26 C
Medan
Friday, December 5, 2025

Perdana Jabat Kajari Nisel, Edmond Novvery Purba Lakukan Restorative Justice terhadap Kasus KDRT

SUMUTPOS.CO – Perdana menjabat Kajari Nias Selatan (Nisel), Edmond Novvery Purba langsung melaksanakan proses penyelesaian perkara melalui restorative justice (RJ) terhadap tersangka Yanuari Duho alias Ama Erna, tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Rabu (23/7) lalu, sekira pukul 19.10 WIB.

Dalam konferensi pers yang dipimpin langsung Edmond, didampingi Kasi Intelijen Alex Bill Mando Daeli, Kasi Pidum Juni Kristian Telaumbanua, menjelaskan kronologis kejadian. Bermula pada Senin, 5 Mei 2025, sekira pukul 19.00 WIB, setelah bekerja di sawah saksi korban bersama-sama dengan saksi Melia alias Ina Erna, pulang ke rumahnya dengan mengendarai sepeda motor. Setibanya dirumah saksi korban dan saksi berinisial MZ, langsung masuk ke dalam rumah. Kemudian saksi korban menyimpan dan merapikan peralatan.

Beberapa saat kemudian, tersangka Yanuari Duho pulang ke rumahnya dengan mengendarai sepeda motornya. Selanjutnya tersangka menghampiri lalu menarik tangan kanan saksi MZ dengan tangan kiri tersangka dengan maksud mengajak saksi MZ untuk berbicara, namun MZ tidak ingin berbicara dengan tersangka. Mendapat penolakan tersebut, tersangka tetap memaksa MZ untuk berbicara sambil menarik tangan.

Sehingga saksi korban yang melihat hal tersebut langsung menghampiri tersangka.

“Pa, jangan tarik-tarik tangan mamaku, lagi sakit mamaku itu,” tutur saksi korban.

Setelah mendengar perkataan saksi korban tersebut, tersangka melepaskan genggaman tangannya dari tangan saksi MZ, kemudian dengan keadaan emosi tersangka menghampiri saksi korban lalu menggenggam tangan kanan saksi korban hingga tangan saksi korban lebam kemerahan.

Selanjutnya tersangka menarik tangan saksi korban dan menampar pipi sebelah kiri saksi korban dengan menggunakan tangan kanannya sebanyak satu kali, kemudian tersangka memukul lengan kiri bagian atas saksi Korban sebanyak satu kali, dan memukul punggung belakang bagian bawah saksi korban.

Setelah itu saksi korban dan saksi MZ hendak meninggalkan tersangka di rumahnya, namun tersangka langsung menjambak rambut saksi korban dan membawanya ke depan rumah dengan cara menarik baju saksi korban. Kemudian tersangka kembali menarik saksi korban ke dalam rumah, lalu pergi keluar rumah dan meninggalkan saksi korban.

Akibat perbuatan tersangka, saksi korban mengalami lebam kemerahan di punggung belakang bagian bawah, dan luka lebam kemerahan pada tangan kanan atas sebelah kanan, yang diakibatkan oleh kekerasan (trauma) benda tumpul, sebagaimana hasil visum et repertum Nomor: 441/0254/PKM-LLW/V/2025 tertanggal 14 Mei 2025.

Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020, tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Perkara, tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif.

“Dalam hal ini tersangka memenuhi semua syarat pelaksanaan penyelesaian berdasarkan restorative justice. Proses ini telah mendapatkan persetujuan dari Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut, sebagaimana tercantum dalam Surat Persetujuan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut Nomor: R-253/L.2/Etl.2/07/2025 tertanggal 21 Juli 2025”, ungkap Edmond.

Edmond juga mengatakan, dalam rangka penyelesaian perkara ini, Kejari Nisel mengeluarkan surat ketetapan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif, dengan Nomor: PRINT-549/L.2.30/Eku.2/07/2025, tertanggal 23 Juli 2025.

“Dalam hal ini, tersangka dan korban adalah seorang ayah dan anak, dua jiwa yang terikat oleh darah dan kasih sayang. Kami menyadari, dalam perjalanan hidup, kesalahan bisa terjadi. Namun kami berharap melalui restorative justice, luka yang ada dapat sembuh, tidak hanya melalui hukuman, namun dengan saling memaafkan dan memberi kesempatan bagi kedua pihak untuk menemukan kedamaian,” jelas Edmond.

“Kami berharap, kedamaian dan pengertian akan kembali terjalin, dan dengan demikian membangun kembali rasa cinta serta kepercayaan yang mungkin sempat hilang. Melalui pendekatan ini, diharapkan keduanya dapat melangkah bersama menuju kehidupan keluarga yang lebih harmonis dan penuh kasih. Kami berharap, penyelesaian perkara melalui restorative justice ini, dapat memberikan rasa keadilan yang hakiki bagi korban, serta memberikan efek jera bagi pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya,” pungkas Edmond. (mag-8/saz)

SUMUTPOS.CO – Perdana menjabat Kajari Nias Selatan (Nisel), Edmond Novvery Purba langsung melaksanakan proses penyelesaian perkara melalui restorative justice (RJ) terhadap tersangka Yanuari Duho alias Ama Erna, tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Rabu (23/7) lalu, sekira pukul 19.10 WIB.

