28 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Guru Itu Negarawan! Tinjauan dari Perspektif Pendidikan

Oleh:Dede Prabowo Wiguna, S.Pd

Terinspirasi dari krisis kepemimpinan nasional pasca runtuhnya rezim orde baru, tulisan ini bertujuan untuk ‘memodifikasi’ paradigma guru. Sehingga, dengan semangat kenegarawanan guru-guru Indonesia bisa bekerja lebih baik. Perlu diketahui, bahwa sejarah nasional pernah mencatat pendiri bangsa (The Founding Fathers) selain seorang Negarawan mereka juga Sang Guru Bangsa.

“Negeri Autopilot”. Begitulah sebutan terhadap kondisi bangsa ini oleh beberapa kalangan.  Istilah autopilot pada konteks ini bermakna kondisi yang menggambarkan suatu negeri atau bangsa dimana aktivitas penduduk atau rakyat bergerak tanpa bimbingan, berjuang tanpa perlindungan. Berjalan sendiri-sendiri.

Sungguh miris! kalangan menilai Indonesia sekarang ini. Krisis kepemimpinan merupakan penyebab utama dari berbagai macam problematika yang melanda negeri ini.

Masyarakat merasa pesimis bahkan tidak sedikit yang apatis terhadap model/gaya kepemimpinan di negeri ini. Artinya, disini terjadi masalah rendahnya kepercayaan (trust). Namun, beberapa tahun belakangan ini juga, kalangan dari akademisi, politikus, ormas-ormas, LSM, dan organisasi lainnya mulai merekonstruksi dan mendiskusikan tentang model/gaya kepimpinan yang tepat untuk memimpin Indonesia di masa depan.

Dari beragam diskusi tersebut terdapat suatu kesimpulan gagasan bahwa model/gaya kepemimpinan yang sering menjadi pembicaraan di ruang public dan pantas untuk memimpin Indonesia masa depan yaitu Indonesia perlu pemimpin Negarawan. Seperti yang dicontohkan para pahlawan terdahulu.
Lantas, timbul pertanyaan apakah yang dimaksud dengan Negarawan? Apakah perbedaan negarawan dengan politisi/politikus? dan sebagainya.

Negarawan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah ahli dalam kenegaraan atau ahli dalam menjalankan tugas Negara (pemerintahan). Sedangkan politisi/politikus adalah orang yang berkecimpung dibidang politik. Merujuk yang pernah diungkapkan Nurcholish Madjid bahwa politisi lebih mementingkan kepentingan diri dan kelompoknya, sedangkan negarawan lebih disibukkan bekerja untuk kepentingan bangsa dan generasi masa depannya.

Lebih lanjut, tokoh nasional Akbar Tanjung mengatakan sebagaimana dikutip dari filosof Aristoteles, bahwa “seorang negarawan memiliki karakter moral yang pasti, dimana para pengikutnya dapat meneladaninya dengan sepenuh hati. Seorang negarawan adalah yang memiliki watak yang baik dan senantiasa menjaga citra dirinya dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara” (www. setneg. go.id).

Sosok Negarawan
Setelah dipaparkan beberapa defenisi tersebut maka kemudian timbul lagi pertanyaan, siapakah sosok yang pantas dikatakan Negarawan? Jika mengambil sebuah kesimpulan dari beberapa defenisi tersebut, jawabannya adalah Guru. Kesimpulan ini dilihat dari perspektif pendidikan.

Bukan hitung-hitungan politik. Seperti telah disebutkan pada awal tulisan sejarah mencatat bahwa Pendiri Bangsa (The Founding Fathers) dan segenap tokoh yang terlibat tidak langsung dalam kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945 adalah negarawan.

Selain negarawan mereka juga Sang Guru Bangsa. Dengan keteladanan merekalah Indonesia merdeka. Mereka berkorban bukan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, tetapi berjuang untuk kepentingan bangsa dan negara.

