32.8 C
Medan
Friday, May 24, 2024

Tahun Depan Fokus Usaha Ketimbang Organisasi

Tomi Wistan, Ketua REI Sumut

Sejak bergelut dalam dunia usaha, tepatnya property, pria keturunan Tionghoa ini pun mulai aktif dalam organisasi. Kinerja yang optimal diberikannya dalam membangun organisasi, sehingga mengantarkannya menjadi Ketua Real Estate Indonesia (REI) Sumut. Jabatan yang tidak ambisius untuk diraihnya, mengingat dia adalah seorang pria dari desa dan kabupaten pemekaran.

Tomi Wistan
Tomi Wistan

Tomi Wistan, pria kelahiran Desa Pon, Serdang Bedagai (Sergai) pada 15 Oktober 1971 ini diamanahkan menjadi Ketua REI Sumut.
Beban dengan tanggung jawab yang besar. Dengan posisinya saat ini, Tomi sudah merasa cukup, dan berniat untuk mengurangi kesibukannya dari keorganisasiaan, dan fokus untuk mengembangkan usahanya. Menurutnya, kader-kader di bawahnya sudah lebih baik, dan mampu mengurus organisasi yang telah membesarkan namanya. Berikut perikan wawancara wartawan koran ini Juli Rahmadani Rambe dengan Tomi Wistan di Medan, Sabtu (6/10)

Kenapa keputusan Anda untuk mengurangi kegiatan organisasi?

Sejak tujuh tahun yang lalu, saya sudah mulai aktif berorganisasi. Karena saya bergerak dalam bisnis perumahan, maka saya pilih REI sebagai organisasi utama dan Kadin, dan lainnya. Selama waktu tersebut pula, saya sudah mencurahkan waktu saya sebesar 80 persen untuk mengurus organisasi, sedangkan sisanya adalah waktu untuk usaha dan lainnya.
Saya pikir, jabatan saya sebagai Ketua REI Sumut sudah mentok. Jadi, saya pikir mulai tahun depan saya mulai mengurangi waktu di organisasi, hanya menjadi 20 persen. Sedangkan sisanya untuk usaha.

Apakah Anda berambisius untuk menjadi pengurus pusat?

Tidak, kalau untuk pusat terlalu jauh ya. Saya memiliki ambisi, tetapi tidak ambisus. Kalau merasa belum pantas saja untuk ke pusat. Sedangkan keputusan untuk mengurangi waktu ini, dikarenakan saya rasa saat ini sudah banyak adik-adik kader yang sudah mampu mengembang tanggung jawab. Saya tidak berhenti 100 persen kok, hanya mengurangi. Karena saya akui, bahwa aktif di organisasi secara tidak langsung juga mendukung usaha saya.

Mendukung usaha Anda, seperti apa misalnya?

Dengan organisasi, terutama dalam pencitraan, saya merasa, usaha saya sudah didukung sebesar 50 persen. Pencitraan dan nama saya yang sudah dikenal, sehingga memudahkan masyarakat untuk mengetahui, ini proyek siapa, dan lainnya.
Organisasi, REI terutama, karena saya bergerak dalam bidang property, mempermudah saya dalam berhubungan dengan mitra bisnis ya. Karena itu, usaha dan organisasi saling membantu. Bukan hanya itu, organisasi juga akan membuat pendapat kita lebih didengar oleh orang lain.

Kalau memang membantu, kenapa Anda berniat untuk mengurangi?

Begini, dengan jabatan saya, terlalu banyak yang saya urus dan harus dipertanggung jawabkan. Karena keasyikan di organisasi, waktu saya banyak tersita. Sehingga usaha tidak maksimal, dan menjadi melambat. Saya tidak menyesali, karena semua ada hikmahnya. Malah saya harus bersyukur, karena jabatan ini membantu. Prinsip saya, cepat karena ada dikejar, lambat karena ada yang ditunggu. Nah, mungkin usaha saya yang melambat, karena saya harus menunggu proyek yang lebih besar lagi, kita kan tidak tahu. Saya juga tidak terlalu khawatir, karena harga property itu kan trend nya naik. Karena itu, saya tidak berambisi untuk dipilih ke dua kali dengan jabatan yang sama.

Bagaimana Anda mengatur jadwal di tengah pekerjaan Anda sebagai pengusaha dan ketua?

Menjadi ketua, tanggung jawabnya sangat besar. Intinya saya harus bisa mensikronisasikan apapun yang saya lakukan. Atur jadwal sana, sini. Dan lainnya. Kalau saya kerjakan semua di organisasi, yang ada usaha saya tidak jalan. Cukup mudah, beri kepercayaan pada anggota lain. Kasih kesempatan pada mereka untuk merealisasikan apapun ide yang ada. Karena itu, untuk mendapatkan kader yang baik, dalam setiap kegiatan REI Sumut, selalu dibentuk kepanitian. Mulai dari ketua, sekretaris, hingga lainnya. Jadi, hasil kerja bukan hanya saya saja yang menilai, tetapi seluruh anggota.

Apa yang Anda harapkan dengan posisi Anda saat ini?

Pengembang itu bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi bukan pula pekerjaan yang sulit. Asal tahu celahnya, akan lebih mudah, untuk mengetahui celah ini kan butuh waktu dan pembelajaran. Di REI Sumut, bagi saya bukan hanya curhat-curhatan tentang masalah yang dihadapi oleh anggota. Tetapi, mencarikan solusi yang dihadapi. Apalagi, masalah yang dihadapi pengembang itu adalah masalah klasik, yang tidak pernah selesai. Masalah perizinan, ini kan sudah masalah yang timbul beberapa tahun yang lalu. Dan hingga saat ini, belum dapat juga solusi yang dihadapi, karena masalah izin tersebut. (*)

Apa harapan Anda ke depannya bersama REI?

Saya inginnya REI bisa menjadi magnet bagi pengembang dan mitra bisnis. Terutama dengan bank ya, karena dalam pembiyaan kita selalu didukung oleh pihak bank. REI sebagai ruang diskusi dan komunikasi, publikasi, dan lainnya. Saya juga berharap, di REI ini anggota bukan hanya sebagai anggota, tetapi dia aktif berperan dalam menghidupkan dan membesarkan REI itu sendiri. Agar kebanggaan itu ada. Kalau organisasi besar, yang senang dan bangga kan kita juga.

Berawal dari Tanah Rawa

Tomi Wistan, kelahiran Desa Pon, Serdang Bedagai (Sergai) pada 15 Oktober 1971 memiliki cita-cita untuk membangun daerah perdesaan. Dengan bekal ilmu arsitektur yang dimilikinya, dirinya berhasil membangun berbagai perumahan di daerah.
Ditunjang dengan jabatan yang disandangnya kini, keinginan tersebut semakin membuatnya semangat untuk membangun rumah diberbagai Kabupaten di Sumatera Utara. Ya, Tomi Wistan, Ketua Real Estate Indonesia (REI) Sumut, yang memulai kariernya dibidang developer sejak masih tinggal di tanah kelahirannya di Sergai.

Ayah 3 anak ini, awalnya belum tertarik menjadi seorang developer, walau dirinya menimba ilmu dalam bidang tersebut. Setelah menyelesaikan bangku kuliah di Universitas Taruma Negara Jakarta, Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur, pria keturunan Tionghoa ini kembali ke Sergai dengan tujuan membantu usaha orangtua. Tetapi, rezeki nya mengarahkannya menjadi seorang pengembang perumahan.

“Itu terjadi pada tahun 2004, teman saya memiliki lahan yang berada di daerah rawa, dan dekat kuburan. Saya bantu jual, tetapi tidak laku juga. Akhirnya, teman saya meminta agar saya yang beli, dengan cara menyicil. Di saat itu, timbul keinginan untuk mengambil, apalagi saya memang tamatan dalam bidang arsitektur,” ujarnya dengan wajah mengenang.

Usaha tersebut tidak sia-sia, bangunan yang diberi nama Asia Bisnis Center tersebut, merupakan bangunan pertama kali yang didirikannya. Dimana semua konsep berasal dari Tomi, berhasil menarik perhatian warga setempat. “Dengan kondisi lahan yang berawa, saya bigung bagaimana saya bisa menjualnya. Akhirnya, saya berpikir untuk membangun dengan model. Kemudian saya pagar, agar semakin menarik minat. Padahal pada saat tersebut, bisnis center dengan pagar belum ngetrend dikalangan masyarakat,” ujarnya.

Baginya, bangunan yang didirikannya bukan hanya sebuah karya yang hanya dinikmati oleh dirinya sendiri. Tetapi untuk dinikmati oleh orang lain. Hingga saat ini, Ketua Kadin Sergai ini memiliki 8 proyek pembangunan yang sudah dan sedang dilakukan. Dan 8 proyek pembangun yang akan dididikan.

Keberhasilan yang diraihnya saat ini meyakinkan dirinya, bahwa rezeki sudah ada yang mengatur. Walau awalnya tidak berminat menjadi developer, tetapi rezeki yang didapatnya malah melalui developer. Padahal proyek pertama yang merupakan karya pertama nya itu diejek, dikarenakan lahan berdirinya bangunan tersebut adalah rawa-rawa. “Kita boleh berambisi, tetapi jangan ambisius,” ungkapnya.

Cita-cita lain dari Tomi adalah ingin membangun daerah, karena itu dirinya tidak malu walau membangun rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Di Sumut,dia sudah banyak membangun rumah. Mulai dari Medan hingga daerah Cikampak di Kabupaten Labuhanbatu Selatan.Bahkan sampai perbatasan dengan Riau, tepatnya di Bagan Batu.

“Saya lebih tertarik membangun di daerah pinggiran karena ada kepuasan tersendiri. Sejak 2004,baru tahun ini saya mencoba membangun di Medan.Selebihnya seluruhnya di kabupaten/kota atau pinggiran,”ucapnya. Sekarang,mengingat masih banyaknya rumah yang dibutuhkan masyarakat,pria kelahiran 15 Oktober 1971 ini ingin lebih fokus membangun rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Rencananya ia akan membangun 1.000 unit rumah untuk MBR di kawasan Sergai. (jul)

Tomi Wistan, Ketua REI Sumut

Sejak bergelut dalam dunia usaha, tepatnya property, pria keturunan Tionghoa ini pun mulai aktif dalam organisasi. Kinerja yang optimal diberikannya dalam membangun organisasi, sehingga mengantarkannya menjadi Ketua Real Estate Indonesia (REI) Sumut. Jabatan yang tidak ambisius untuk diraihnya, mengingat dia adalah seorang pria dari desa dan kabupaten pemekaran.

Tomi Wistan
Tomi Wistan

Tomi Wistan, pria kelahiran Desa Pon, Serdang Bedagai (Sergai) pada 15 Oktober 1971 ini diamanahkan menjadi Ketua REI Sumut.
Beban dengan tanggung jawab yang besar. Dengan posisinya saat ini, Tomi sudah merasa cukup, dan berniat untuk mengurangi kesibukannya dari keorganisasiaan, dan fokus untuk mengembangkan usahanya. Menurutnya, kader-kader di bawahnya sudah lebih baik, dan mampu mengurus organisasi yang telah membesarkan namanya. Berikut perikan wawancara wartawan koran ini Juli Rahmadani Rambe dengan Tomi Wistan di Medan, Sabtu (6/10)

Kenapa keputusan Anda untuk mengurangi kegiatan organisasi?

Sejak tujuh tahun yang lalu, saya sudah mulai aktif berorganisasi. Karena saya bergerak dalam bisnis perumahan, maka saya pilih REI sebagai organisasi utama dan Kadin, dan lainnya. Selama waktu tersebut pula, saya sudah mencurahkan waktu saya sebesar 80 persen untuk mengurus organisasi, sedangkan sisanya adalah waktu untuk usaha dan lainnya.
Saya pikir, jabatan saya sebagai Ketua REI Sumut sudah mentok. Jadi, saya pikir mulai tahun depan saya mulai mengurangi waktu di organisasi, hanya menjadi 20 persen. Sedangkan sisanya untuk usaha.

Apakah Anda berambisius untuk menjadi pengurus pusat?

Tidak, kalau untuk pusat terlalu jauh ya. Saya memiliki ambisi, tetapi tidak ambisus. Kalau merasa belum pantas saja untuk ke pusat. Sedangkan keputusan untuk mengurangi waktu ini, dikarenakan saya rasa saat ini sudah banyak adik-adik kader yang sudah mampu mengembang tanggung jawab. Saya tidak berhenti 100 persen kok, hanya mengurangi. Karena saya akui, bahwa aktif di organisasi secara tidak langsung juga mendukung usaha saya.

Mendukung usaha Anda, seperti apa misalnya?

Dengan organisasi, terutama dalam pencitraan, saya merasa, usaha saya sudah didukung sebesar 50 persen. Pencitraan dan nama saya yang sudah dikenal, sehingga memudahkan masyarakat untuk mengetahui, ini proyek siapa, dan lainnya.
Organisasi, REI terutama, karena saya bergerak dalam bidang property, mempermudah saya dalam berhubungan dengan mitra bisnis ya. Karena itu, usaha dan organisasi saling membantu. Bukan hanya itu, organisasi juga akan membuat pendapat kita lebih didengar oleh orang lain.

Kalau memang membantu, kenapa Anda berniat untuk mengurangi?

Begini, dengan jabatan saya, terlalu banyak yang saya urus dan harus dipertanggung jawabkan. Karena keasyikan di organisasi, waktu saya banyak tersita. Sehingga usaha tidak maksimal, dan menjadi melambat. Saya tidak menyesali, karena semua ada hikmahnya. Malah saya harus bersyukur, karena jabatan ini membantu. Prinsip saya, cepat karena ada dikejar, lambat karena ada yang ditunggu. Nah, mungkin usaha saya yang melambat, karena saya harus menunggu proyek yang lebih besar lagi, kita kan tidak tahu. Saya juga tidak terlalu khawatir, karena harga property itu kan trend nya naik. Karena itu, saya tidak berambisi untuk dipilih ke dua kali dengan jabatan yang sama.

Bagaimana Anda mengatur jadwal di tengah pekerjaan Anda sebagai pengusaha dan ketua?

Menjadi ketua, tanggung jawabnya sangat besar. Intinya saya harus bisa mensikronisasikan apapun yang saya lakukan. Atur jadwal sana, sini. Dan lainnya. Kalau saya kerjakan semua di organisasi, yang ada usaha saya tidak jalan. Cukup mudah, beri kepercayaan pada anggota lain. Kasih kesempatan pada mereka untuk merealisasikan apapun ide yang ada. Karena itu, untuk mendapatkan kader yang baik, dalam setiap kegiatan REI Sumut, selalu dibentuk kepanitian. Mulai dari ketua, sekretaris, hingga lainnya. Jadi, hasil kerja bukan hanya saya saja yang menilai, tetapi seluruh anggota.

Apa yang Anda harapkan dengan posisi Anda saat ini?

Pengembang itu bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi bukan pula pekerjaan yang sulit. Asal tahu celahnya, akan lebih mudah, untuk mengetahui celah ini kan butuh waktu dan pembelajaran. Di REI Sumut, bagi saya bukan hanya curhat-curhatan tentang masalah yang dihadapi oleh anggota. Tetapi, mencarikan solusi yang dihadapi. Apalagi, masalah yang dihadapi pengembang itu adalah masalah klasik, yang tidak pernah selesai. Masalah perizinan, ini kan sudah masalah yang timbul beberapa tahun yang lalu. Dan hingga saat ini, belum dapat juga solusi yang dihadapi, karena masalah izin tersebut. (*)

Apa harapan Anda ke depannya bersama REI?

Saya inginnya REI bisa menjadi magnet bagi pengembang dan mitra bisnis. Terutama dengan bank ya, karena dalam pembiyaan kita selalu didukung oleh pihak bank. REI sebagai ruang diskusi dan komunikasi, publikasi, dan lainnya. Saya juga berharap, di REI ini anggota bukan hanya sebagai anggota, tetapi dia aktif berperan dalam menghidupkan dan membesarkan REI itu sendiri. Agar kebanggaan itu ada. Kalau organisasi besar, yang senang dan bangga kan kita juga.

Berawal dari Tanah Rawa

Tomi Wistan, kelahiran Desa Pon, Serdang Bedagai (Sergai) pada 15 Oktober 1971 memiliki cita-cita untuk membangun daerah perdesaan. Dengan bekal ilmu arsitektur yang dimilikinya, dirinya berhasil membangun berbagai perumahan di daerah.
Ditunjang dengan jabatan yang disandangnya kini, keinginan tersebut semakin membuatnya semangat untuk membangun rumah diberbagai Kabupaten di Sumatera Utara. Ya, Tomi Wistan, Ketua Real Estate Indonesia (REI) Sumut, yang memulai kariernya dibidang developer sejak masih tinggal di tanah kelahirannya di Sergai.

Ayah 3 anak ini, awalnya belum tertarik menjadi seorang developer, walau dirinya menimba ilmu dalam bidang tersebut. Setelah menyelesaikan bangku kuliah di Universitas Taruma Negara Jakarta, Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur, pria keturunan Tionghoa ini kembali ke Sergai dengan tujuan membantu usaha orangtua. Tetapi, rezeki nya mengarahkannya menjadi seorang pengembang perumahan.

“Itu terjadi pada tahun 2004, teman saya memiliki lahan yang berada di daerah rawa, dan dekat kuburan. Saya bantu jual, tetapi tidak laku juga. Akhirnya, teman saya meminta agar saya yang beli, dengan cara menyicil. Di saat itu, timbul keinginan untuk mengambil, apalagi saya memang tamatan dalam bidang arsitektur,” ujarnya dengan wajah mengenang.

Usaha tersebut tidak sia-sia, bangunan yang diberi nama Asia Bisnis Center tersebut, merupakan bangunan pertama kali yang didirikannya. Dimana semua konsep berasal dari Tomi, berhasil menarik perhatian warga setempat. “Dengan kondisi lahan yang berawa, saya bigung bagaimana saya bisa menjualnya. Akhirnya, saya berpikir untuk membangun dengan model. Kemudian saya pagar, agar semakin menarik minat. Padahal pada saat tersebut, bisnis center dengan pagar belum ngetrend dikalangan masyarakat,” ujarnya.

Baginya, bangunan yang didirikannya bukan hanya sebuah karya yang hanya dinikmati oleh dirinya sendiri. Tetapi untuk dinikmati oleh orang lain. Hingga saat ini, Ketua Kadin Sergai ini memiliki 8 proyek pembangunan yang sudah dan sedang dilakukan. Dan 8 proyek pembangun yang akan dididikan.

Keberhasilan yang diraihnya saat ini meyakinkan dirinya, bahwa rezeki sudah ada yang mengatur. Walau awalnya tidak berminat menjadi developer, tetapi rezeki yang didapatnya malah melalui developer. Padahal proyek pertama yang merupakan karya pertama nya itu diejek, dikarenakan lahan berdirinya bangunan tersebut adalah rawa-rawa. “Kita boleh berambisi, tetapi jangan ambisius,” ungkapnya.

Cita-cita lain dari Tomi adalah ingin membangun daerah, karena itu dirinya tidak malu walau membangun rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Di Sumut,dia sudah banyak membangun rumah. Mulai dari Medan hingga daerah Cikampak di Kabupaten Labuhanbatu Selatan.Bahkan sampai perbatasan dengan Riau, tepatnya di Bagan Batu.

“Saya lebih tertarik membangun di daerah pinggiran karena ada kepuasan tersendiri. Sejak 2004,baru tahun ini saya mencoba membangun di Medan.Selebihnya seluruhnya di kabupaten/kota atau pinggiran,”ucapnya. Sekarang,mengingat masih banyaknya rumah yang dibutuhkan masyarakat,pria kelahiran 15 Oktober 1971 ini ingin lebih fokus membangun rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Rencananya ia akan membangun 1.000 unit rumah untuk MBR di kawasan Sergai. (jul)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/