32 C
Medan
Sunday, October 20, 2024
spot_img

Tanah Dirampas hingga Diancam Bunuh

25 Tahun Pedagang Tape Menanti Keadilan  

BINJAI-Dua puluh lima tahun bukan waktu yang singkat. Selama kurun waktu itu juga, Ali Usman (72), tak pernah putus asa untuk mencari keadailan. Sudah segala cara dilakukan pria uzur ini guna mendapatkan keadilan perihal permasalahan tanah miliknya yang dirampas dengan cara semena-mena.

Mulai dari mempertanyakan kepada Kepala Lorong, Lurah dan Camat. Namun, kenyataan pahit diterimannya. Bukannya sepetak tanah tersebut dikembalikan. Akan tetapi, keselamatannya, keluarga terancam dibunuh dan ia sendiri dijadikan tersangka pada masa orde baru itu. Bahkan, rumahnya sempat dibakar oleh beberapa orang yang tidak dikenal.

Untuk mencari keadilan dan memprotes ke arogansi pemerintah pada saat itu. Pria beranak 14 ini, menghancurkan jalan beraspal yang merupakan sebagian tanahnya yang kini di aspal dan dijadikan Jalan Rambutan, Kelurahan Sumber Rejo, Kecamatan Binjai Timur, Minggu (28/10) sekitar pukul 11.30 WIB.

“Bukan permasalahan tanahnya yang kusayangkan. Namun, aku sangat menyayangkan tindakan pemerintah pada massa itu. Mereka bukannya meminta izin baik-baik, mereka malah menyerobot tanah miliku begitu saja. Bahkan, aku sempat dijadikan tersangka pengerusakan dan rumah ku sempat dibakar serta keselamatan aku dan keluarga terancam, karena aku meprotes perampasan tanahku dengan cara semena-mena,” kata Ali Usman, yang sehari-hari berdagang makanan tape ini.

Diceritakannya, permasalahan ini dimulai dari tahun 1987. Ketika itu, tanahnya diambil dan dijadikan gang oleh oknum kepada desa Alm Arkayan. Dengan tindakan oknum pemerintahan itu, ia memprotesnnya karena pengambilan lahan tanah seluas 2,5 meter X 31 meter, tanpa seizinnya.

Namun, bukannya ditanggapi ia malah sempat diculik oleh beberapa preman diduga orang suruhan. Bahkan, ia terus mendapatkan intimidasi dan terus diteror. “Karena aku menolak dan meprotesnya. Aku diculik dan sempat disekap. Disana, aku terus ditakut-takuti dan mendapatkan intimidasi. Hingga, akhirnnya aku dikeluarkan Dario sekapan itu,” terang pria beruban ini.

Karena terus mendapatkan intimidasi dari beberapa oknum dan memikirkan keselamatan keluarga. Perjuanganya mempertahankan tanah miliknnya sempat terhenti beberapa bulan.

Ia kemudian melakukan aksi lagi dan membuat parit di tanahnya itu.“Karena merasa aman. Aku kembali melakukan aksi dan membuat parit di tanah yang hendak dijadikan jalan itu,” ungkapnya.

Lagi-lagi, aksinnya dihalangi oleh kepala dusun setempat. Ali pun diancam akan dibunuh “Entah, apa saja yang mereka lakukan untuk menurunkan nyaliku,” kenangnnya.

Hingga, tahun 1992 dan tahun 1996 ancaman itu benar-benar menimpannya. Ia kembali diculik oleh preman bayaran dan kembali menyekapnnya. “Saat itu, aku pikir nyawaku sudah melayang. Beruntung, Allah, masih sayang kepadaku dan aku selama dari sekapan para preman yang diduga dibayar oleh oknum-oknum tertentu,” kenangnya kembali.

Dia pernah membuat laporan ke Polres Langkat yang kini menjadi Polres Binjai. Akan tetapi, laporan itu sekan sia-sia. Hingga kini tidak jelas ujung pangkal dari laporan dengan No Pol : K/ 347/ X/ 1996/ PAMAPTA.

“Sampai saat ini, polisi tidak pernah menyentuh pelakunya. Bahkan, dari hari ke hari hingga bulan ke bulan sampai tahun ke tahun laporanku seakan dipendam oleh mereka (polisi-red),” keluhnya. (bam/smg)

25 Tahun Pedagang Tape Menanti Keadilan  

BINJAI-Dua puluh lima tahun bukan waktu yang singkat. Selama kurun waktu itu juga, Ali Usman (72), tak pernah putus asa untuk mencari keadailan. Sudah segala cara dilakukan pria uzur ini guna mendapatkan keadilan perihal permasalahan tanah miliknya yang dirampas dengan cara semena-mena.

Mulai dari mempertanyakan kepada Kepala Lorong, Lurah dan Camat. Namun, kenyataan pahit diterimannya. Bukannya sepetak tanah tersebut dikembalikan. Akan tetapi, keselamatannya, keluarga terancam dibunuh dan ia sendiri dijadikan tersangka pada masa orde baru itu. Bahkan, rumahnya sempat dibakar oleh beberapa orang yang tidak dikenal.

Untuk mencari keadilan dan memprotes ke arogansi pemerintah pada saat itu. Pria beranak 14 ini, menghancurkan jalan beraspal yang merupakan sebagian tanahnya yang kini di aspal dan dijadikan Jalan Rambutan, Kelurahan Sumber Rejo, Kecamatan Binjai Timur, Minggu (28/10) sekitar pukul 11.30 WIB.

“Bukan permasalahan tanahnya yang kusayangkan. Namun, aku sangat menyayangkan tindakan pemerintah pada massa itu. Mereka bukannya meminta izin baik-baik, mereka malah menyerobot tanah miliku begitu saja. Bahkan, aku sempat dijadikan tersangka pengerusakan dan rumah ku sempat dibakar serta keselamatan aku dan keluarga terancam, karena aku meprotes perampasan tanahku dengan cara semena-mena,” kata Ali Usman, yang sehari-hari berdagang makanan tape ini.

Diceritakannya, permasalahan ini dimulai dari tahun 1987. Ketika itu, tanahnya diambil dan dijadikan gang oleh oknum kepada desa Alm Arkayan. Dengan tindakan oknum pemerintahan itu, ia memprotesnnya karena pengambilan lahan tanah seluas 2,5 meter X 31 meter, tanpa seizinnya.

Namun, bukannya ditanggapi ia malah sempat diculik oleh beberapa preman diduga orang suruhan. Bahkan, ia terus mendapatkan intimidasi dan terus diteror. “Karena aku menolak dan meprotesnya. Aku diculik dan sempat disekap. Disana, aku terus ditakut-takuti dan mendapatkan intimidasi. Hingga, akhirnnya aku dikeluarkan Dario sekapan itu,” terang pria beruban ini.

Karena terus mendapatkan intimidasi dari beberapa oknum dan memikirkan keselamatan keluarga. Perjuanganya mempertahankan tanah miliknnya sempat terhenti beberapa bulan.

Ia kemudian melakukan aksi lagi dan membuat parit di tanahnya itu.“Karena merasa aman. Aku kembali melakukan aksi dan membuat parit di tanah yang hendak dijadikan jalan itu,” ungkapnya.

Lagi-lagi, aksinnya dihalangi oleh kepala dusun setempat. Ali pun diancam akan dibunuh “Entah, apa saja yang mereka lakukan untuk menurunkan nyaliku,” kenangnnya.

Hingga, tahun 1992 dan tahun 1996 ancaman itu benar-benar menimpannya. Ia kembali diculik oleh preman bayaran dan kembali menyekapnnya. “Saat itu, aku pikir nyawaku sudah melayang. Beruntung, Allah, masih sayang kepadaku dan aku selama dari sekapan para preman yang diduga dibayar oleh oknum-oknum tertentu,” kenangnya kembali.

Dia pernah membuat laporan ke Polres Langkat yang kini menjadi Polres Binjai. Akan tetapi, laporan itu sekan sia-sia. Hingga kini tidak jelas ujung pangkal dari laporan dengan No Pol : K/ 347/ X/ 1996/ PAMAPTA.

“Sampai saat ini, polisi tidak pernah menyentuh pelakunya. Bahkan, dari hari ke hari hingga bulan ke bulan sampai tahun ke tahun laporanku seakan dipendam oleh mereka (polisi-red),” keluhnya. (bam/smg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/