Labuhanbatu- Ratusan hektar areal hutan Mangrove/Bakau yang ditanami disekitaran wilayah pantai Kecamatan Panai Hilir, Kabupaten Labuhanbatu berangsur-angsur mendekati kepunahan. Saat ini, lahan berubah jadi perkebunan sawit milik oknum aparat maupun pengusaha.
Ketua Forum Masyarakat Desa Pantai (Formadep) Thamrin Nasution memperhitungkan hutan mangrove di pesisir pantai tersebut hanya tersisa 30 persen. “Sebahagian sudah ditanami kelapa sawit,” katanya kepada Sumut Pos , Rabu (30/1) di Rantauprapat.
Menipisnya luasan mangrove dipastikan mengganggu habitat berbagai jenis ikan yang selama ini dijadikan penghasilan oleh masyarakat sekitar. Daya serap karbondioksida 8,11 ton karbon per hektar mangrove per tahun ikut-ikutan hilang. Selain itu, fungsi mangrove sebagai pelindung daratan dari abrasi, peredam tsunami dan angin kencang akan hilang dan membahayakan manusia sekitar.
Hal senada diutarakan Joko Warsito, pemerhati masyarakat wilayah pantai Labuhanbatu. Dia mengherankan pengalihan areal kasawan lindung menjadi tanaman kelapa sawit. “Seperti di Desa Wonosari, 800-an hektar kawasan hutan lindung yang kini keseluruhannya dijadikan perkebunan sawit,” bebernya.
Camat Panai Hilir, Kabupaten Labuhanbatu, Gunawan, membantah adanya perambahan hutan mangrove untuk dijadikan perkebunan sawit. “Tidak ada itu, tapi coba cek dululah biar kita tindaklanjuti. Saya saja tahunya baru ini,” terangnya kemarin.
Disinggung sikapnya jika memang kondisi itu benar adanya, Gunawan menegaskan akan melakukan tindakan sesuai peraturan. “Kalau memang ada kita panggil saja, sudah berani kali dia itu. Tanaman mangrove itukan untuk penahan banjir dan tidak boleh dirusak. Kalau benar, sama-sama kita menggebraknya,” tegasnya. (mag-16)