28 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Pemilih Cerdas untuk Perubahan

Oleh:Benni Sinaga, SE

 Saatnya rakyat cerdas untuk memilih pemerintah/pemimpinnya yang bisa menjunjung tinggi nilai dan martabat orang-orang tertindas, miskin dan memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.

Kita selalu mengeluh dan kesal atas semua tindakan pemerintah yang tak pernah menjawab kepada persoalan rakyat, kita tidak sadar bahwa kitalah yang memilihnya, di saat kita memilih pemerintah kita tidak tahu lebih dalam bagaimana visinya, perubahan apa yang harus dikerjakan, bagaimana wataknya dan lain-lain.  Masyarakat tabu akan hal seperti ini sehingga tidak memiliki sifat dasar kenapa dia harus memilih pilihannya
Telah lama kita dikelabuhi oleh janji dan rayuan gombal para calon pemerintahan seperti (Presiden, Gubernur, wali kota, bupati) dan lain–lain yang membawa rakyatnya kejurang penderitaan.

Saatnya rakyat cerdas untuk menentukan pilihan, jangan lagi kebobolan dalam memilih pemimpin, kenali lebih dalam dan ikuti perkembagannya serta yang paling utama adalah profil para kandidat.

Jangan tergiur dengan janji politik, bahasa iklan dan kecerdikan tim-tim sukses yang terus membawa rakyat ke jurang penderitaan. Mari bangkit dan tinggalkan hal-hal yang membuat kita tidak bisa maju.

Yang membuat negeri ini tidak bisa menyukseskan pesta demokrasi adalah uang (hepeng) dengan kata lain demokrasi kita masih dapat dibeli.
Jadi kalau rakyat masih terus dikelabui uang, maka rakyat akan masuk ke jurang penderitaan dan takkan pernah bisa keluar dari jurang penderitaan tersebut.

Jurang perderitaan tersebut maksudnya (kemiskinan, pengangguran, anak-anak terlantar, dan materialisme). Jadi saatnya rakyat sadar dan rakyat cerdas dalam memilih.

Tahun 2013 nanti, Sumatera Utara akan melaksanakan pesta demokrasi yaitu pemilihan gubernur dan wakil gubernur.
Semua kandidat atau para calon sudah mengatur strategi dan membuat taktik untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat.

Saya pikir yang menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur adalah yang dapat melihat persoalan yang krusial adalah pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan dan masalah yang lain seperti masalah pendidikan, HAM, ketahanan pangan, ketahanan energi, pengangguran, anak yang putus sekolah dan lain–lain .

Dari beberapa pengalaman dan pengamatan pada saat pesta demokrasi tiba rakyat disanjung dan dipuja seperti dewa dan bidadari, tetapi setelah pesta demokrasi usai maka rakyat ditelantarkan dan ditindas dengan berbagai penderitaan.

Sama seperti pepatah mengatakan “Habis manis sepah dibuang”. Saatnya rakyat sadar dan cerdas dalam menentukan pilihan. Kedaulatan ada di tangan rakyat, mari tentukan pilihan jangan takut untuk sebuah kebenaran dan kesuksesan demokrasi.

Ketahuilah kekuatan rakyat tak terkalahkan jika rakyat bersatu maka disitulah terhimpun kekuatan yang tak terkalahkan, penulis terinspirasi melihat kekuatan rakyat dalam pengumpulan koin Prita dimana uang/koin yang terkumpul bisa mencapai ratusan juta. Itulah menandakan rakyat memiliki kekuatan penuh dalam kesuksesan negeri ini.

Menyoal Memilih atau Tidak Memilih
Memilih atau tidak memilih merupakan dilema bagi masyarakat, dimana masyarakat mulai bosan dengan sistem demokrasi di negeri ini. Sebagai warga negara yang baik memang kita harus memilih supaya demokrasi berjalan dengan baik, karena kedaulatan sepenuhnya sudah diberikan kepada rakyat.
Rakyatlah yang menentukan, rakyat harus memiliki karakter pemilih yang cerdas dan bijaksana. Dilema ketidak-sadaran dan ketidak-cerdasan pemilih memang persoalan yang fundamental.

Maka cukup rasional, persoalan fundamental ini disandingkan dengan fenomena golput di dalam setiap pemilihan. Golput dimotori oleh, keterbatasaan informasi, apatisme, dan apolitis.

Kurangnya pendidikan politik pemilih serasa signifikan melahirkan bertambahnya angka golput. Buktinya (2005–2007) golput memenangi 41,31 persen (2005), 42,86 persen (2006) menjadi 50 persen (2007) dari 26 pilkada kabupaten/kota.

