26 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Dikategorikan Alien, tapi Tetap Lolos Imigrasi

Jawa Pos Beramadan di Kapal Dewaruci yang Keliling Dunia, Rute AS – Porto

Ekspedisi KRI Dewaruci keliling dunia telah menempuh separo perjalanan. Wartawan Jawa Pos SURYO EKO PRASETYO yang Januari”Februari lalu mengikuti pelayaran dari Surabaya ke Jayapura kini kembali bergabung di atas kapal legendaris tersebut. Dia akan merasakan “nikmatnya” berpuasa selama Ramadan 1433 H di tengah laut dalam perjalanan dari Kanada hingga Mesir.

SINAR matahari siang itu (3/7) tidak begitu terik. Cuaca di langit Kota Boston, Amerika Serikat (AS), terlihat berawan. Kondisi cuaca tersebut saya ketahui dari jendela kabin pesawat Japan Airlines (JAL) yang membawa saya dalam perjalanan panjang dari Bandara Soekarno-Hatta, transit di Narita (Jepang), hingga Boston. Jaraknya mencapai 16.867 km.

Sebelum mendarat sekitar pukul 13.30 waktu setempat, pesawat sempat melewati pelabuhan Boston. Dari balik jendela pesawat, terlihat empat kapal layar tiang tinggi bersandar di dermaga tersebut. Salah satunya KRI (Kapal Perang Republik Indonesia) Dewaruci. Hal itu terlihat dari bendera Merah Putih yang berkibar di buritan kapal. Sedangkan tiga kapal layar lain yang sandar memanjangn
berbendera Brasil (Cisne Branco), Ekuador (Guayas), dan Kolombia (Gloria).

Setelah menempuh penerbangan selama 24 jam plus transit hampir 10 jam dari Surabaya, pesawat jenis Boeing 787-8 yang saya naiki mendarat mulus di landasan pacu Bandara Internasional Logan, Boston. Saya datang di kota klub basket NBA Boston Celtics itu untuk bergabung untuk kali kedua bersama Dewaruci.

Kapal latih TNI-AL itu bersandar di Boston Fish Pier setelah berpartisipasi dalam lomba layar Operation Sail (OpSail) 2012. Lomba tersebut dihelat untuk memperingati dua abad perang AS versus Britania Raya. Lomba sudah dilangsungkan mulai April hingga Juni lalu di beberapa negara bagian, antara lain New Orleans, Miami, Savannah, New York, Norfolk, dan Baltimore. OpSail itu sekaligus memuncaki perayaan hari kemerdekaan AS pada 4 Juli lalu.
Kehadiran Dewaruci dalam event itu dibarengkan dengan program muhibah internasional keliling dunia dan pelayaran Kartika Jala Krida sebagai praktik para kadet Akademi AL (AAL). Selain AS, negara yang disinggahi Dewaruci adalah Kanada, Portugal, Spanyol, Malta, Mesir, Arab Saudi, Oman, dan Sri Lanka. Setelah itu, Dewaruci balik ke Indonesia pada Oktober nanti.

Dua negara yang sudah saya lewatkan dalam ekspedisi tersebut adalah Meksiko dan Panama. Saya bergabung lagi di Dewaruci setelah kapal itu merapat di Boston selama tiga hari. Saya menjadi satu-satunya pemegang paspor hijau sebagaimana warga sipil biasa. Sedangkan para awak kapal Dewaruci yang berjumlah 78 orang merupakan pemegang paspor dinas (paspor biru).

Saya bersyukur bisa lolos dari pemeriksaan petugas imigrasi di bandara. Petugas sempat menginterogasi mengapa saya baru masuk AS menjelang hari istimewa mereka,”independence day (hari kemerdekaan). Padahal, visa saya sudah diterbitkan Konjen AS di Surabaya pada Februari 2012 atau lima bulan lalu. Si petugas juga mempersoalkan banyaknya visa yang belum saya gunakan.
“Anda masuk kategori alien,” ucap petugas imigrasi bagian kedatangan internasional di jalur warga luar AS.

Di kalangan imigrasi, cap atau status alien dijatuhkan kepada penumpang terlarang (suspicious passenger). Saya berusaha meyakinkan baru bisa terbang ke AS karena paspor dibutuhkan untuk proses permohonan visa ke beberapa negara yang akan saya singgahi bersama Dewaruci.

Kebetulan, kapal kebanggaan Indonesia itu sedang sandar di pelabuhan yang tidak jauh dari lokasi bandara. Fakta itu saya ketahui setelah mengintip dari balik jendela pesawat menjelang mendarat sekitar 30 menit sebelum pemeriksaan imigrasi. Begitu saya menyebut kata Dewaruci, petugas itu mulai”ngeh.

“Dewaruci” Indonesian navy ship. Spectacular ship,” ujar petugas berbadan subur tersebut.

Tak lama kemudian, formulir catatan kedatangan dan paspor saya distempel. “Welcome to US,” lanjut petugas tersebut sembari tersenyum.
Ibu kota Negara Bagian Massachusetts itu sekaligus menjadi tempat saya start untuk meneruskan ekspedisi panjang Dewaruci sampai ke tanah air selama sekitar tiga bulan. Saya bersama para awak kapal Dewaruci tengah menapaktilasi pelayaran keliling dunia pertama Dewaruci pada 1964.

