Sidang BNI SKM Medan
MEDAN- Perkara jaminan kredit tidak terpasang di BNI SKM (Sentra Kecil Menengah) Medan berawal dari macetnya kredit pinjaman PT Atakana Company pada Juli 2010. Karena debitur (PT Atakana Company) sudah macet total, maka pihak BNI SKM Medan berencana melelang jaminan kredit berupa kebun seluas 3.445 hektare sesuai dalam SHGU (Sertifikat Hak Guna Usaha) No.102 yang terletak di Desa Berandang Kecamatan Rantau Peurelak Kabupaten Aceh Timur.
“Saat saya mulai bekerja di BNI SKM Medan, sejak Juli 2010 kredit PT Atakana Groupn
benar-benar macet total. Karena itulah kami berencana melelang jaminannya. Setahu saya PT Atakana Company sudah menjadi debitur sejak Tahun 1996,” ujar saksi Ramlan Purba yang saat itu menjabat sebagai Pengelola Bank Khusus di BNI SKM Medan dalam sidang di ruang utama Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (19/12).
Disebutkan saksi, PT Atakana Company telah menunggak kreditnya lebih dari 180 hari atau disebut juga golongan 5. Namun, rencana pelelangan tersebut tidak terealisasi.
Sebab M. Aka selaku Direktur di PT Atakana Company memohon ke BNI SKM Medan untuk menjual sendiri jaminan SHGU No.102 tersebut. PT Atakana Company, kata saksi, memiliki tiga grup lain di antaranya PT Tirta Amazon, PT Halal Food dan CV Sinar Serdang.
“Saat itu, M.Aka membuat permohonan tertulis lalu disetujui oleh kantor pusat. M. Aka juga pernah membawa Boy Hermansyah selaku Direktur PT Bahari Dwi Kencana Lestari (BDKL) yang katanya sebagai calon pembeli. Permohonan yang diajukannya diterima asalkan PT Atakanya Company dan Group melunasi kreditnya yang Rp60 miliar itu,” jelas saksi.
Di hadapan majelis hakim berjumlah lima orang yang diketuai Erwin Mangatas Malau, saksi menyatakan bahwa PT Atakana Company telah menjual aset SHGU No.102 kepada PT BDKL.
Ini juga dibuktikan dengan adanya surat kuasa yang ditujukan debitur yang berisi memberikan kuasa pada Boy Hermansyah untuk menyelesaikan seluruh hutang di BNI SKM Medan.
“Selain PT Atakana Company, kredit tiga grupnya yang lain juga mengalami kemacetan.
Tapi agunannya berbeda-beda. Memang jaminan SHGU No.102 untuk menjamin PT Atakana Company sendiri. Kita juga minta, kalau PT Atakana harus melunasi keseluruhan kredit macet grup nya.
etahu saya PT Atakana Company ada empat orang pemegang saham. Keseluruhan kredit macet grup besar PT Atakana Company itu sebesar Rp91 miliar. Tapi setahu saya semua sudah dilunasi,” urainya.
Menurut saksi, Boy Hermansyah juga menjadi debitur BNI SKM Medan. Bahkan tercatat kredit PT BDKL di bank tersebut berjumlah Rp117,5 miliar. “Setelah dilakukan jual beli antara M.Aka dengan Boy Hermansyah, maka Boy Hermansyah membayarkan kredit macet PT Atakana Company di BNI. Setahu saya sumber pembayarannya melalui pencairan kredit PT BDKL yang Rp117,5 miliar itu,” terang saksi.
Sementara itu, saksi Adam yang pada saat itu menjabat selaku Asisten Administrasi BNI SKM Medan, mengaku pihaknya membuat perjanjian kredit PT BDKL atas fasilitas kredit yang diberikan oleh BNI SKM Medan. Di mana perjanjian kreditnya yakni fasilitas PT Modal Kerja maksimum Rp23 miliar.
Lalu kredit Rp20 miliar, kredit investasi untuk pembelian kebun kelapa sawit maksimum Rp74,5 miliar, kredit investasi untuk rehabilitasi maksimum Rp11,5 miliar yang total pengajuannya dari pihak PT BDKL ke BNI SKM Medan mencapai Rp129miliar.
Saksi menyatakan pada 24 Desember 2010 telah dilakukan pengikatan jual beli antara PT Atakana Compay dengan PT BDKL. “Sertifikat SHGU 102 masih disimpan BNI. Untuk PT BDKL sendiri jaminan kredit yang diajukannya kepada BNI SKM Medan berupa SHGB No.02 atas nama PT BDKL dan SHGU No.102 atas nama PT Atakana Company,” pungkasnya.
Adapun saksi Sumarmata selaku Kepala Cabang di Bank Mandiri Jalan Imam Bonjol Medan mengatakan, PT BDKL pernah punya fasilitas kredit di Bank Mandiri.
Tapi kredit tersebut sudah lunas pada 28 Desember 2010. Pernah pula dilakukan take over proses pelunasan kredit dengan diambil alih pembayaran bank lain. Usai mendengarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan, majelis hakim menunda persidangan pekan depan dengan agenda mendengarkan saksi lainnya. (far)