28 C
Medan
Thursday, November 21, 2024
spot_img

Jelang Pilgubsu: Pendidikan Jangan Dipolitisasi

Sepakat atau tidak bahwa Pendidikan adalah salah satu Instrumen untuk mengangkat harkat dan martabat sebuah Bangsa dan Negara. Tidak hanya sampai disitu, bahwa pendidikan juga mampu mengangkat harkat dan martabat bagi peserta didik itu serta harkat dan martabat keluarganya.

Oleh: M.Abrar Parinduri, MA

Rasanya tidak heran, jika di salah satu suku yang ada di Sumatera Utara yakni suku batak, betapa seriusnya dan gigihnya mereka dalam memperhatikan pendidikan generasinya. Lihat saja lagu-lagu Batak yang sangat popular dinyanyikan seperti Boru Panggoaran, Marudan Marlas Niari, dan lain-lain. Lebih banyak menyinggung masalah pendidikan dan perjuangan orang tua untuk bisa menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Mungkin kalau suku lain di luar batak, diberitahukan arti dari lagu-lagu tersebut, saya yakin mereka juga akan tersentuh hatinya dan bahkan bisa menangis jika menghayati arti lagu itu dengan baik.

Didalam buku Culture Matters. How Values Shape Human Progress yang disunting Lawrenge Harrison dan Samuel P. Huntington, yang terbit sekitar 10 tahun lalu, memperoleh momentum baru. Dari antara sepuluh faktor kemajuan dan ketertinggalan suatu bangsa, satu diantaranya diberi penekanan masalah pengembangan pendidikan. Kita mulai dari yang paling klasik, yaitu Yunani. Siapa pun belajar pemikiran filsafat dan politik selalu mulai dari warisan intelektual Plato dan Aristoteles 2500 tahun yang lalu. Seringnya para ilmuwan mengutip pendapat mereka, seakan dua nama itu masih hidup dan dikenal dunia, namanya lebih besar dari Yunani, Negara tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan. Ada juga Mesir, namun memiliki perbedaan dengan Yunani karena tidak terabadikan dalam  bentuk tulisan dan diwariskan dalam sistem pendidikan, maka yang tersisa hari ini adalah bangunan fisik berupa candi piramida dan spink.

Lebih dekat dari Negara kita yakni Australia yang dulu dipandang sebelah mata sebagai gurun pasir tempat pelarian orang kulit putih kelas kambing, kini kemajuannya sangat mengesankan berkat lembaga pendidikannya yang bagus. Sebuah pendidikan dalam artian yang lebih luas, bukan sekedar untuk memperoleh gelar sarjana, tetapi untuk mendorong munculnya kebudayaan dan peradaban unggul yang dikembangkan oleh warganya.
Pendidikan Indonesia, yang Selalu di Politisasi

Setelah kita melihat tulisan diatas dan mungkin telah bersepakat bahwa Pendidikan merupakan salah satu Instrumen untuk memajukan bangsa dan Negara, maka yang menjadi pertanyaan selanjutnya sudah benarkah kebijakan yang diambil pemerintah dalam memajukan dunia pendidikan kita ? Jangan sampai pendidikan hanya akan menjadi korban Politisasi beberapa elit penguasa untuk menipu masyarakat.

Ketika Pendidikan sebagai kata kunci kemajuan, sebaliknya justru sebagian elit penguasa di negeri ini memperlakukan kegiatan pendidikan sekedar alat kepentingan Politik. Apalagi praktek politik kita hari ini terlanjur disempitkan atau diselewengkan jadi sarana merebut, memperbesar dan melestarikan kekuasaan dengan wujud praktis kepentingan sesaat bahkan cenderung sektarian. Padahal yang harus menjadi konsentrasi kita adalah bahwa membangun pendidikan sama halnya dengan membangun kebudayaan dan peradaban serta pendidikan itu humanisasi, sifatnya universal dan mencakup semua sektor.

Maraknya korupsi di dunia pendidikan hari ini, rasanya menambah derita panjang perjalanan pendidikan di Indonesia, ditambah lagi dengan rumor yang cukup menampar dunia pendidikan kita yakni dugaan praktek korupsi yang dilakukan oleh seorang Rektor di salah satu kampus kebanggaan orang Indonesia yang berada di Jakarta. Siapa yang salah kalau sudah begini, Pimpinan Lembaga Pendidikan kah atau para elit penguasa yakni anggota legislatif yang memang memiliki kewenangan penuh untuk mengotak-atik anggaran Negara? Kita tidak menuduh salah satunya akan tetapi yang jelas keduanya adalah salah, baik Pimpinan Lembaga Pendidikan itu sendiri maupun anggota legislatif.

Kondisi ini semakin diperparah dengan fasilitas berlebihan untuk wakil-wakil rakyat yang selalu dipertontonkan dan menuai kritik dari masyarakat, karena ia akan menjadi absurd ketika fasilitas itu dihadapkan dengan kondisi memprihatinkan kesehjateraan untuk guru dan minimnya fasilitas fisik untuk kegiatan belajar-mengajar. Kritikan masyarakat ini pun tidak ditanggapi secara serius karena memang masyarakat juga tidak begitu serius menempatkan pendidikan sebagai sebuah alat untuk mengubah kehidupannya yang sulit menjadi lebih beruntung.

Tidak menutup kemungkinan Politisasi dalam dunia pendidikan juga akan terjadi nantinya dalam momentum Pilgubsu. Masyarakat terjebak berpikir pendek untuk memenuhi kepentingan sesaat dan kelompok kecilnya saja dengan mengorbankan asset dan harga diri bangsa dan rakyatnya. Para Calon kepala Desa, Lurah, Bupati, Walikota dan Gubernur dengan tega dan tidak tahu malu meracuni rakyatnya dengan membagi uang agar dirinya terpilih kembali. Institusi pendidikan nantinya akan diarahkan untuk memilih calon-calon gubernur tertentu, padahal seharusnya Institusi pendidikan ini terbebas dari segala macam praktek-praktek politisasi yang tidak bertanggung jawab tersebut.

Masyarakat harus cerdas dalam memilih Calon Gubernur Sumatera Utara nantinya untuk periode 2013-2017. Masyarakat harus mau membaca apa yang memang sudah menjadi kebijakan pemerintah dalam dunia pendidikan, sehingga tidak mudah terprovokasi dengan janji-janji semu. Kenyataan yang sering muncul dilapangan adalah, beberapa Calon Kepala Daerah menggunakan kebijakan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai modal kampanye-nya sebagai contoh memberikan pendidikan gratis dari SD sampai dengan SMP. Pendidikan gratis dari SD sampai dengan SMP ini adalah Program Pemerintah Pusat dan bukan Program yang dibuat sendiri oleh Kepala Daerah. Bahasa sederhananya adalah terpilih atau tidak terpilih calon Kepala Dearah itu, pemerintah wajib memberikan pendidikan gratis dari SD sampai dengan SMP.

Untuk kedepan mari kita bangga menjadi warga Negara Indonesia terkhusus Sumatera Utara karena prestasi pendidikan dan peradabannya. Undang-undang Dasar 1945 yang telah mengamanahkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen mari kita kawal dan jaga bersama. Kalau orang tua sudah terbiasa bekerja keras, memeras keringat dan membanting tulang untuk bisa menyekolahkan anaknya agar mendapat pendidikan yang terbaik, seharusnya semangat orang tua itu bisa di transformasikan menjadi semangat Pemerintah khususnya Gubernur Sumatera Utara yang terpilih nanti untuk hidup Hemat, Jujur, dan Kerja Keras memberikan jalan kemudahan bagi anak-anak/ generasi muda untuk mengangkat harkat dan martabat diri dan keluarganya serta martabat Propinsi Sumatera Utara dengan potensi pendidikan dan peradabannya. (*)

Penulis: Dosen IAIN SUMUT dan UMJ

Sepakat atau tidak bahwa Pendidikan adalah salah satu Instrumen untuk mengangkat harkat dan martabat sebuah Bangsa dan Negara. Tidak hanya sampai disitu, bahwa pendidikan juga mampu mengangkat harkat dan martabat bagi peserta didik itu serta harkat dan martabat keluarganya.

Oleh: M.Abrar Parinduri, MA

Rasanya tidak heran, jika di salah satu suku yang ada di Sumatera Utara yakni suku batak, betapa seriusnya dan gigihnya mereka dalam memperhatikan pendidikan generasinya. Lihat saja lagu-lagu Batak yang sangat popular dinyanyikan seperti Boru Panggoaran, Marudan Marlas Niari, dan lain-lain. Lebih banyak menyinggung masalah pendidikan dan perjuangan orang tua untuk bisa menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Mungkin kalau suku lain di luar batak, diberitahukan arti dari lagu-lagu tersebut, saya yakin mereka juga akan tersentuh hatinya dan bahkan bisa menangis jika menghayati arti lagu itu dengan baik.

Didalam buku Culture Matters. How Values Shape Human Progress yang disunting Lawrenge Harrison dan Samuel P. Huntington, yang terbit sekitar 10 tahun lalu, memperoleh momentum baru. Dari antara sepuluh faktor kemajuan dan ketertinggalan suatu bangsa, satu diantaranya diberi penekanan masalah pengembangan pendidikan. Kita mulai dari yang paling klasik, yaitu Yunani. Siapa pun belajar pemikiran filsafat dan politik selalu mulai dari warisan intelektual Plato dan Aristoteles 2500 tahun yang lalu. Seringnya para ilmuwan mengutip pendapat mereka, seakan dua nama itu masih hidup dan dikenal dunia, namanya lebih besar dari Yunani, Negara tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan. Ada juga Mesir, namun memiliki perbedaan dengan Yunani karena tidak terabadikan dalam  bentuk tulisan dan diwariskan dalam sistem pendidikan, maka yang tersisa hari ini adalah bangunan fisik berupa candi piramida dan spink.

Lebih dekat dari Negara kita yakni Australia yang dulu dipandang sebelah mata sebagai gurun pasir tempat pelarian orang kulit putih kelas kambing, kini kemajuannya sangat mengesankan berkat lembaga pendidikannya yang bagus. Sebuah pendidikan dalam artian yang lebih luas, bukan sekedar untuk memperoleh gelar sarjana, tetapi untuk mendorong munculnya kebudayaan dan peradaban unggul yang dikembangkan oleh warganya.
Pendidikan Indonesia, yang Selalu di Politisasi

Setelah kita melihat tulisan diatas dan mungkin telah bersepakat bahwa Pendidikan merupakan salah satu Instrumen untuk memajukan bangsa dan Negara, maka yang menjadi pertanyaan selanjutnya sudah benarkah kebijakan yang diambil pemerintah dalam memajukan dunia pendidikan kita ? Jangan sampai pendidikan hanya akan menjadi korban Politisasi beberapa elit penguasa untuk menipu masyarakat.

Ketika Pendidikan sebagai kata kunci kemajuan, sebaliknya justru sebagian elit penguasa di negeri ini memperlakukan kegiatan pendidikan sekedar alat kepentingan Politik. Apalagi praktek politik kita hari ini terlanjur disempitkan atau diselewengkan jadi sarana merebut, memperbesar dan melestarikan kekuasaan dengan wujud praktis kepentingan sesaat bahkan cenderung sektarian. Padahal yang harus menjadi konsentrasi kita adalah bahwa membangun pendidikan sama halnya dengan membangun kebudayaan dan peradaban serta pendidikan itu humanisasi, sifatnya universal dan mencakup semua sektor.

Maraknya korupsi di dunia pendidikan hari ini, rasanya menambah derita panjang perjalanan pendidikan di Indonesia, ditambah lagi dengan rumor yang cukup menampar dunia pendidikan kita yakni dugaan praktek korupsi yang dilakukan oleh seorang Rektor di salah satu kampus kebanggaan orang Indonesia yang berada di Jakarta. Siapa yang salah kalau sudah begini, Pimpinan Lembaga Pendidikan kah atau para elit penguasa yakni anggota legislatif yang memang memiliki kewenangan penuh untuk mengotak-atik anggaran Negara? Kita tidak menuduh salah satunya akan tetapi yang jelas keduanya adalah salah, baik Pimpinan Lembaga Pendidikan itu sendiri maupun anggota legislatif.

Kondisi ini semakin diperparah dengan fasilitas berlebihan untuk wakil-wakil rakyat yang selalu dipertontonkan dan menuai kritik dari masyarakat, karena ia akan menjadi absurd ketika fasilitas itu dihadapkan dengan kondisi memprihatinkan kesehjateraan untuk guru dan minimnya fasilitas fisik untuk kegiatan belajar-mengajar. Kritikan masyarakat ini pun tidak ditanggapi secara serius karena memang masyarakat juga tidak begitu serius menempatkan pendidikan sebagai sebuah alat untuk mengubah kehidupannya yang sulit menjadi lebih beruntung.

Tidak menutup kemungkinan Politisasi dalam dunia pendidikan juga akan terjadi nantinya dalam momentum Pilgubsu. Masyarakat terjebak berpikir pendek untuk memenuhi kepentingan sesaat dan kelompok kecilnya saja dengan mengorbankan asset dan harga diri bangsa dan rakyatnya. Para Calon kepala Desa, Lurah, Bupati, Walikota dan Gubernur dengan tega dan tidak tahu malu meracuni rakyatnya dengan membagi uang agar dirinya terpilih kembali. Institusi pendidikan nantinya akan diarahkan untuk memilih calon-calon gubernur tertentu, padahal seharusnya Institusi pendidikan ini terbebas dari segala macam praktek-praktek politisasi yang tidak bertanggung jawab tersebut.

Masyarakat harus cerdas dalam memilih Calon Gubernur Sumatera Utara nantinya untuk periode 2013-2017. Masyarakat harus mau membaca apa yang memang sudah menjadi kebijakan pemerintah dalam dunia pendidikan, sehingga tidak mudah terprovokasi dengan janji-janji semu. Kenyataan yang sering muncul dilapangan adalah, beberapa Calon Kepala Daerah menggunakan kebijakan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai modal kampanye-nya sebagai contoh memberikan pendidikan gratis dari SD sampai dengan SMP. Pendidikan gratis dari SD sampai dengan SMP ini adalah Program Pemerintah Pusat dan bukan Program yang dibuat sendiri oleh Kepala Daerah. Bahasa sederhananya adalah terpilih atau tidak terpilih calon Kepala Dearah itu, pemerintah wajib memberikan pendidikan gratis dari SD sampai dengan SMP.

Untuk kedepan mari kita bangga menjadi warga Negara Indonesia terkhusus Sumatera Utara karena prestasi pendidikan dan peradabannya. Undang-undang Dasar 1945 yang telah mengamanahkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen mari kita kawal dan jaga bersama. Kalau orang tua sudah terbiasa bekerja keras, memeras keringat dan membanting tulang untuk bisa menyekolahkan anaknya agar mendapat pendidikan yang terbaik, seharusnya semangat orang tua itu bisa di transformasikan menjadi semangat Pemerintah khususnya Gubernur Sumatera Utara yang terpilih nanti untuk hidup Hemat, Jujur, dan Kerja Keras memberikan jalan kemudahan bagi anak-anak/ generasi muda untuk mengangkat harkat dan martabat diri dan keluarganya serta martabat Propinsi Sumatera Utara dengan potensi pendidikan dan peradabannya. (*)

Penulis: Dosen IAIN SUMUT dan UMJ

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/