Akhir-akhir ini negara kita disibukkan oleh masalah pendidikan. Mulai dari rencana penerapan kurikulum baru pada tahun ajaran 2013/2014 hingga keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Ganti menteri, ganti kurikulum. Itulah salah satu kebiasaan Indonesia. Ada baiknya, kita belajar dari Finlandia, negeri yang sistem pendidikannya kini diakui sebagai yang terbaik di dunia.
Kunci kesuksesan pendidikan di Finlandia adalah keseriusan pemerintah pada sektor pendidikan lebih besar dibanding sektor lainnya. Dari hasil tes PISA (Program for International Student Assessment) 2009, tes yang diselenggarakan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) -di antara para pelajar usia 15 tahun dari 65 negara, yang diuji kemampuannya di tiga bidang: sains, membaca, dan matematika- Indonesia tetap di papan bawah: peringkat ke-60 untuk sains, 57 untuk membaca dan 61 untuk matematika. Artinya, kualitas para pelajar kita, kini berada di posisi terendah bersama Argentina, Tunisia, Albania, Panama, Peru, Qatar, Kazakstan, Azerbaijan, Kyrgysztan. Sedangkan siswa Shanghai Cina ranking 1, Finlandia 2 dan Korea Selatan 3.
Tak bisa dipungkiri, ukuran kemajuan sebuah negara bukanlah diukur dari pendapatan nasional, kemajuan teknologi atau kekuatan militer. Tapi berdasarkan karakter penduduknya yang dibina lewat pendidikan yang bermutu dan relevan. Finlandia menjadi yang terbaik di dunia karena kebijakan-kebijakan pendidikan konsisten selama lebih dari 40 tahun walau partai yang memerintah berganti.
Secara umum, kebijakan-kebijakan pendidikan Cina dan Korea Selatan (dan Singapura) juga konsisten dan hasilnya terlihat sekarang. Sebaliknya, kebijakan-kebijakan pendidikan Indonesia cenderung tentatif, suka coba-coba dan sering berganti. Di Tanah Air, kita terseret arus mengkotak-kotakkan siswa dalam kelas reguler dan kelas anak pintar, kelas anak lamban berbahasa Indonesia dan kelas bilingual (bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar) dan membuat pengkastaan sekolah (sekolah berstandar nasional, sekolah nasional plus, sekolah berstandar internasional, sekolah negeri yang dianakemaskan dan sekolah swasta yang dianaktirikan).
Sebaliknya di Finlandia, tak ada pengkotakan siswa dan pengkastaan sekolah. Sekolah swasta dapat bantuan dana yang sama dengan sekolah negeri. Di Finlandia, guru tak hanya sebatas pengajar tapi mereka pakar kurikulum. Kurikulum di Finlandia sangat berbeda di setiap sekolah namun tetap berjalan di bawah panduan resmi pemerintah.
Guru-guru di Finlandia semuanya adalah tamatan S2 dan dipilih dari lulusan terbaik (the best ten) di berbagai universitas. Orang merasa lebih terhormat jadi guru daripada jadi dokter atau insinyur. Kegemaran membaca aktif didorong. Finlandia menerbitkan lebih banyak buku anak-anak daripada negeri manapun di dunia. Guru diberi kebebasan melaksanakan kurikulum pemerintah, bebas memilih metode dan buku teks.
Jika di negara-negaja maju memberlakukan “tes standar” untuk mengukur kemajuan siswa di sekolah, Finlandia tidak. (*)