Data itu menunjukkan besarnya potensi golput dan bahkan kemenangan golput. Dengan potensi golput sebesar ini, maka perhatian serius perlu di tujukan untuk membangun kembali kesadaran dan kecerdasan politik warga, terutama kaum tertindas/kaum miskin, dalam karyanya Freire, Pedagogy of the Oppresed, menekankan pentingnya pendidikan berkesadaran menuju ketiadaan penindasan, dalam konteks yang lebih operasional, bisa dilakukan oleh penyelenggara melalui sosialisasi.

Sosialisasi diselengarakan oleh penyelenggara harus memposisikan diri sebagai agen demitologisasi dalam menghadapi masalah dan menganggap dialog sebagai instrumen terpenting, memberikan motivasi pemilih menjadi pemikir kritis dan merangsang kreativitas aksi dalam menghadapi persoalan politik.
Kalau perlu, sosialisasi kedepan haruslah diatur sedemikian rupa menyerupai sarana pendidikan politik non formal yang mencerdaskan.

Tidak hanya sekadar mengajak pemilih untuk mencoblos atau menggunakan hak pilihnya saja, akan tetapi mampu mengajak pemilih untuk berpikir, mampu membongkar profil, visi, misi, program, dan arah kebijakan kandidat, sehingga pada akhirnya, pemilih tidak hanya pandai memilih dengan benar, tetapi mampu mendampingi lima tahun kedepan krtisisme dari kontruksi kesadaran dan kecerdasan politik yang dimilikinya.

 Solusi
Dengan hal ini disinilah pemerintah harus bijak dan tanggap melihat permasalahan dan kondisi ini. Bagaimana pemerintah dapat meyakinkan rakyatnya untuk memilih.

Itu harus dibuktikan dengan kinerjanya yang pro kepada rakyat bukan pro kepada Borjuis dan kapitalis. Lihat kesejahteraan rakyat jikalau rakyat tidak mau lagi untuk memilih bagaimana dengan negara kita apakah masih bisa dikatakan negara demokrasi dengan demikian  kepala daerah pun juga tidak terpilih. Jalanilah tugas dengan baik setelah terpilih.

Tugas dan kewajiban pemerintah adalah kekuasaan harus dipergunakan demi kebaikan bersama dan tidak dibenarkan untuk kepentingan pribadi.
Pemerintah memiliki kewajiban kepada rakyatnya yakni mengusahakan kesejahteraan dan kebajikan hidup bersama, mengarahkan rakyat untuk mencapai kebahagiaan hidup abadi setelah mati, pembela dan penjaga keadilan serta menjaga perdamaian. (*)

Penulis adalah Dosen STIE IBMI Medan dan Aktif di Campus Concern Medan (CC-Medan) 

Oleh:Benni Sinaga, SE

 Saatnya rakyat cerdas untuk memilih pemerintah/pemimpinnya yang bisa menjunjung tinggi nilai dan martabat orang-orang tertindas, miskin dan memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.

Kita selalu mengeluh dan kesal atas semua tindakan pemerintah yang tak pernah menjawab kepada persoalan rakyat, kita tidak sadar bahwa kitalah yang memilihnya, di saat kita memilih pemerintah kita tidak tahu lebih dalam bagaimana visinya, perubahan apa yang harus dikerjakan, bagaimana wataknya dan lain-lain.  Masyarakat tabu akan hal seperti ini sehingga tidak memiliki sifat dasar kenapa dia harus memilih pilihannya
Telah lama kita dikelabuhi oleh janji dan rayuan gombal para calon pemerintahan seperti (Presiden, Gubernur, wali kota, bupati) dan lain–lain yang membawa rakyatnya kejurang penderitaan.

Saatnya rakyat cerdas untuk menentukan pilihan, jangan lagi kebobolan dalam memilih pemimpin, kenali lebih dalam dan ikuti perkembagannya serta yang paling utama adalah profil para kandidat.

Jangan tergiur dengan janji politik, bahasa iklan dan kecerdikan tim-tim sukses yang terus membawa rakyat ke jurang penderitaan. Mari bangkit dan tinggalkan hal-hal yang membuat kita tidak bisa maju.

Yang membuat negeri ini tidak bisa menyukseskan pesta demokrasi adalah uang (hepeng) dengan kata lain demokrasi kita masih dapat dibeli.
Jadi kalau rakyat masih terus dikelabui uang, maka rakyat akan masuk ke jurang penderitaan dan takkan pernah bisa keluar dari jurang penderitaan tersebut.

Jurang perderitaan tersebut maksudnya (kemiskinan, pengangguran, anak-anak terlantar, dan materialisme). Jadi saatnya rakyat sadar dan rakyat cerdas dalam memilih.

Tahun 2013 nanti, Sumatera Utara akan melaksanakan pesta demokrasi yaitu pemilihan gubernur dan wakil gubernur.
Semua kandidat atau para calon sudah mengatur strategi dan membuat taktik untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat.

Saya pikir yang menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur adalah yang dapat melihat persoalan yang krusial adalah pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan dan masalah yang lain seperti masalah pendidikan, HAM, ketahanan pangan, ketahanan energi, pengangguran, anak yang putus sekolah dan lain–lain .

