25.6 C
Medan
Tuesday, May 14, 2024

Biaya Perang

Kabar perang di Gaza belum juga berhenti. Korban berjatuhan. Dua kubu mengalami sekian banyak kerugian. Tidak itu saja, tidak sekadar kerugian materi, jiwa mereka yang jadi korban terluka. Meski tidak berdarah, tapi mimik dan sinar mata mereka berbicara: kapan perang itu akan berhenti.

Tapi begitulah, perang selalu menimbulkan kerugian yang besar. Untuk menghitung apa yang telah hilang di Gaza sana tentunya butuh waktu panjang. Dan, catatan kali ini tidak berani mengambil risiko untuk menghitung kerugian itu dengan detail.

Saya tertarik dengan sistem pertahanan udara antiroket Israel yang biasa disebut Iron Dome. Ceritanya, roket Iron Dome disiapkan untuk menghalau serangan roket Fajr-5 milik pejuang Palestina. Nah, kabar terbaru, keberadaan Iron Dome mulai berkurang. Itulah sebab Fajr-5 ‘bebas’ menjelajahi wilayah Israel. Dengan kata lain, Fajr-5 bisa menyerang Israel tanpa ditangkis Iron Dome.

Dari informasi yang diperoleh, berkurangannya Iron Dome karena masalah teknis. Ya, pabrik Iron Dome tak mampu memenuhi kebutuhan tentara Israel. Kantor berita Reuters menyatakan meski proses produksi roket untuk Iron Dome itu terus beroperasi selama 24 jam, akan tetapi permintaan dari militer Israel sangat banyak dan mendesak. Sehingga cadangan roket penghadang serangan udara itu menipis dengan cepat.

Hal ini sejatinya lucu. Pasalnya, sebelum memulai agresinya ke Jalur Gaza, militer  Israel menimbun roket tersebut. Dan, Israel telah menggelontorkan dana Rp384 juta untuk satu roket. Selama peperangan beberapa hari ini, Israel sudah meluncurkan 360 roket Iron Dome. Artinya, Israel sudah mengeluarkan dana USD14,4 juta atau setara Rp138,1 miliar hanya untuk memproduksi roket. Namun, itu tadi, karena salah perhitungan dalam jumlah kemampuan roket Hamas, timbunan roket itu tidak mencukupi.

Lalu, apakah ini berarti kemenangan pihak pejuang Palestina? Tentu saja saya tidak mengatakan itu. Pasalnya, saya tidak tahu berapa dana yang digelontorkan untuk memperoleh Fajr-5. Yang jelas, saya tergoda dengan begitu banyak dana yang dihabiskan untuk saling menghancurkan. Persis dengan ketertarikan saya melihat pesta kembang api saat malam tahun baru tiba.

Ya, saya sering geleng kepala ketika menyadari ada ratusan bahkan ribuan atau malah jutaan kembang api yang menghiasai udara. Bayangkan saja kalau satu kembang api itu dihargai sepuluh ribu rupiah (tentunya angka minimal), berapa dana yang hilang dalam hitungan mundur tahun baru itu?

Tapi sudahlah, untuk sesuatu yang dianggap penting, dana memang bukan masalah. Saya pun harus memaklumi itu. Mungkin itulah sebab Iwan Fals lantang menyanyikan Pesawat Tempurku. Dalam lagu cinta itu dia memasukan sedikit unsur kritik terhadap perang. Ya, sebagai orang yang kekurangan dana (lirik lagu itu) dia berandai-andai dapat dana berlimpah dari biaya perang.

Oh ya … andaikata dunia tak punya tentara//Tentu tak ada perang yang banyak makan biaya// Oh ya … andaikata dana perang buat diriku//Tentu kau mau singgah bukan cuma tersenyum …

Perang memang makan banyak biaya bukan? Tapi, melalui perang, bukankah bisa meneguk keuntungan, jika tidak, mana ada yang mau. Bak kata orang bijak: ada sebab karena akibat. Kini kita tinggal melihat, mana yang lebih dominan: sebabnya atau akibatnya. Bukankah begitu? (*)

Kabar perang di Gaza belum juga berhenti. Korban berjatuhan. Dua kubu mengalami sekian banyak kerugian. Tidak itu saja, tidak sekadar kerugian materi, jiwa mereka yang jadi korban terluka. Meski tidak berdarah, tapi mimik dan sinar mata mereka berbicara: kapan perang itu akan berhenti.