Sukarno dan tokoh-tokoh sejarah seperti Jend. Sudirman, M. Nasir, Ki Hajar Dewantara (Pendiri Taman Siswa), dan lainnya itu mereka adalah seorang guru,digugu (didengar) dan ditiru (diteladani). Oleh sebab itu, dari perspektif pendidikan guru merupakan seorang negarawan. Guru bekerja untuk mencerdaskan generasi bangsa. Guru bekerja bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk kepentingan bangsa serta kepentingan generasi masa depan.

Guru bekerja dengan sikap dan watak yang baik dan aktivitasnya itu bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara. Kalau defenisi yang dipakai negarawan adalah orang yang ahli kenegaraan atau orang yang ahli  menjalankan tugas kenegaraan, artinya guru dalam hal ini juga ahli menjalankan tugas kenegaraannya. Sebab, dalam tugas kesehariannya guru menurut UU No. 14 tahun 2005 (pasal 1; angka 1):

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Dari penegertian ini, maka dapat dimaknai bahwa tugas dan peranan guru sangatlah besar. Dan oleh karena itu, berdasarkan tugas dan peran yang besar itulah guru di katakan sebagai negarawan. Alasan ini bukanlah alasan hanya untuk membesarkan derajat guru dan memojokkan profesi lainnya.

Tetapi, ini merupakan suatu gagasan tentang semangat ‘merekontruksi’ paradigma guru agar bisa bekerja dengan lebih giat, tekun, serta ulet. Sebab, profesi ini adalah profesi yang sangat mulai. Sehingga, beberapa tahun kedepan dunia pendidikan Indonesia, anak-anak muda Indonesia menjadi pemimpin besar yang disegani di mata dunia Internasional.

Negeri ini sedang menghadapi masalah yang serius. Krisis kepemimpinan merupakan tugas seorang guru bagaimana membentuk anak-anak muda Indonesia menjadi negarawan-negarawan di masa depan. Sebagai negarawan, guru harus memiliki visi yang jauh kedepan.

Membawa Indonesia menjadi pemimpin dunia. Sebab, pada dasarnya Indonesia memiliki SDM (Sumber Daya Manusia) yang potensial. Sebagai Negara ke-4 terbesar, Indonesia adalah gudangnya para pemimpin. Sebab, SDM yang besar merupakan asset dan investasi bangsa. Oleh sebab itu, SDM Indonesia harus di bangunkan dari ‘tidur lelap’-nya.

Berdasarkan data tentang kondisi SDM Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2007 IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Indonesia sebesar 0,734 berada di urutan ke-111 secara Internasional, pada tahun 2011 IPM Indonesia menurun menjadi 0,617. Walaupun pada tahun 2008 diluncurkan system perhitungan yang baru sehingga berakibat pada berubahnya angka IPM setiap negara dan rangkingnya terhadap dunia.

Mengamati dengan wilayah yang lebih kecil lagi, berdasarkan wilayah Asia Tenggara peringkat IPM Indonesia yaitu sebagai berikut [23. Singapura 0.944, 30. Brunei Darussalam 0.920, 66. Malaysia 0.829, 87. Thailand 0.783, 105. Filipina 0.751, 111. Indonesia 0.734, 116. Vietnam 0.725, 133. Laos 0.619, 137. kamboja 0.593, 138. Myanmar 0.586]. dikutip dari situs (autoges.blogspot.com).

Dengan memperhatikan data-data tersebut sangat memprihatinkan. Maka pada konteks ini peran guru sebagai negarawan akan di buktikan. Indonesia harus bisa berjaya, tentu dengan mewujudkan SDM berkualitas. SDM yang berkualitas yang berjiwa negarawan akan membawa Indonesia menjadi pemimpin dunia yang baru dimasa mendatang. Sekali lagi, guru sebagai negarawan akan mengakhiri krisis kepemimpinan ini. Hidup Indonesia!, hidup guru Indonesia!.

Penulis Adalah Pengamat Pendidikan, Alumni Fakultas Ilmu Sosial Unimed,
Guru MA Al-Wasliyah Medan dan Guru SMA Gajah Mada 1 Medan

Oleh:Dede Prabowo Wiguna, S.Pd

Terinspirasi dari krisis kepemimpinan nasional pasca runtuhnya rezim orde baru, tulisan ini bertujuan untuk ‘memodifikasi’ paradigma guru. Sehingga, dengan semangat kenegarawanan guru-guru Indonesia bisa bekerja lebih baik. Perlu diketahui, bahwa sejarah nasional pernah mencatat pendiri bangsa (The Founding Fathers) selain seorang Negarawan mereka juga Sang Guru Bangsa.

“Negeri Autopilot”. Begitulah sebutan terhadap kondisi bangsa ini oleh beberapa kalangan.  Istilah autopilot pada konteks ini bermakna kondisi yang menggambarkan suatu negeri atau bangsa dimana aktivitas penduduk atau rakyat bergerak tanpa bimbingan, berjuang tanpa perlindungan. Berjalan sendiri-sendiri.

Sungguh miris! kalangan menilai Indonesia sekarang ini. Krisis kepemimpinan merupakan penyebab utama dari berbagai macam problematika yang melanda negeri ini.

Masyarakat merasa pesimis bahkan tidak sedikit yang apatis terhadap model/gaya kepemimpinan di negeri ini. Artinya, disini terjadi masalah rendahnya kepercayaan (trust). Namun, beberapa tahun belakangan ini juga, kalangan dari akademisi, politikus, ormas-ormas, LSM, dan organisasi lainnya mulai merekonstruksi dan mendiskusikan tentang model/gaya kepimpinan yang tepat untuk memimpin Indonesia di masa depan.

Dari beragam diskusi tersebut terdapat suatu kesimpulan gagasan bahwa model/gaya kepemimpinan yang sering menjadi pembicaraan di ruang public dan pantas untuk memimpin Indonesia masa depan yaitu Indonesia perlu pemimpin Negarawan. Seperti yang dicontohkan para pahlawan terdahulu.
Lantas, timbul pertanyaan apakah yang dimaksud dengan Negarawan? Apakah perbedaan negarawan dengan politisi/politikus? dan sebagainya.

Negarawan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah ahli dalam kenegaraan atau ahli dalam menjalankan tugas Negara (pemerintahan). Sedangkan politisi/politikus adalah orang yang berkecimpung dibidang politik. Merujuk yang pernah diungkapkan Nurcholish Madjid bahwa politisi lebih mementingkan kepentingan diri dan kelompoknya, sedangkan negarawan lebih disibukkan bekerja untuk kepentingan bangsa dan generasi masa depannya.

Lebih lanjut, tokoh nasional Akbar Tanjung mengatakan sebagaimana dikutip dari filosof Aristoteles, bahwa “seorang negarawan memiliki karakter moral yang pasti, dimana para pengikutnya dapat meneladaninya dengan sepenuh hati. Seorang negarawan adalah yang memiliki watak yang baik dan senantiasa menjaga citra dirinya dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara” (www. setneg. go.id).

Sosok Negarawan
Setelah dipaparkan beberapa defenisi tersebut maka kemudian timbul lagi pertanyaan, siapakah sosok yang pantas dikatakan Negarawan? Jika mengambil sebuah kesimpulan dari beberapa defenisi tersebut, jawabannya adalah Guru. Kesimpulan ini dilihat dari perspektif pendidikan.

Bukan hitung-hitungan politik. Seperti telah disebutkan pada awal tulisan sejarah mencatat bahwa Pendiri Bangsa (The Founding Fathers) dan segenap tokoh yang terlibat tidak langsung dalam kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945 adalah negarawan.

Selain negarawan mereka juga Sang Guru Bangsa. Dengan keteladanan merekalah Indonesia merdeka. Mereka berkorban bukan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, tetapi berjuang untuk kepentingan bangsa dan negara.

Sukarno dan tokoh-tokoh sejarah seperti Jend. Sudirman, M. Nasir, Ki Hajar Dewantara (Pendiri Taman Siswa), dan lainnya itu mereka adalah seorang guru,digugu (didengar) dan ditiru (diteladani). Oleh sebab itu, dari perspektif pendidikan guru merupakan seorang negarawan. Guru bekerja untuk mencerdaskan generasi bangsa. Guru bekerja bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk kepentingan bangsa serta kepentingan generasi masa depan.

Guru bekerja dengan sikap dan watak yang baik dan aktivitasnya itu bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara. Kalau defenisi yang dipakai negarawan adalah orang yang ahli kenegaraan atau orang yang ahli  menjalankan tugas kenegaraan, artinya guru dalam hal ini juga ahli menjalankan tugas kenegaraannya. Sebab, dalam tugas kesehariannya guru menurut UU No. 14 tahun 2005 (pasal 1; angka 1):

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Dari penegertian ini, maka dapat dimaknai bahwa tugas dan peranan guru sangatlah besar. Dan oleh karena itu, berdasarkan tugas dan peran yang besar itulah guru di katakan sebagai negarawan. Alasan ini bukanlah alasan hanya untuk membesarkan derajat guru dan memojokkan profesi lainnya.

Tetapi, ini merupakan suatu gagasan tentang semangat ‘merekontruksi’ paradigma guru agar bisa bekerja dengan lebih giat, tekun, serta ulet. Sebab, profesi ini adalah profesi yang sangat mulai. Sehingga, beberapa tahun kedepan dunia pendidikan Indonesia, anak-anak muda Indonesia menjadi pemimpin besar yang disegani di mata dunia Internasional.

Negeri ini sedang menghadapi masalah yang serius. Krisis kepemimpinan merupakan tugas seorang guru bagaimana membentuk anak-anak muda Indonesia menjadi negarawan-negarawan di masa depan. Sebagai negarawan, guru harus memiliki visi yang jauh kedepan.

Membawa Indonesia menjadi pemimpin dunia. Sebab, pada dasarnya Indonesia memiliki SDM (Sumber Daya Manusia) yang potensial. Sebagai Negara ke-4 terbesar, Indonesia adalah gudangnya para pemimpin. Sebab, SDM yang besar merupakan asset dan investasi bangsa. Oleh sebab itu, SDM Indonesia harus di bangunkan dari ‘tidur lelap’-nya.

Berdasarkan data tentang kondisi SDM Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2007 IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Indonesia sebesar 0,734 berada di urutan ke-111 secara Internasional, pada tahun 2011 IPM Indonesia menurun menjadi 0,617. Walaupun pada tahun 2008 diluncurkan system perhitungan yang baru sehingga berakibat pada berubahnya angka IPM setiap negara dan rangkingnya terhadap dunia.

Mengamati dengan wilayah yang lebih kecil lagi, berdasarkan wilayah Asia Tenggara peringkat IPM Indonesia yaitu sebagai berikut [23. Singapura 0.944, 30. Brunei Darussalam 0.920, 66. Malaysia 0.829, 87. Thailand 0.783, 105. Filipina 0.751, 111. Indonesia 0.734, 116. Vietnam 0.725, 133. Laos 0.619, 137. kamboja 0.593, 138. Myanmar 0.586]. dikutip dari situs (autoges.blogspot.com).

Dengan memperhatikan data-data tersebut sangat memprihatinkan. Maka pada konteks ini peran guru sebagai negarawan akan di buktikan. Indonesia harus bisa berjaya, tentu dengan mewujudkan SDM berkualitas. SDM yang berkualitas yang berjiwa negarawan akan membawa Indonesia menjadi pemimpin dunia yang baru dimasa mendatang. Sekali lagi, guru sebagai negarawan akan mengakhiri krisis kepemimpinan ini. Hidup Indonesia!, hidup guru Indonesia!.

Penulis Adalah Pengamat Pendidikan, Alumni Fakultas Ilmu Sosial Unimed,
Guru MA Al-Wasliyah Medan dan Guru SMA Gajah Mada 1 Medan

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/