Dari beberapa pengalaman dan pengamatan pada saat pesta demokrasi tiba rakyat disanjung dan dipuja seperti dewa dan bidadari, tetapi setelah pesta demokrasi usai maka rakyat ditelantarkan dan ditindas dengan berbagai penderitaan.

Sama seperti pepatah mengatakan “Habis manis sepah dibuang”. Saatnya rakyat sadar dan cerdas dalam menentukan pilihan. Kedaulatan ada di tangan rakyat, mari tentukan pilihan jangan takut untuk sebuah kebenaran dan kesuksesan demokrasi.

Ketahuilah kekuatan rakyat tak terkalahkan jika rakyat bersatu maka disitulah terhimpun kekuatan yang tak terkalahkan, penulis terinspirasi melihat kekuatan rakyat dalam pengumpulan koin Prita dimana uang/koin yang terkumpul bisa mencapai ratusan juta. Itulah menandakan rakyat memiliki kekuatan penuh dalam kesuksesan negeri ini.

Menyoal Memilih atau Tidak Memilih
Memilih atau tidak memilih merupakan dilema bagi masyarakat, dimana masyarakat mulai bosan dengan sistem demokrasi di negeri ini. Sebagai warga negara yang baik memang kita harus memilih supaya demokrasi berjalan dengan baik, karena kedaulatan sepenuhnya sudah diberikan kepada rakyat.
Rakyatlah yang menentukan, rakyat harus memiliki karakter pemilih yang cerdas dan bijaksana. Dilema ketidak-sadaran dan ketidak-cerdasan pemilih memang persoalan yang fundamental.

Maka cukup rasional, persoalan fundamental ini disandingkan dengan fenomena golput di dalam setiap pemilihan. Golput dimotori oleh, keterbatasaan informasi, apatisme, dan apolitis.

Kurangnya pendidikan politik pemilih serasa signifikan melahirkan bertambahnya angka golput. Buktinya (2005–2007) golput memenangi 41,31 persen (2005), 42,86 persen (2006) menjadi 50 persen (2007) dari 26 pilkada kabupaten/kota.

Data itu menunjukkan besarnya potensi golput dan bahkan kemenangan golput. Dengan potensi golput sebesar ini, maka perhatian serius perlu di tujukan untuk membangun kembali kesadaran dan kecerdasan politik warga, terutama kaum tertindas/kaum miskin, dalam karyanya Freire, Pedagogy of the Oppresed, menekankan pentingnya pendidikan berkesadaran menuju ketiadaan penindasan, dalam konteks yang lebih operasional, bisa dilakukan oleh penyelenggara melalui sosialisasi.

Sosialisasi diselengarakan oleh penyelenggara harus memposisikan diri sebagai agen demitologisasi dalam menghadapi masalah dan menganggap dialog sebagai instrumen terpenting, memberikan motivasi pemilih menjadi pemikir kritis dan merangsang kreativitas aksi dalam menghadapi persoalan politik.
Kalau perlu, sosialisasi kedepan haruslah diatur sedemikian rupa menyerupai sarana pendidikan politik non formal yang mencerdaskan.

Tidak hanya sekadar mengajak pemilih untuk mencoblos atau menggunakan hak pilihnya saja, akan tetapi mampu mengajak pemilih untuk berpikir, mampu membongkar profil, visi, misi, program, dan arah kebijakan kandidat, sehingga pada akhirnya, pemilih tidak hanya pandai memilih dengan benar, tetapi mampu mendampingi lima tahun kedepan krtisisme dari kontruksi kesadaran dan kecerdasan politik yang dimilikinya.

 Solusi
Dengan hal ini disinilah pemerintah harus bijak dan tanggap melihat permasalahan dan kondisi ini. Bagaimana pemerintah dapat meyakinkan rakyatnya untuk memilih.

Itu harus dibuktikan dengan kinerjanya yang pro kepada rakyat bukan pro kepada Borjuis dan kapitalis. Lihat kesejahteraan rakyat jikalau rakyat tidak mau lagi untuk memilih bagaimana dengan negara kita apakah masih bisa dikatakan negara demokrasi dengan demikian  kepala daerah pun juga tidak terpilih. Jalanilah tugas dengan baik setelah terpilih.

Tugas dan kewajiban pemerintah adalah kekuasaan harus dipergunakan demi kebaikan bersama dan tidak dibenarkan untuk kepentingan pribadi.
Pemerintah memiliki kewajiban kepada rakyatnya yakni mengusahakan kesejahteraan dan kebajikan hidup bersama, mengarahkan rakyat untuk mencapai kebahagiaan hidup abadi setelah mati, pembela dan penjaga keadilan serta menjaga perdamaian. (*)

Penulis adalah Dosen STIE IBMI Medan dan Aktif di Campus Concern Medan (CC-Medan) 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/