26 C
Medan
Tuesday, October 22, 2024
spot_img

Gapki Minta Pemerintah Permudah Izin Lahan Baru

JAKARTA- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) meminta pemerintah untuk membantu masalah yang dihadapi industri sawit nasional. Setidaknya ada tiga permasalahan mendasar yang hingga kini belum diselesaikan pemerintah.

Sekjen GAPKI Joko Supriyono mengatakan ada beberapa hal yang harus diperbaiki untuk membenahi industri sawit nasional.

“Kepastian hukum, infrastruktur dan moratorium izin baru itu adalah salah satunya,” kata Joko di Kantor GAPKI Jakarta, Selasa (8/1).
Joko menjelaskan masalah kepastian hukum mengenai tata ruang dan lahan yang menjadi kendala yang penuh ketidakpastian. Seperti di beberapa provinsi, banyak lahan sawit yang masih berada di kawasan hutan padahal sudah beroperasi puluhan/ratusan tahun.

“Ini menjadi masalah serius terutama menyangkut hutan. Tetapi pemerintah tidak mempunyai penyelesaian ini,” katanya.
Belum lagi masalah infrastruktur, menurut Joko pemerintah memang mempunyai program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) tetapi yang berhubungan dengan sawit tidak ada.

Pelabuhan juga terbatas sehingga biaya produksi industri sawit meningkat.

Masalah lain yang yang dihadapi industri sawit di Indonesia adalah kebijakan moratorium pemberian izin lahan baru untuk sawit yang tidak sesuai dengan penerapan di lapangan.

Bagi Joko kebijakan moratorium harus segera diselesaikan dan berfungsi dengan baik sehingga tidak mengakibatkan potensial loss yang seharusnya bisa menjadi sumber pendapatan peningkatan ekonomi Indonesia.

“Infrastruktur minim sehingga biaya produksi juga meningkat. Kita jauh lebih mahal bila dibandingkan Malaysia.
Sebagai contoh ongkos angkut CPO di Malaysia hanya 0,3 ringgit/kg/km, di Malaysia atau setara dengan Rp0,8/kg/km, sedangkan di Indonesia Rp1,2-1,4 /kg/km. Sedangkan potential loss yang didapat dari kebijakan moratorium yang tidak sesuai penerapan di lapangan adalah sekitar 120 ribu tenaga kerja kehilangan kesempatan untuk bekerja dan PDB hilang sebesar US$ 4 miliar,” tandas Joko.(net/jpnn)

JAKARTA- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) meminta pemerintah untuk membantu masalah yang dihadapi industri sawit nasional. Setidaknya ada tiga permasalahan mendasar yang hingga kini belum diselesaikan pemerintah.

Sekjen GAPKI Joko Supriyono mengatakan ada beberapa hal yang harus diperbaiki untuk membenahi industri sawit nasional.

“Kepastian hukum, infrastruktur dan moratorium izin baru itu adalah salah satunya,” kata Joko di Kantor GAPKI Jakarta, Selasa (8/1).
Joko menjelaskan masalah kepastian hukum mengenai tata ruang dan lahan yang menjadi kendala yang penuh ketidakpastian. Seperti di beberapa provinsi, banyak lahan sawit yang masih berada di kawasan hutan padahal sudah beroperasi puluhan/ratusan tahun.

“Ini menjadi masalah serius terutama menyangkut hutan. Tetapi pemerintah tidak mempunyai penyelesaian ini,” katanya.
Belum lagi masalah infrastruktur, menurut Joko pemerintah memang mempunyai program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) tetapi yang berhubungan dengan sawit tidak ada.

Pelabuhan juga terbatas sehingga biaya produksi industri sawit meningkat.

Masalah lain yang yang dihadapi industri sawit di Indonesia adalah kebijakan moratorium pemberian izin lahan baru untuk sawit yang tidak sesuai dengan penerapan di lapangan.

Bagi Joko kebijakan moratorium harus segera diselesaikan dan berfungsi dengan baik sehingga tidak mengakibatkan potensial loss yang seharusnya bisa menjadi sumber pendapatan peningkatan ekonomi Indonesia.

“Infrastruktur minim sehingga biaya produksi juga meningkat. Kita jauh lebih mahal bila dibandingkan Malaysia.
Sebagai contoh ongkos angkut CPO di Malaysia hanya 0,3 ringgit/kg/km, di Malaysia atau setara dengan Rp0,8/kg/km, sedangkan di Indonesia Rp1,2-1,4 /kg/km. Sedangkan potential loss yang didapat dari kebijakan moratorium yang tidak sesuai penerapan di lapangan adalah sekitar 120 ribu tenaga kerja kehilangan kesempatan untuk bekerja dan PDB hilang sebesar US$ 4 miliar,” tandas Joko.(net/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/