Persoalan pelayanan publik yang mendasar dan menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat di provinsi Sumatera Utara, belum menjadi isu bersama kelima pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur yang bertandang pada Pemilihan Umum Kepala Daerah 7 Maret 2013.
Oleh: Joko Riskiyono
Dari perjalanannya waktu mulai dari penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan Daftar Pemilih Tetap masih berkutat pada hal-hal yang bersifat seremonial dan berbagai bentuk pencitraan dengan mengunjungi korban bencana, menemui tokoh-tokoh berpengaruh untuk mendulang suara dan dukungan, mengundang sederet artis ibukota dengan tujuan menghipnotis publik dan deklarasi atau konsolidasi melibatkan ketua umum partai, lebih kepada kepentingan memenangkan pemilihan dan persiapan Pemilihan Umum 2014. Sementara persoalan yang setiap hari dihadapi masyarakat atas buruknya pelayanan publik tidak menjadi perhatian utama karena perhatian lebih terfokus untuk pemenangan.
Mengetahui sepak terjang dari masing-masing kandidat terhadap visi pelayanan publik kalaupun ada didalam visi dan misi hanya sebagai pelengkap seolah-olah sebagai calon kelak apabila terpilih mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan anti korupsi. Slogan anti korupsi sepertinya hanya digunakan sebatas kuda troya menuju tahta orang nomor satu di Sumatera Utara, komitmen :”Berani, Jujur, Hebat” sebagai tema penting di hari anti korupsi pada tanggal 09 Desember 2012 dibajak untuk kepentingan menarik simpati publik dengan tujuan meyakinkan apabila kelak terpilih sebagai Gubernur dan wakil Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018 ditafsirkan.
Pertama, Berani artinya setiap kebijakan dan keputusan yang diambil demi kepentingan masyarakat luas apapun resikonya siap menghadapi dan mau mengorbankan diri sebagai martir diatas kepentingan pribadi, keluarga, suku dan golongan demi kepentingan publik dengan tidaka memandang warna kulit, suku, ras, agama dan pilihan politik meskipun besebrangan;
Kedua, Jujur artinya bahwa apapun yang disampaikan merupakan kebenaran yang datang dari sanubari tidak ada yang ditutup-tutupi, direkayasa, dicitrakan, dan ditambah atau dikurangi meski dari kebijakan dan atau keputusan yang diambil berdampak serius dan tidak populis bahkan tidak didukung karena lebih mengutamakan kepentingan publik serta siap mempertanggungjawabkannya segala kebijakan dan keputusan yang telah diambil.
Ketiga, Hebat artinya kehebatan bukan bertujuan menunjukan sikap arogansi dan kesewenang-wenangan karena melekat hak dan wewenang sebagai pejabat publik salah satu kewenangan yang dimiliki seperti kewenangan diskresi apabila tidak diawasi kemungkinan dapat menjadi alat efektif untuk berbuat sewenang-wenang dengan alasan sesuai peraturan perundang-undangan sudah bukan jamannya lagi. Hebat apabila ketika setelah terpilih membuktikan janji dalam visi dan misinya tetapi apabila tidak patut dikatakan sebagai pemimpin yang lalim dan durhaka, hebat itu apabila meyakini didalam sanubari, membenarkan dalam perkataan dan membuktikan dalam perbuatan.
Kelima pasang calon Gubsu dan Cagubsu baik secara ekplisit maupun implisit visi dalam keberpihakannya pada pelayanan publik umumnya masih terjebak pada hal-hal tekhnis yang berkaitan dengan sarana dan prasarana, adapun kebijakan yang bersifat regulatif masih tambal sulam tidak menunjukan kebijakan yang komperhendif dan progresif membela hak-hak publik mendapatkan pelayanan yang memadahi. Kebijakan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang seharusnya alokasi penganggarannya lebih besar digunakan untuk kepentingan rakyat dan kemakmuran rakyat terkalahkan oleh belanja rutin pegawai, penambahan fasilitas kedinasan, pembayaran honor, dan setumpuk tunjangan kepegawaian.
Kebijakan yang tidak pro rakyat menjadikan salah satu penyebab tingkat partisipasi pemilih menggunakan hak pilih dalam Pilgubsu Tahun 2013 di prediksi bakal menurun dibandingkan Pilgubsu Tahun 2008 yang hanya 65 persen, apabila dibiarkan mengancam tingkat legitimasi keterpilihan Pasangan alon Gubernur dan wakil Gubernur terpilih apalagi tingkat partisipasi hak pilih dari total DPT dibawah 50 persen.
Apatisme publik terhadap penyelenggaraan Pilgubsu sebagai peringatan para elit politik daerah maupun nasional yang berambisi merebut kursi nomor satu di Sumut hanya menggunakan publik sebagai pengumpul suara sementara kepentingan publik yang mendasar diabaikan lebih memilih asyik bercengkrama dengan kekuasaan padahal publik sudah cerdas dan dapat menilai berdasarkan kriteria kepentingan publik sendiri yang jauh dari sikap korupstif,
Sebagai jawaban atas kegelisahan publik yang selama ini dikeluhkan atas buruknya pelayanan publik di provinsi Sumatera Utara yang terbentang baik di pantai Timur maupun pantai barat di pegunungan ,ditengah-tengah belantara perkebunan tidak ditindaklanjuti dengan berbagai alasan seperti kurangnya anggaran dan keterbatasan Sumberdaya Manusia konkritnya publik tidak hanya butuh visi khusus tentang pelayanan publik yang pro rakyat tetapi kebijakan dari anggaran, sikap dan perilaku pejabat publik mencerminkan keadaan publik yang masih miskin, bodoh, tertinggal dan sempitnya lapangan pekerjaan dan usaha.
Penulis: Pegiat Hukum dan
Kenegaraan Laboratorium Hukum dan Konstitusi USU