Kala itu kapal produksi Jerman pada 1952 tersebut mengelilingi bumi selama 210 hari atau mendekati delapan bulan. Rutenya, berlayar ke arah barat, mengikuti pergerakan matahari. Mulai Dermaga Ujung (Surabaya), Jakarta, Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam, Kolombo, Sri Lanka (Asia); Djibouti, Port Said, Mesir (Afrika); Split, Yugoslavia (Eropa); Casablanca, Maroko (Afrika); hingga perairan Amerika, antara lain St George, New York, New Jersey, Annapolis, Norfolk, dan Rodman. Perjalanan berlanjut ke Acapulco (Meksiko), terus ke negara bagian AS lagi di San Diego, Hawaii, Midway, lalu kembali ke Indonesia via Jayapura.
Sedangkan ekspedisi Dewaruci kali ini menempuh rute ke timur. Ekspedisi itu diperkirakan memakan waktu 9 bulan 2 hari.

Banyak tantangan yang akan dihadapi pada penjelajahan kali ini. Antara lain, perjalanan di atas laut pada Ramadan 1433 H. Juga, sahur dan berbuka puasa di atas Dewaruci yang sedang membelah Samudra Atlantik hingga sandar ke tiga negara di Eropa, yakni Portugal, Spanyol, dan Malta.

Kemudian, menyisiri Selat Gibraltar di antara Spanyol dan Maroko serta Laut Tengah. Di kalangan pelaut, wilayah perairan itu kurang bersahabat. Gelombang tinggi dan angin kencang sering menerpa kapal yang usianya sudah lebih dari setengah abad tersebut.

Hari Raya Idul Fitri 1433 H diprediksi bertepatan dengan saat Dewaruci sandar di Mesir. Tantangan lain adalah saat kapal melintasi Teluk Aden di Djibouti yang terkenal dengan para perompak Somalia yang sering mengganggu kapal-kapal asing yang lewat. Kapal berbendera Indonesia MV Sinar Kudus pernah menjadi korban perompak di wilayah itu pada medio Maret 2011. Para awaknya bahkan disandera. Jika tidak dibebaskan jajaran TNI-AL, mungkin nakhoda dan ABK pulang hanya tinggal nama.

Lepas dari Djibouti, pelayaran Dewaruci kembali ke Indonesia disambut Samudra Hindia yang tak kalah ganas. (c11/ari/jpnn)

Jawa Pos Beramadan di Kapal Dewaruci yang Keliling Dunia, Rute AS – Porto

Ekspedisi KRI Dewaruci keliling dunia telah menempuh separo perjalanan. Wartawan Jawa Pos SURYO EKO PRASETYO yang Januari”Februari lalu mengikuti pelayaran dari Surabaya ke Jayapura kini kembali bergabung di atas kapal legendaris tersebut. Dia akan merasakan “nikmatnya” berpuasa selama Ramadan 1433 H di tengah laut dalam perjalanan dari Kanada hingga Mesir.

SINAR matahari siang itu (3/7) tidak begitu terik. Cuaca di langit Kota Boston, Amerika Serikat (AS), terlihat berawan. Kondisi cuaca tersebut saya ketahui dari jendela kabin pesawat Japan Airlines (JAL) yang membawa saya dalam perjalanan panjang dari Bandara Soekarno-Hatta, transit di Narita (Jepang), hingga Boston. Jaraknya mencapai 16.867 km.

Sebelum mendarat sekitar pukul 13.30 waktu setempat, pesawat sempat melewati pelabuhan Boston. Dari balik jendela pesawat, terlihat empat kapal layar tiang tinggi bersandar di dermaga tersebut. Salah satunya KRI (Kapal Perang Republik Indonesia) Dewaruci. Hal itu terlihat dari bendera Merah Putih yang berkibar di buritan kapal. Sedangkan tiga kapal layar lain yang sandar memanjangn
berbendera Brasil (Cisne Branco), Ekuador (Guayas), dan Kolombia (Gloria).

Setelah menempuh penerbangan selama 24 jam plus transit hampir 10 jam dari Surabaya, pesawat jenis Boeing 787-8 yang saya naiki mendarat mulus di landasan pacu Bandara Internasional Logan, Boston. Saya datang di kota klub basket NBA Boston Celtics itu untuk bergabung untuk kali kedua bersama Dewaruci.

Kapal latih TNI-AL itu bersandar di Boston Fish Pier setelah berpartisipasi dalam lomba layar Operation Sail (OpSail) 2012. Lomba tersebut dihelat untuk memperingati dua abad perang AS versus Britania Raya. Lomba sudah dilangsungkan mulai April hingga Juni lalu di beberapa negara bagian, antara lain New Orleans, Miami, Savannah, New York, Norfolk, dan Baltimore. OpSail itu sekaligus memuncaki perayaan hari kemerdekaan AS pada 4 Juli lalu.
Kehadiran Dewaruci dalam event itu dibarengkan dengan program muhibah internasional keliling dunia dan pelayaran Kartika Jala Krida sebagai praktik para kadet Akademi AL (AAL). Selain AS, negara yang disinggahi Dewaruci adalah Kanada, Portugal, Spanyol, Malta, Mesir, Arab Saudi, Oman, dan Sri Lanka. Setelah itu, Dewaruci balik ke Indonesia pada Oktober nanti.

