Lelaki yang hebat pasti memiliki perempuan hebat di belakangnya. Bisa dikatakan, perempuan adalah penentu jatuh atau tegaknya Laki-laki.
Kalimat ini tentunya sudah umum didengar dan biasanya terbukti. Itulah sebab sosok Presiden Soeharto saat hidup dan memimpin Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sosok Ibu Tien. Bahkan ada yang bilang, ketika Ibu Tien meninggal, Soeharto seakan hilang pegangan. Buktinya, selang dua tahun Bu Tien meninggal, Pak Harto pun kehilangan ‘tahta’. Sementara, dia ‘mengusai’ Indonesia selama tiga puluh dua tahun. Berarti, selama tiga puluh tahun dia didampingi Bu Tien.
Masih banyak contoh lain yang mirip kasus Pak Harto ini. Silahkan cari sendiri dan buktikan sendiri. Untuk mencari dan membuktikan sejatinya tidak sulit, silakan cari tokoh (tentunya lelaki) dan lihatlah siapa istrinya. Maksudnya, seperti apa istrinya berperan dalam kehidupan sang lelaki tadi. Jika Anda temukan istri yang hidup sekadar menghabiskan penghasilan suami serta cenderung merongrong, bisa diprediksi si lelaki karirnya tidak bagus. Begitupun ketika Anda menemukan si istri yang lebih pasif, tak mau bergaul, serta ‘katrok’ bisa diduga juga kalau sang suami tak begitu bersinar dalam karir.
Seperti yang saya tuliskan di atas tadi – perempuan adalah penentu jatuh atau tegaknya Laki-laki-maka seorang suami haruslah benar-benar memperhatikan hal itu. Contohnya apa yang terjadi di Sumatera Utara belakangan ini. Istri Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho kabarnya akan diperiksa oleh pihak Poldasu. Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan Korupsi di Biro Umum Pemprovsu. Terlepas Bu Sutyas Handayani – istri Gatot- terkait atau tidak dengan kasus itu, tapi mengapa dia diperiksa? Artinya, dia akan dipanggil karena dianggap tahu tentang penyelewengan dana tersebut bukan? Menariknya, dari kasus itu juga, perempuan lain juga kena. Dia adalah istri Gubsu nonaktif Syamsul Arifin. Yang terakhir ini – kata pengacara seorang tersangka kasus tersebut-malah menikmati dana penyelewengan itu.
Kata teman saya, seorang istri memang sangat berperan dalam mengambil keputusan: obrolan di kasur, teras rumah, hingga meja makan mampu mengubah kebijakan pemerintah. Kata teman itu lagi, hal itu sangat lumrah. Dia pun mencontohkan Pak Harto dan Bu Tien tadi. Katanya, Bu Tien itu luar biasa karena sangat detail memperhatikan Pak Harto. Kasarnya, kaus kaki Pak Harto pun dia yang urus. Jadi, ketika Bu Tien tak ada, maka Pak Harto kebingungan. Dia pun makin gamang mengambil keputusan. Bayangkan saja, sudah tak ada lagi obrolan di kasur, teras rumah, hingga meja makan.
Apa yang dikatakan teman tadi membuktikan kalau suami istri itu tidak saling berahasia, termasuk soal pekerjaan. Maksudnya, komunikasi yang baik akan membuat mereka saling dukung-mendukung. Nah, jika begitu, apa yang dilakukan sang istri tentunya diketahui oleh sang suami bukan? Jadi, apa yang diketahui Sutyas Handayani juga diketahui Gatot; begitu juga sebaliknya. Jadi adalah wajar jika Sutyas Handayani dipanggil bukan? Apakah ada yang menganggap tidak wajar? (*)