?
Baiklah, kita lihat dulu arti kata ‘senyum’ yang sebenarnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) cetakan 1990, ‘senyum’ adalah gerak tawa ekspresif yang tidak brsuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya. Berdasarkan arti itu, berarti Nazaruddin puas dengan vonis tersebut bukan?
Tapi tunggu dulu, menurut KBBI, senyum juga bisa berganti makna ketika ditambah kata lain. Misalnya ketika disandingkan dengan kata ‘buaya’ maka artinya menjadi senyum palsu. Ketika disandingkan dengan kata ‘kambing’ maka artinya mengejek. Bisa juga sandingkan dengan kata ‘kucing’ yang berarti senyum yang mengandung muslihat. Nah, senyum mana yang diumbar oleh Nazaruddin?
Terlepas dari itu, vonis Nazaruddin ternyata bisa mengundang senyum lain. Ya, senyum masam bagi mereka yang mencari keadilan. Misalnya, vonis bagi maling-maling kecil di berbagai pelosok Indonesia; yang harus hidup di penjara sekian lama. Pun, senyum tawar yang muncul di muka para penghuni penjara tanpa pernah merasakan sidang.
Senyum Nazaruddin tadi meski tidak harus tapi bisa dikatakan sebagai misteri. Tentu , ini terkait benang kusut yang tercipta maupun diciptakan dalam menguak kasus wisma atlet. Sudah bukan rahasia lagi kalau sidang tersebut melibatkankan orang-orang penting di negeri ini. Nah, senyuman sesudah vonis maupun sebelum sidang yang diumbar Nazaruddin cukup mencurigakan? Apalagi, senyum itu bisa dikatakan tidak tuntas. Belum selesai karena yang menjadi misteri sejatinya bukan senyuman Nazaruddin, tapi soal vonis itu.
Tentu misteri senyum Nazaruddin tidak seperti Monalisa karya Leonardo Da Vinci. Pada lukisan itu, senyum sang model memang cukup misterius; tipis dan datar. Berbagai pakar berusaha menguak makna senyum. Hasilnya, belum juga ada yang pas. Apalagi, si Leonardo tak meninggalkan catatan apapun soal lukisan tersebut. Maka, senyum Monalisa tetaplah misteri.
Sementara senyum si Nazaruddin masih bisa dikembangkan. Pelaku senyum itu masih hidup dan masih begitu banyak catatan yang bisa dikoak dari kasus yang menjeratnya. Lalu, apakah para pakar tertarik untuk menguak makna senyum itu? Kita tunggulah. (*)