28 C
Medan
Saturday, December 6, 2025

Angka Kemiskinan Periode September 2024-Maret 2025 Naik 7,36%, Warga Miskin Sumut Bertambah 29.300 Jiwa

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dalam kurun waktu 6 bulan terakhir, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya kenaikan jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara. Per Maret 2025, jumlah penduduk miskin bertambah 29.300 jiwa menjadi 1,14 juta jiwa atau 7,36 persen dibandingkan September 2024.

“Pada September 2024, jumlah penduduk miskin di Sumut tercatat sebanyak 1,11 juta orang,” kata Statistisi Ahli Utama BPS Sumut, Drs Misfaruddin MSi dalam keterangannyan
di Kantor BPS Sumut, Jumat (25/7).

Menurut Misfaruddin, kenaikan angka kemiskinan ini harus menjadi perhatian serius, mengingat Sumut sebelumnya sempat mencatat tren penurunan angka kemiskinan. Dari catatan BPS Sumut, grafik penduduk miskin di Sumut bahkan tercatat terus menurun sejak tahun 2021, dengan penurunan terendah tercatat pada September 2024 dengan jumlah penduduk miskin turun sebesar 0,80% menjadi 1,11 juta orang (7,19%) dibandingkan Maret 2024 yang mencapai 1,22 juta orang (7,99%).

Menurut Misfaruddin, faktor utama yang memengaruhi peningkatan angka kemiskinan di antaranya adalah tekanan inflasi pada komoditas pangan, serta fluktuasi harga kebutuhan pokok yang berdampak pada daya beli masyarakat.

“Selain inflasi, beberapa faktor lain seperti keterbatasan lapangan kerja dan belum meratanya akses terhadap program bantuan sosial turut menjadi penyebab meningkatnya angka kemiskinan,” terangnya.

Misfaruddin menegaskan, perlunya sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya dalam merumuskan langkah-langkah konkret untuk menurunkan angka kemiskinan secara berkelanjutan. “Perlu ada evaluasi terhadap efektivitas program perlindungan sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat agar intervensi yang dilakukan benar-benar tepat sasaran,” tambahnya.

BPS berharap, dengan penguatan koordinasi antarinstansi, angka kemiskinan di Sumut dapat ditekan kembali pada periode berikutnya. Secara rinci, persentase penduduk miskin di wilayah perkotaan tercatat sebesar 7,10 persen, naik 0,09 persen poin dibandingkan September 2024. Sementara di perdesaan, naik sebesar 0,27 persen poin menjadi 7,71 persen.

“Jumlah penduduk miskin di perkotaan, naik 12,8 ribu jiwa. Sedangkan di perdesaan, naik 16,6 ribu jiwa. Garis kemiskinan juga meningkat menjadi Rp666.546 per kapita per bulan, naik 2,81 % dibandingkan September 2024,” ungkapnya.

Naiknya jumlah penduduk miskin turut dibarengi dengan meningkatnya Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dari 1,084 menjadi 1,126 serta Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) dari 0,246 menjadi 0,263. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan pengeluaran konsumsi antarpenduduk miskin kian melebar dan pengeluaran mereka makin menjauhi garis kemiskinan.

“Artinya, bukan hanya jumlah penduduk miskin yang bertambah, tetapi mereka yang berada dalam kondisi miskin makin sulit keluar dari garis kemiskinan,” ujar Misfaruddin.

BPS menyebut, sejumlah faktor yang turut memengaruhi peningkatan angka kemiskinan, antara lain inflasi bahan makanan sebesar 1,54 persen (y-on-y), perlambatan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2025 yang hanya mencapai 4,67 persen, dan belum meratanya pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Selain itu, faktor lain seperti bencana alam di beberapa wilayah dan menurunnya produksi kelapa sawit karena musim trek juga turut berkontribusi terhadap kondisi ini. BPS mencatat komoditas makanan penyumbang terbesar garis kemiskinan di Sumut masih didominasi oleh beras, rokok kretek filter, ikan tongkol/tuna/cakalang, telur ayam ras, dan daging ayam ras. Sementara di sektor bukan makanan, pengeluaran terbesar berasal dari biaya perumahan, bensin, listrik, dan pendidikan. (mag-2/adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dalam kurun waktu 6 bulan terakhir, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya kenaikan jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara. Per Maret 2025, jumlah penduduk miskin bertambah 29.300 jiwa menjadi 1,14 juta jiwa atau 7,36 persen dibandingkan September 2024.

“Pada September 2024, jumlah penduduk miskin di Sumut tercatat sebanyak 1,11 juta orang,” kata Statistisi Ahli Utama BPS Sumut, Drs Misfaruddin MSi dalam keterangannyan
di Kantor BPS Sumut, Jumat (25/7).

Menurut Misfaruddin, kenaikan angka kemiskinan ini harus menjadi perhatian serius, mengingat Sumut sebelumnya sempat mencatat tren penurunan angka kemiskinan. Dari catatan BPS Sumut, grafik penduduk miskin di Sumut bahkan tercatat terus menurun sejak tahun 2021, dengan penurunan terendah tercatat pada September 2024 dengan jumlah penduduk miskin turun sebesar 0,80% menjadi 1,11 juta orang (7,19%) dibandingkan Maret 2024 yang mencapai 1,22 juta orang (7,99%).

Menurut Misfaruddin, faktor utama yang memengaruhi peningkatan angka kemiskinan di antaranya adalah tekanan inflasi pada komoditas pangan, serta fluktuasi harga kebutuhan pokok yang berdampak pada daya beli masyarakat.

“Selain inflasi, beberapa faktor lain seperti keterbatasan lapangan kerja dan belum meratanya akses terhadap program bantuan sosial turut menjadi penyebab meningkatnya angka kemiskinan,” terangnya.

Misfaruddin menegaskan, perlunya sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya dalam merumuskan langkah-langkah konkret untuk menurunkan angka kemiskinan secara berkelanjutan. “Perlu ada evaluasi terhadap efektivitas program perlindungan sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat agar intervensi yang dilakukan benar-benar tepat sasaran,” tambahnya.

BPS berharap, dengan penguatan koordinasi antarinstansi, angka kemiskinan di Sumut dapat ditekan kembali pada periode berikutnya. Secara rinci, persentase penduduk miskin di wilayah perkotaan tercatat sebesar 7,10 persen, naik 0,09 persen poin dibandingkan September 2024. Sementara di perdesaan, naik sebesar 0,27 persen poin menjadi 7,71 persen.

“Jumlah penduduk miskin di perkotaan, naik 12,8 ribu jiwa. Sedangkan di perdesaan, naik 16,6 ribu jiwa. Garis kemiskinan juga meningkat menjadi Rp666.546 per kapita per bulan, naik 2,81 % dibandingkan September 2024,” ungkapnya.

Naiknya jumlah penduduk miskin turut dibarengi dengan meningkatnya Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dari 1,084 menjadi 1,126 serta Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) dari 0,246 menjadi 0,263. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan pengeluaran konsumsi antarpenduduk miskin kian melebar dan pengeluaran mereka makin menjauhi garis kemiskinan.

“Artinya, bukan hanya jumlah penduduk miskin yang bertambah, tetapi mereka yang berada dalam kondisi miskin makin sulit keluar dari garis kemiskinan,” ujar Misfaruddin.

BPS menyebut, sejumlah faktor yang turut memengaruhi peningkatan angka kemiskinan, antara lain inflasi bahan makanan sebesar 1,54 persen (y-on-y), perlambatan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2025 yang hanya mencapai 4,67 persen, dan belum meratanya pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Selain itu, faktor lain seperti bencana alam di beberapa wilayah dan menurunnya produksi kelapa sawit karena musim trek juga turut berkontribusi terhadap kondisi ini. BPS mencatat komoditas makanan penyumbang terbesar garis kemiskinan di Sumut masih didominasi oleh beras, rokok kretek filter, ikan tongkol/tuna/cakalang, telur ayam ras, dan daging ayam ras. Sementara di sektor bukan makanan, pengeluaran terbesar berasal dari biaya perumahan, bensin, listrik, dan pendidikan. (mag-2/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru