30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

MK Batalkan UU Perumahan Type 36

JAKARTA- Mahkamah Konstitusi (MK) meminta Kementerian Perumahan Rakyat (Kempera) membuat regulasi untuk membangun rumah tidak boleh diseragamkan sesuai ketentuan Pasal 22 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal ini mengandung norma pembatasan luas lantai rumah tunggal dan rumah deret berukuran paling sedikit 36 meter persegi.

“Hal ini terkait daya beli masyarakat di Daerah Khusus Ibukota Jakarta berbeda dengan daerah lainnya di tanah air seperti masyarakat di Sumatera, Jawa, Maluku, Papua, dan sebagainya,” kata Direktur Litigasi Perundangan-undangan, Dirjen Peraturan Perundangan-undangan Kemekum dan HAM Mualimin Abdi, Jumat (5/10).

Dengan keputusan MK tersebut, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) kembali punya harapan memiliki rumah sesuai kemampuan ekonominya sehingga pemerintah perlu segera merevisi aturan itu. “Dalam 3 bulan ini pemerintah harus segera menyikapi keputusan tersebut untuk melakukan revisi peraturan itu agar para pengembang bisa menyerap target pembangunan perumahan MBR tahun depan,” kata Abdi.

Keputusan MK ini bermanfaat agar masyarakat yang tidak mampu bisa menjangkau perumahan murah bersubsidi jalan, listrik, dan lain-lain khususnya untuk Tipe 21. Sedangkan Tipe 36 ke atas belum tentu dapat subsidi.
Kebiro Hukum dan Kepegawaian Kempera Agus Sumargiarto mengatakan, pihaknya menyambut baik keputusan MK, sehingga pemerintah komit segera memperbaiki regulasi luas lantai 36 yang terkait keputusan itu.
Langkah-langkah ke depan, lanjutnya, Kempera akan melakukan koordinasi dengan stakeholder (pemangku kepentingan) dan pemerintah daerah untuk membuat regulasi dalam rangka mendukung keputusan MK.
Tiap daerah berbeda melihat tipe perumahan, baik dari aspek budaya, kesehatan, kemampuan ekonomi, tata ruang. Karenanya, daerah-daerah butuh tipe-tipe tertentu. Ia juga mengungkapkan keptusan MK sudah tepat, tipe rumah tidak bisa diseragamkan berdasarkan aspek tersebut, misalnya Papua, tanah masih luas, bila dibangun rumah tidak cocok tipe 36, seharusnya tipe-tipe lebih besar daripada tipe tersebut.

MK, Rabu (3/10), membatalkan ketentuan Pasal 22 ayat (3) UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang mengatur luas lantai rumah minimal 36 meter persegi (M2).
“Pasal 22 ayat (3) UU Perumahan dan Kawasan Permukiman bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD saat membaca amar putusan. (net/jpnn)

JAKARTA- Mahkamah Konstitusi (MK) meminta Kementerian Perumahan Rakyat (Kempera) membuat regulasi untuk membangun rumah tidak boleh diseragamkan sesuai ketentuan Pasal 22 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal ini mengandung norma pembatasan luas lantai rumah tunggal dan rumah deret berukuran paling sedikit 36 meter persegi.

“Hal ini terkait daya beli masyarakat di Daerah Khusus Ibukota Jakarta berbeda dengan daerah lainnya di tanah air seperti masyarakat di Sumatera, Jawa, Maluku, Papua, dan sebagainya,” kata Direktur Litigasi Perundangan-undangan, Dirjen Peraturan Perundangan-undangan Kemekum dan HAM Mualimin Abdi, Jumat (5/10).

Dengan keputusan MK tersebut, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) kembali punya harapan memiliki rumah sesuai kemampuan ekonominya sehingga pemerintah perlu segera merevisi aturan itu. “Dalam 3 bulan ini pemerintah harus segera menyikapi keputusan tersebut untuk melakukan revisi peraturan itu agar para pengembang bisa menyerap target pembangunan perumahan MBR tahun depan,” kata Abdi.

Keputusan MK ini bermanfaat agar masyarakat yang tidak mampu bisa menjangkau perumahan murah bersubsidi jalan, listrik, dan lain-lain khususnya untuk Tipe 21. Sedangkan Tipe 36 ke atas belum tentu dapat subsidi.
Kebiro Hukum dan Kepegawaian Kempera Agus Sumargiarto mengatakan, pihaknya menyambut baik keputusan MK, sehingga pemerintah komit segera memperbaiki regulasi luas lantai 36 yang terkait keputusan itu.
Langkah-langkah ke depan, lanjutnya, Kempera akan melakukan koordinasi dengan stakeholder (pemangku kepentingan) dan pemerintah daerah untuk membuat regulasi dalam rangka mendukung keputusan MK.
Tiap daerah berbeda melihat tipe perumahan, baik dari aspek budaya, kesehatan, kemampuan ekonomi, tata ruang. Karenanya, daerah-daerah butuh tipe-tipe tertentu. Ia juga mengungkapkan keptusan MK sudah tepat, tipe rumah tidak bisa diseragamkan berdasarkan aspek tersebut, misalnya Papua, tanah masih luas, bila dibangun rumah tidak cocok tipe 36, seharusnya tipe-tipe lebih besar daripada tipe tersebut.

MK, Rabu (3/10), membatalkan ketentuan Pasal 22 ayat (3) UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang mengatur luas lantai rumah minimal 36 meter persegi (M2).
“Pasal 22 ayat (3) UU Perumahan dan Kawasan Permukiman bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD saat membaca amar putusan. (net/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/