26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Dari Peluncuran Novel ‘Surat Dahlan’ Penulis Harus Jalan Kaki Sepanjang 6 KM

Semangat, doa, dan kerja keras. Itulah kunci sukses seorang Dahlan Iskan hingga bisa seperti sekarang. Hal itu tergambar jelas di novel kedua dari Trilogi novel inspirasi Dahlan Iskan, yakni Surat Dahlan.

PELUNCURAN:  Dahlan Iskan (kiri) saat peluncuran novel  berjudul ‘Surat Dahlan’  Monumen Nasional, Jakarta, Minggu (10/2).
PELUNCURAN: Dahlan Iskan (kiri) saat peluncuran novel yang berjudul ‘Surat Dahlan’ di Monumen Nasional, Jakarta, Minggu (10/2).

Kemarin, novel itu di-launching di lapangan IKADA Monas dengan menghadirkan Dahlan selaku tokoh utama dalam novel itu.

Secara umum, novel setebal 378 halaman itu lebih banyak bercerita soal sepak terjang Dahlan muda hingga saat dia mulai merintis ulang Jawa Pos yang nyaris mati di tahun 1982.

“Dimulai saat dia aktif di kegiatan kemahasiswaan, awal karir di dunia jurnalistik, tepatnya di mingguan Mimbar Masyarakat, hingga dia ditunjuk memimpin Jawa Pos,” tutur sang penulis, Khrisna Pabichara.

Lewat sekuel novel Sepatu Dahlan itu, Khrisna ingin menyampaikan jika hanya dengan bermodalkan semangat, doa, dan kerja keras, maka setiap orang bisa melakukan apapun. Saat Dahlan muda merantau ke Kalimantan untuk kuliah, dia tidak membawa apapun selain doa dan semangat. “Saat Pak Dahlan merintis karir sebagai wartawan, beliau juga tidak memiliki apapun selain semangat, doa, dan kerja keras,” lanjutnya.

Dalam novel tersebut terdapat sejumlah kutipan tentang bagaimana Dahlan mencurahkan pikirannya dalam surat. Karena itulah novel itu diberi judul Surat Dahlan. Surat merupakan potongan dari dua kata, yakni surat kabar. Lewat surat kabar, Dahlan mencurahkan berbagai ide yang ada di dalam kepalanya.

Dahlan tampak sangat bersemangat dalam peluncuran novel itu. Meskipun, dia mengaku belum membaca selembar pun novel kedua Khrisna itu. “Selama ini saya mengenal Khrisna sebagai cerpenis, dan saya selalu suka dengan cerpen-cerpennya,” terang mantan Dirut PLN itu. Karenanya, saat Khrisna menemuinya di Monas untuk mengutarakan niat menulis novel tentang dirinya, Dahlan pun mengiyakan.

Kesempatan itu pun tidak disia-siakan Khrisna. Dia bekerja keras menyelesaikan novel tersebut. Untuk mendalami sosok Dahlan dalam novel Sepatu Dahlan misalnya, dia menapaktilasi rute Dahlan ke sekolah di Magetan sepanjang enam kilometer dengan berjalan kaki. Begitu pula saat novel kedua, dia melakukan riset di Tanjung Issuy selama sebulan.

Dahlan terkenang saat Khrisna menyebut kawasan Tanjung Issuy. Daerah itu merupakan sebuah desa di pedalaman Kalimantan Timur. Di situlah dahlan memperjuangkan cintanya kepada Nafsiah, yang kala itu menjadi guru Inpres. “Kalau mau wakuncar (waktu kuncung pacar, Red), harus naik perahu sehari semalam menyusuri sungai Mahakam untuk sampai ke sana,” kenangnya.

Dahlan yang kemarin mengenakan setelan khasnya, yakni kemeja putih lengan panjang yang digulung, celana kain, dan sepatu kets sebenarnya mendapat kaus bergambar novel Surat Dahlan. Dia sempat memakainya di luar hem putihnya, namun tidak berapa lama kaus tersebut dicopot karena gerah. Kemarin pagi, cuaca di kawasan Monas dan sekitarnya memang cukup cerah cenderung panas.