Dalam konferensi pers yang dipimpin langsung Edmond, didampingi Kasi Intelijen Alex Bill Mando Daeli, Kasi Pidum Juni Kristian Telaumbanua, menjelaskan kronologis kejadian. Bermula pada Senin, 5 Mei 2025, sekira pukul 19.00 WIB, setelah bekerja di sawah saksi korban bersama-sama dengan saksi Melia alias Ina Erna, pulang ke rumahnya dengan mengendarai sepeda motor. Setibanya dirumah saksi korban dan saksi berinisial MZ, langsung masuk ke dalam rumah. Kemudian saksi korban menyimpan dan merapikan peralatan.

Beberapa saat kemudian, tersangka Yanuari Duho pulang ke rumahnya dengan mengendarai sepeda motornya. Selanjutnya tersangka menghampiri lalu menarik tangan kanan saksi MZ dengan tangan kiri tersangka dengan maksud mengajak saksi MZ untuk berbicara, namun MZ tidak ingin berbicara dengan tersangka. Mendapat penolakan tersebut, tersangka tetap memaksa MZ untuk berbicara sambil menarik tangan.

Sehingga saksi korban yang melihat hal tersebut langsung menghampiri tersangka.

“Pa, jangan tarik-tarik tangan mamaku, lagi sakit mamaku itu,” tutur saksi korban.

Setelah mendengar perkataan saksi korban tersebut, tersangka melepaskan genggaman tangannya dari tangan saksi MZ, kemudian dengan keadaan emosi tersangka menghampiri saksi korban lalu menggenggam tangan kanan saksi korban hingga tangan saksi korban lebam kemerahan.

Selanjutnya tersangka menarik tangan saksi korban dan menampar pipi sebelah kiri saksi korban dengan menggunakan tangan kanannya sebanyak satu kali, kemudian tersangka memukul lengan kiri bagian atas saksi Korban sebanyak satu kali, dan memukul punggung belakang bagian bawah saksi korban.

Setelah itu saksi korban dan saksi MZ hendak meninggalkan tersangka di rumahnya, namun tersangka langsung menjambak rambut saksi korban dan membawanya ke depan rumah dengan cara menarik baju saksi korban. Kemudian tersangka kembali menarik saksi korban ke dalam rumah, lalu pergi keluar rumah dan meninggalkan saksi korban.

Akibat perbuatan tersangka, saksi korban mengalami lebam kemerahan di punggung belakang bagian bawah, dan luka lebam kemerahan pada tangan kanan atas sebelah kanan, yang diakibatkan oleh kekerasan (trauma) benda tumpul, sebagaimana hasil visum et repertum Nomor: 441/0254/PKM-LLW/V/2025 tertanggal 14 Mei 2025.

Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020, tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Perkara, tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif.

“Dalam hal ini tersangka memenuhi semua syarat pelaksanaan penyelesaian berdasarkan restorative justice. Proses ini telah mendapatkan persetujuan dari Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut, sebagaimana tercantum dalam Surat Persetujuan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut Nomor: R-253/L.2/Etl.2/07/2025 tertanggal 21 Juli 2025”, ungkap Edmond.

Edmond juga mengatakan, dalam rangka penyelesaian perkara ini, Kejari Nisel mengeluarkan surat ketetapan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif, dengan Nomor: PRINT-549/L.2.30/Eku.2/07/2025, tertanggal 23 Juli 2025.

“Dalam hal ini, tersangka dan korban adalah seorang ayah dan anak, dua jiwa yang terikat oleh darah dan kasih sayang. Kami menyadari, dalam perjalanan hidup, kesalahan bisa terjadi. Namun kami berharap melalui restorative justice, luka yang ada dapat sembuh, tidak hanya melalui hukuman, namun dengan saling memaafkan dan memberi kesempatan bagi kedua pihak untuk menemukan kedamaian,” jelas Edmond.

“Kami berharap, kedamaian dan pengertian akan kembali terjalin, dan dengan demikian membangun kembali rasa cinta serta kepercayaan yang mungkin sempat hilang. Melalui pendekatan ini, diharapkan keduanya dapat melangkah bersama menuju kehidupan keluarga yang lebih harmonis dan penuh kasih. Kami berharap, penyelesaian perkara melalui restorative justice ini, dapat memberikan rasa keadilan yang hakiki bagi korban, serta memberikan efek jera bagi pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya,” pungkas Edmond. (mag-8/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru