Soal Tortor dan Gordang Sambilan, Pemprovsu Surati Pusat
MEDAN- Klaim Malaysia terhadap tarian Tortor dan alat musik Gondang Sembilan langsung mengundang reaksi keras dari sejumlah kalangan. Pihak Pemprovsu segera surati pemerintah pusat untuk memperoleh kejelasan. Sementara, perantau yang ada di Jakarta siap menggerakkan pengacara Batak untuk menggugat Malaysia.
Kemarin, usai paripurna, Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara (Sekdaprovsu) Nurdin Lubis berjanji, pihak Pemprovsu akan segera menyurati pemerintah pusat untuk memperoleh kejelasan persoalan itu, dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan DPRD Sumut.
Ditegaskannya, adat istiadat, budaya dan lainnya bisa dimainkan atau dihelat di negara lain, asal jangan sampai adat istiadat atau budaya tersebut menjadi diklaim milik negara tersebut. “Kita menyayangkan hal itu. Pemprovsu dan dewan akan segera menyurati pusat untuk disikapi permintaan itu. Itu (Tortor dan Gordang Sambilan, Red) punya kita,” tegasnya.
Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho pun menyatakan menyayangkan dan mengecam tindakan Malaysia. “Jika benar klaim Malaysia atas tarian Tortor dan Gordang Sambilan, maka kami sangat menyayangkan dan mengecamnya,” kata Gatot kepada wartawan melalui sambungan selular kemarin.
Dijelaskannya baik tarian, pakaian, bahasa, alat musik, makanan dan berbagai aspek budaya yang tumbuh dan berkembang merupakan aset nasional sekaligus jati diri daerah dan bangsa. “Tarian Tortor dan alat musik Gordang Sambilan memiliki makna khusus bagi etnis Batak dan Mandailing. Ini benar-benar asli Sumatera Utara, tentunya kita tidak rela bila diklaim sebagai budaya asli mereka (Malaysia, Red). Dan ini tentunya sangat merugikan kita,” ujar Gatot.
Di Jakarta, pengacara senior Juniver Girsang pun tak mampu menyembunyikan amarahnya. “Sebagai putra Batak, saya sangat tersinggung. Batak itu sangat menjunjung tinggi Tortor. Saya tersinggung Tortor diklaim oleh pihak yang bukan orang Batak,” ujar, kemarin.
Dia pun mengingatkan Pemerintah Malaysia untuk segera bertobat, karena sudah berulang kali mengklaim khasanah budaya milik Indonesia. “Malaysia harus instropeksi diri agar punya status dan identitas. Main klain-klain membuktikan Malaysia tak punya status dan identitas,” ujar Juniver dengan nada tinggi.
Juniver pun menegaskan, tarian Tortor sudah lebih dulu ada sebelum Malaysia ada. Pemerintah RI diimbau berani bersikap tegas, mengingatkan Malaysia agar tidak lagi main klaim milik Indonesia. “Malaysia perlu diingatkan, jangan memicu chaos,” sergah Juniver.
Jika Pemerintah Malaysia berani mendaftarkan Tortor dan Gondang Sembilan ke lembaga internasional sebagai miliknya, Juniver mengaku siap di garda terdepan untuk merebut kembali. “Kalau dia mendaftar ke internasional sebagai haknya, saya terdepan dan akan menggugat secara frontal Malaysia,” tegasnya.
Dia siap mengkoordinir para pengacara asal Batak untuk melakukan perlawanan. “Saya akan koordinir teman-teman yang punya harga diri dan menghormati budaya Batak,” cetusnya.
Siapakan Class Action
Di tempat terpisah, Ketua Marga Toga Simatupang se-Jabodetabek, JS Simatupang tampak tak bisa menutupi kemarahannya. “Sebagai salah seorang ketua marga, saya akan mengajak semua ketua-ketua marga yang ada untuk duduk bersama. Membicarakan langkah class action pada pemerintah Malaysia,” katanya.
Upaya ini menurut JS, sangat penting dilakukan. Karena ini bukan pertama kalinya pemerintah Malaysia berusaha mengklaim budaya-budaya asli Indonesia sebagai miliknya. Apalagi Tortor menurut JS, lebih merupakan akhlak, sikap dan sumber inspirasi masyarakat Batak sejak zaman nenek moyang. “Nah kalau ini sudah diobok-obok, bisa kacau balau semuanya. Jangan-jangan sebentar lagi Danau Toba juga akan mereka klaim sebagai miliknya. Dan akan mereka pindahkan ke negerinya,” geramnya.
Terpisah, Ketua Komisi X DPR Agus Hermanto mengatakan bahwa rapat pleno UNESCO 29 Juni 2012 nanti tidak akan membahas klaim Malaysia terhadap tarian Tortor dan alat musik Gordang Sambilan. Dia menyebutkan, rapat itu nanti hanya membahas usulan warisan kebudayaan dari 24 negara saja. Dan dari 24 negara itu, kata Agus tidak ada usulan dari Malaysia.
“Jadi, tari Tortor dan Gordang Sambilan itu tidak mungkin dibawa di sidang UNESCO untuk diklaim sebagai warisan budaya mereka (Malaysia). Sampai saat ini belum ada klaim dari Malaysia,” kata Agus di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Sutan Sarankan Bentuk Provinsi Malaysia
Reaksi keras juga disampaikan politisi Partai Demokrat asal Sumut, Sutan Bhatoegana Siregar. Menurut Sutan, klaim pemerintah Malaysia atas budaya Batak itu menunjukkan bahwa negeri jiran itu tidak memiliki budaya sehingga melakukan klaim kiri-kanan.
Sutan pun menyindir balik dengan gayanya yang khas. “Kalau Malaysia banyak mengklaim budaya kita seperti reog, batik, keris sekarang Tortor, saya malah berpikir mengklaim kalau Malaysia itu milik kita. Karena sama itu barang itu. Jadi provinsi Malaysia,” sindir Sutan.
Dijelaskan Sutan, banyaknya klaim dari Malaysia terkait kekayaan kebudayaan ibu pertiwi, bukan berarti bangsa Indonesia tidak menghargai budaya. “Tapi, ada orang-orang di luar itu yang nakal-nakal,” tegasnya.
Ketua Komisi VII DPR itu menegaskan, mestinya budaya Indonesia didaftarkan di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sejak dulu. “Dan ini sudah diproses di zamanya Jero Wacik (saat itu menjabat Menteri Pariwisata),” kata Sutan.
Seperti diketahui, kantor berita Malaysia, Bernama, melansir berita bahwa Menteri Penerangan dan Kebudayaan Malaysia Datuk Seri Ratis Yatim berencana mendaftarkan Tarian Tortor dan alat musik Gordang Sambilan milik masyarakat Sumatera Utara itu dalam Seksyen 67 Akta Warisan Kebangsaan 2005. Yatim menyatakan jika dua tarian itu merupakan salah satu cabang warisan kebudayaan mereka. Pernyataan dari pejabat Malaysia itu tentu membuat negara Indonesia ketar-ketir. Sebab, berkali-kali Malaysia mengklaim budaya kita. (ari/sam/gir)