25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Mahasiswa Teknik Mesin UMSU Ciptakan Mesin Pengering Kakao

Tak Pakai BBM dan Listrik, Cocok saat Cuaca Ekstrem

Mahasiswa Fakultas Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) menciptakan mesin pengering  biji kakao (cokelat) dengan cara sederhana.

M Sahbainy Nasution, Medan

Mesin itu diperuntukkan untuk para petani yang mempunyai keterbatasan dana karena harga alat itu cukup murah sekitar Rp5.500.000 jika dibandingkan dengan harga mesin pengering kakao yang mencapai puluhan dan bahkan ratusan juta rupiah.

Pencipta mesin tersebut adalah Darmawan, Ferry Fadlan Pratama dan M Nasir, ketiga mahasiswa ini berhasil membuat mesin dengan waktu empat bulan.

“Mesin ini cocok untuk petani cokelat yang dananya sedikit, karena jika kita mengandalkan panas matahari apalagi saat ini cuaca ekstrim biji kakao susah kering dan akan busuk,” kata Darmawan.

Menurutnya, awal pembuatan mesin tersebut tahun 2010 dengan melakukan percobaan berulang kali dan akhirnya berkat kesabaran mesin pengering cokelat itu akhirnya tercipta. Dalam pembuatan mesin pengering cokelat tersebut melalui riset yang panjang.

“Dari hasil riset kami mendapatkan ide mesin yang memakai energi listrik diubah menjadi mesin menggunakan energi dari Biomassa (dalam industri produksi energi, merujuk pada bahan biologis yang hidup atau baru mati yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar atau untuk produksi industrial). Hal itu merupakan arahan yang diberikan dosen pebimbing,” kata Darmawan.

Dengan tidak memakai energi listrik, Darmawan dan kawan-kawannya menggunakan Biomasa atau bahan-bahan limbah dari tumbuhan seperti kulit jagung, tongkol jagung, cangkang sawit, cangkang kemiri, jerami, kayu bakar, dan sekam padi. Menurut Darmawan, selain tidak memakai bahan bakar minyak mesin yang mereka ciptakan juga ramah lingkungan, karena proses pembuatan biomasa dibantu oleh sinar matahari dan memakai bahan poletron surya panas atau sejenis panel perangkap pancaran sinar matahari.

Menurut Darmawan, perbandingan pengeringan kakao dengan mesin temuan mereka dengan mesin listrik memang lebih lama. Namun, kalau dihitung pengiritan biaya produksi para petani lebih menguntungkan. Selain itu kelebihan mesin ini juga membuat biji kakao lebih bersih. Selain itu, mesin ini juga bisa mengeringkan pinang, buah asam, padi dan lainnya.

Darmawan menjelaskan, mesin pengering ini terdiri dari tiga bagian, yang pertama tungku pembakar biomassa yang sangat berguna untuk cuaca mendung, serta tungku kedua dipergunakan untuk penyerapan sinar atau panas matahari kedua tungku tersebut disambungkan dengan pipa yang disalurkan ke oven tempat pengeringan.

“Panasnya jika memekai sekam padi lebih kurang mencapai 400 derajat celsius, dan mesin ini dapat menampung 30 kilogram biji kakao,”katanya.

Darmawan mengaku mereka sepenuhnya dibantu oleh pihak rektorat. Namun, mesin pengering ini belum diterima sepenuhnya oleh petanai karena petani beranggapan lebih baik menggunakan sinar matahari.
“Kami berharap pemerintah mau membantu mesosialisasikan pada petani menengah ke bawah sehingga ke depannya kami bisa mengembangkan mesin pengering ini agar lebih efisien lagi,” katanya.

Sekadar diketahui, umumnya biomassa merujuk pada materi tumbuhan yang dipelihara untuk digunakan sebagai biofuel, tapi dapat juga mencakup materi tumbuhan atau hewan yang digunakan untuk produksi serat, bahan kimia, atau panas. Biomassa dapat pula meliputi limbah terbiodegradasi yang dapat dibakar sebagai bahan bakar. Biomassa tidak mencakup materi organik yang telah tertransformasi oleh proses geologis menjadi zat seperti batu bara atau minyak bumi. (*)

Tak Pakai BBM dan Listrik, Cocok saat Cuaca Ekstrem

Mahasiswa Fakultas Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) menciptakan mesin pengering  biji kakao (cokelat) dengan cara sederhana.

M Sahbainy Nasution, Medan

Mesin itu diperuntukkan untuk para petani yang mempunyai keterbatasan dana karena harga alat itu cukup murah sekitar Rp5.500.000 jika dibandingkan dengan harga mesin pengering kakao yang mencapai puluhan dan bahkan ratusan juta rupiah.

Pencipta mesin tersebut adalah Darmawan, Ferry Fadlan Pratama dan M Nasir, ketiga mahasiswa ini berhasil membuat mesin dengan waktu empat bulan.

“Mesin ini cocok untuk petani cokelat yang dananya sedikit, karena jika kita mengandalkan panas matahari apalagi saat ini cuaca ekstrim biji kakao susah kering dan akan busuk,” kata Darmawan.

Menurutnya, awal pembuatan mesin tersebut tahun 2010 dengan melakukan percobaan berulang kali dan akhirnya berkat kesabaran mesin pengering cokelat itu akhirnya tercipta. Dalam pembuatan mesin pengering cokelat tersebut melalui riset yang panjang.

“Dari hasil riset kami mendapatkan ide mesin yang memakai energi listrik diubah menjadi mesin menggunakan energi dari Biomassa (dalam industri produksi energi, merujuk pada bahan biologis yang hidup atau baru mati yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar atau untuk produksi industrial). Hal itu merupakan arahan yang diberikan dosen pebimbing,” kata Darmawan.

Dengan tidak memakai energi listrik, Darmawan dan kawan-kawannya menggunakan Biomasa atau bahan-bahan limbah dari tumbuhan seperti kulit jagung, tongkol jagung, cangkang sawit, cangkang kemiri, jerami, kayu bakar, dan sekam padi. Menurut Darmawan, selain tidak memakai bahan bakar minyak mesin yang mereka ciptakan juga ramah lingkungan, karena proses pembuatan biomasa dibantu oleh sinar matahari dan memakai bahan poletron surya panas atau sejenis panel perangkap pancaran sinar matahari.

Menurut Darmawan, perbandingan pengeringan kakao dengan mesin temuan mereka dengan mesin listrik memang lebih lama. Namun, kalau dihitung pengiritan biaya produksi para petani lebih menguntungkan. Selain itu kelebihan mesin ini juga membuat biji kakao lebih bersih. Selain itu, mesin ini juga bisa mengeringkan pinang, buah asam, padi dan lainnya.

Darmawan menjelaskan, mesin pengering ini terdiri dari tiga bagian, yang pertama tungku pembakar biomassa yang sangat berguna untuk cuaca mendung, serta tungku kedua dipergunakan untuk penyerapan sinar atau panas matahari kedua tungku tersebut disambungkan dengan pipa yang disalurkan ke oven tempat pengeringan.

“Panasnya jika memekai sekam padi lebih kurang mencapai 400 derajat celsius, dan mesin ini dapat menampung 30 kilogram biji kakao,”katanya.

Darmawan mengaku mereka sepenuhnya dibantu oleh pihak rektorat. Namun, mesin pengering ini belum diterima sepenuhnya oleh petanai karena petani beranggapan lebih baik menggunakan sinar matahari.
“Kami berharap pemerintah mau membantu mesosialisasikan pada petani menengah ke bawah sehingga ke depannya kami bisa mengembangkan mesin pengering ini agar lebih efisien lagi,” katanya.

Sekadar diketahui, umumnya biomassa merujuk pada materi tumbuhan yang dipelihara untuk digunakan sebagai biofuel, tapi dapat juga mencakup materi tumbuhan atau hewan yang digunakan untuk produksi serat, bahan kimia, atau panas. Biomassa dapat pula meliputi limbah terbiodegradasi yang dapat dibakar sebagai bahan bakar. Biomassa tidak mencakup materi organik yang telah tertransformasi oleh proses geologis menjadi zat seperti batu bara atau minyak bumi. (*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/