Tapi begitulah, perang selalu menimbulkan kerugian yang besar. Untuk menghitung apa yang telah hilang di Gaza sana tentunya butuh waktu panjang. Dan, catatan kali ini tidak berani mengambil risiko untuk menghitung kerugian itu dengan detail.

Saya tertarik dengan sistem pertahanan udara antiroket Israel yang biasa disebut Iron Dome. Ceritanya, roket Iron Dome disiapkan untuk menghalau serangan roket Fajr-5 milik pejuang Palestina. Nah, kabar terbaru, keberadaan Iron Dome mulai berkurang. Itulah sebab Fajr-5 ‘bebas’ menjelajahi wilayah Israel. Dengan kata lain, Fajr-5 bisa menyerang Israel tanpa ditangkis Iron Dome.

Dari informasi yang diperoleh, berkurangannya Iron Dome karena masalah teknis. Ya, pabrik Iron Dome tak mampu memenuhi kebutuhan tentara Israel. Kantor berita Reuters menyatakan meski proses produksi roket untuk Iron Dome itu terus beroperasi selama 24 jam, akan tetapi permintaan dari militer Israel sangat banyak dan mendesak. Sehingga cadangan roket penghadang serangan udara itu menipis dengan cepat.

Hal ini sejatinya lucu. Pasalnya, sebelum memulai agresinya ke Jalur Gaza, militer  Israel menimbun roket tersebut. Dan, Israel telah menggelontorkan dana Rp384 juta untuk satu roket. Selama peperangan beberapa hari ini, Israel sudah meluncurkan 360 roket Iron Dome. Artinya, Israel sudah mengeluarkan dana USD14,4 juta atau setara Rp138,1 miliar hanya untuk memproduksi roket. Namun, itu tadi, karena salah perhitungan dalam jumlah kemampuan roket Hamas, timbunan roket itu tidak mencukupi.

Lalu, apakah ini berarti kemenangan pihak pejuang Palestina? Tentu saja saya tidak mengatakan itu. Pasalnya, saya tidak tahu berapa dana yang digelontorkan untuk memperoleh Fajr-5. Yang jelas, saya tergoda dengan begitu banyak dana yang dihabiskan untuk saling menghancurkan. Persis dengan ketertarikan saya melihat pesta kembang api saat malam tahun baru tiba.

Ya, saya sering geleng kepala ketika menyadari ada ratusan bahkan ribuan atau malah jutaan kembang api yang menghiasai udara. Bayangkan saja kalau satu kembang api itu dihargai sepuluh ribu rupiah (tentunya angka minimal), berapa dana yang hilang dalam hitungan mundur tahun baru itu?

Tapi sudahlah, untuk sesuatu yang dianggap penting, dana memang bukan masalah. Saya pun harus memaklumi itu. Mungkin itulah sebab Iwan Fals lantang menyanyikan Pesawat Tempurku. Dalam lagu cinta itu dia memasukan sedikit unsur kritik terhadap perang. Ya, sebagai orang yang kekurangan dana (lirik lagu itu) dia berandai-andai dapat dana berlimpah dari biaya perang.

Oh ya … andaikata dunia tak punya tentara//Tentu tak ada perang yang banyak makan biaya// Oh ya … andaikata dana perang buat diriku//Tentu kau mau singgah bukan cuma tersenyum …

Perang memang makan banyak biaya bukan? Tapi, melalui perang, bukankah bisa meneguk keuntungan, jika tidak, mana ada yang mau. Bak kata orang bijak: ada sebab karena akibat. Kini kita tinggal melihat, mana yang lebih dominan: sebabnya atau akibatnya. Bukankah begitu? (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/