Tersangka Dugaan Korupsi Dana SIR di Pirngadi Belum Juga Ditetapkan
MEDAN-Keseriusan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) terhadap penanganan kasus korupsi Sistem Informasi Rumah Sakit (SIR) di RSUD dr Pirngadi Medan mulai dipertanyakan. Meski sudah memeriksa sedikitnya 30 orang saksi baik dari pihak rumah sakit maupun pengelola PT Buana, namun kasus tersebut mulai redup.
Kasi Penkum Kejatisu, Marcos Simaremare berpendapat, lamanya penanganan kasus ini diakibatkan oleh banyaknya jadwal pemeriksaan kepadan
saksi yang berasal dari berberapa unit kerja di RSUD dr Pirngadi Medan.
“Memang, penanganan kasus RS Pirngadi memakan waktu dikarenakan beberapa unit sub kerja yang diperiksa seperti bidang SIR, bagian cuci darah dan bagian Askes. Pemeriksaannya pun dilakukan secara bersama-sama dengan BPKP untuk mencocokkan angka pasti kerugian negara,” ujar Marcos, Jumat (7/9).
Marcos mengatakan, pihaknya sendiri berupaya untuk menyelesaikan kasus ini dengan cepat. Namun, dilibatkannya para ahli IT dan ahli kerugian negara dari BPKP, membuat data-data yang diperlukan dalam penyelesaian kasus dugaan korupsi ini terus berkembang.
“Kasus ini kan bukan seperti satu tambah satu sama dengan dua. Kasus ini berkembang. Jika ahli membutuhkan data lain maka saksi kembali diperiksa dan itu tentunya membutuhkan waktu yang lama,” ungkapnya.
Marcos juga memastikan, seluruh unit kerja pada tiga bagian seperti Sistem Informasi Rumah Sakit (SIR), bidang cuci darah dan Askes, keseluruhannya sudah dipanggil dan dimintai keterangannya. Tetapi memang hingga saat ini belum ada dari mereka yang ditetapkan sebagai tersangka.
Seperti diketahui, kasus dugaan korupsi Sistem Informasi Rumah Sakit (SIR) di RSUD Pirngadi Medan senilai Rp7,7 miliar yang ditangani Kejatisu semakin kabur. Sebab sejauh ini, pihak penyidik Kejatisu belum juga menetapkan siapa tersangkanya, karena alasan masih menunggu penghitungan kerugian negara dari BPKP Sumut maupun tim ahli.
Kasus dugaan korupsi ini bermula ketika RSUD dr Pirngadi Medan bekerjasama dengan PT Buana dalam pengelolaan SIR di tahun 2009. Sistem ini dibangun untuk mengetahui transaksi di instalasi rumah sakit milik pemerintah tersebut. Dalam sistem kerjasamanya, pengelola SIR membagi hasil pendapatannya sebesar tujuh persen dari omset, atau sekitar Rp7,7 miliar kepada pihak PT Buana.
Namun pada tahun 2010, SIR tersebut berhenti, tapi bagi hasil terus berlangsung. Karena adanya indikasi dugaan korupsi, penyidik Kejatisu mulai melakukan penyelidikan pada 5 April 2012. Selanjutnya, status penanganan kasus ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan. Namun sayangnya hingga sekarang belum tampak tanda-tanda penetapan tersangka.
Untuk mengungkap kasus ini tim penyidik pun tercatat pada Selasa, 31 Juli 2012 telah memeriksa dua orang saksi dari RS Pirngadi Medan masing-masing Encep Suhendra yang menjabat Sekretaris Instalasi Hemodialisa dan Gorga Dalimunthe sebagai Bendahara Swakelola Instalasi Dialisis. (far)