Dua negara yang sudah saya lewatkan dalam ekspedisi tersebut adalah Meksiko dan Panama. Saya bergabung lagi di Dewaruci setelah kapal itu merapat di Boston selama tiga hari. Saya menjadi satu-satunya pemegang paspor hijau sebagaimana warga sipil biasa. Sedangkan para awak kapal Dewaruci yang berjumlah 78 orang merupakan pemegang paspor dinas (paspor biru).

Saya bersyukur bisa lolos dari pemeriksaan petugas imigrasi di bandara. Petugas sempat menginterogasi mengapa saya baru masuk AS menjelang hari istimewa mereka,”independence day (hari kemerdekaan). Padahal, visa saya sudah diterbitkan Konjen AS di Surabaya pada Februari 2012 atau lima bulan lalu. Si petugas juga mempersoalkan banyaknya visa yang belum saya gunakan.
“Anda masuk kategori alien,” ucap petugas imigrasi bagian kedatangan internasional di jalur warga luar AS.

Di kalangan imigrasi, cap atau status alien dijatuhkan kepada penumpang terlarang (suspicious passenger). Saya berusaha meyakinkan baru bisa terbang ke AS karena paspor dibutuhkan untuk proses permohonan visa ke beberapa negara yang akan saya singgahi bersama Dewaruci.

Kebetulan, kapal kebanggaan Indonesia itu sedang sandar di pelabuhan yang tidak jauh dari lokasi bandara. Fakta itu saya ketahui setelah mengintip dari balik jendela pesawat menjelang mendarat sekitar 30 menit sebelum pemeriksaan imigrasi. Begitu saya menyebut kata Dewaruci, petugas itu mulai”ngeh.

“Dewaruci” Indonesian navy ship. Spectacular ship,” ujar petugas berbadan subur tersebut.

Tak lama kemudian, formulir catatan kedatangan dan paspor saya distempel. “Welcome to US,” lanjut petugas tersebut sembari tersenyum.
Ibu kota Negara Bagian Massachusetts itu sekaligus menjadi tempat saya start untuk meneruskan ekspedisi panjang Dewaruci sampai ke tanah air selama sekitar tiga bulan. Saya bersama para awak kapal Dewaruci tengah menapaktilasi pelayaran keliling dunia pertama Dewaruci pada 1964.

Kala itu kapal produksi Jerman pada 1952 tersebut mengelilingi bumi selama 210 hari atau mendekati delapan bulan. Rutenya, berlayar ke arah barat, mengikuti pergerakan matahari. Mulai Dermaga Ujung (Surabaya), Jakarta, Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam, Kolombo, Sri Lanka (Asia); Djibouti, Port Said, Mesir (Afrika); Split, Yugoslavia (Eropa); Casablanca, Maroko (Afrika); hingga perairan Amerika, antara lain St George, New York, New Jersey, Annapolis, Norfolk, dan Rodman. Perjalanan berlanjut ke Acapulco (Meksiko), terus ke negara bagian AS lagi di San Diego, Hawaii, Midway, lalu kembali ke Indonesia via Jayapura.
Sedangkan ekspedisi Dewaruci kali ini menempuh rute ke timur. Ekspedisi itu diperkirakan memakan waktu 9 bulan 2 hari.

Banyak tantangan yang akan dihadapi pada penjelajahan kali ini. Antara lain, perjalanan di atas laut pada Ramadan 1433 H. Juga, sahur dan berbuka puasa di atas Dewaruci yang sedang membelah Samudra Atlantik hingga sandar ke tiga negara di Eropa, yakni Portugal, Spanyol, dan Malta.

Kemudian, menyisiri Selat Gibraltar di antara Spanyol dan Maroko serta Laut Tengah. Di kalangan pelaut, wilayah perairan itu kurang bersahabat. Gelombang tinggi dan angin kencang sering menerpa kapal yang usianya sudah lebih dari setengah abad tersebut.

Hari Raya Idul Fitri 1433 H diprediksi bertepatan dengan saat Dewaruci sandar di Mesir. Tantangan lain adalah saat kapal melintasi Teluk Aden di Djibouti yang terkenal dengan para perompak Somalia yang sering mengganggu kapal-kapal asing yang lewat. Kapal berbendera Indonesia MV Sinar Kudus pernah menjadi korban perompak di wilayah itu pada medio Maret 2011. Para awaknya bahkan disandera. Jika tidak dibebaskan jajaran TNI-AL, mungkin nakhoda dan ABK pulang hanya tinggal nama.

Lepas dari Djibouti, pelayaran Dewaruci kembali ke Indonesia disambut Samudra Hindia yang tak kalah ganas. (c11/ari/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/