Selain peluncuran novel Surat dahlan, kemarin diluncurkan pula buku Dahlan Is Can! Yang ditulis oleh Sutan Eries Adhian. Buku itu berisi kutipan-kutipan dalam akun twitter Dahlan, yakni @Iskan_Dahlan. “Saya sebenarnya aktif di Twitter hanya dua bulan, lalu saya hentikan saat Ramadhan. Sampai sekarang saya belum aktif lagi,” tutur pria kelahiran 17 Agustus 1951 itu. (byu/jpnn)

Semangat, doa, dan kerja keras. Itulah kunci sukses seorang Dahlan Iskan hingga bisa seperti sekarang. Hal itu tergambar jelas di novel kedua dari Trilogi novel inspirasi Dahlan Iskan, yakni Surat Dahlan.

PELUNCURAN:  Dahlan Iskan (kiri) saat peluncuran novel  berjudul ‘Surat Dahlan’  Monumen Nasional, Jakarta, Minggu (10/2).
PELUNCURAN: Dahlan Iskan (kiri) saat peluncuran novel yang berjudul ‘Surat Dahlan’ di Monumen Nasional, Jakarta, Minggu (10/2).

Kemarin, novel itu di-launching di lapangan IKADA Monas dengan menghadirkan Dahlan selaku tokoh utama dalam novel itu.

Secara umum, novel setebal 378 halaman itu lebih banyak bercerita soal sepak terjang Dahlan muda hingga saat dia mulai merintis ulang Jawa Pos yang nyaris mati di tahun 1982.

“Dimulai saat dia aktif di kegiatan kemahasiswaan, awal karir di dunia jurnalistik, tepatnya di mingguan Mimbar Masyarakat, hingga dia ditunjuk memimpin Jawa Pos,” tutur sang penulis, Khrisna Pabichara.

Lewat sekuel novel Sepatu Dahlan itu, Khrisna ingin menyampaikan jika hanya dengan bermodalkan semangat, doa, dan kerja keras, maka setiap orang bisa melakukan apapun. Saat Dahlan muda merantau ke Kalimantan untuk kuliah, dia tidak membawa apapun selain doa dan semangat. “Saat Pak Dahlan merintis karir sebagai wartawan, beliau juga tidak memiliki apapun selain semangat, doa, dan kerja keras,” lanjutnya.

Dalam novel tersebut terdapat sejumlah kutipan tentang bagaimana Dahlan mencurahkan pikirannya dalam surat. Karena itulah novel itu diberi judul Surat Dahlan. Surat merupakan potongan dari dua kata, yakni surat kabar. Lewat surat kabar, Dahlan mencurahkan berbagai ide yang ada di dalam kepalanya.

Dahlan tampak sangat bersemangat dalam peluncuran novel itu. Meskipun, dia mengaku belum membaca selembar pun novel kedua Khrisna itu. “Selama ini saya mengenal Khrisna sebagai cerpenis, dan saya selalu suka dengan cerpen-cerpennya,” terang mantan Dirut PLN itu. Karenanya, saat Khrisna menemuinya di Monas untuk mengutarakan niat menulis novel tentang dirinya, Dahlan pun mengiyakan.

Kesempatan itu pun tidak disia-siakan Khrisna. Dia bekerja keras menyelesaikan novel tersebut. Untuk mendalami sosok Dahlan dalam novel Sepatu Dahlan misalnya, dia menapaktilasi rute Dahlan ke sekolah di Magetan sepanjang enam kilometer dengan berjalan kaki. Begitu pula saat novel kedua, dia melakukan riset di Tanjung Issuy selama sebulan.

Dahlan terkenang saat Khrisna menyebut kawasan Tanjung Issuy. Daerah itu merupakan sebuah desa di pedalaman Kalimantan Timur. Di situlah dahlan memperjuangkan cintanya kepada Nafsiah, yang kala itu menjadi guru Inpres. “Kalau mau wakuncar (waktu kuncung pacar, Red), harus naik perahu sehari semalam menyusuri sungai Mahakam untuk sampai ke sana,” kenangnya.

Dahlan yang kemarin mengenakan setelan khasnya, yakni kemeja putih lengan panjang yang digulung, celana kain, dan sepatu kets sebenarnya mendapat kaus bergambar novel Surat Dahlan. Dia sempat memakainya di luar hem putihnya, namun tidak berapa lama kaus tersebut dicopot karena gerah. Kemarin pagi, cuaca di kawasan Monas dan sekitarnya memang cukup cerah cenderung panas.

Selain peluncuran novel Surat dahlan, kemarin diluncurkan pula buku Dahlan Is Can! Yang ditulis oleh Sutan Eries Adhian. Buku itu berisi kutipan-kutipan dalam akun twitter Dahlan, yakni @Iskan_Dahlan. “Saya sebenarnya aktif di Twitter hanya dua bulan, lalu saya hentikan saat Ramadhan. Sampai sekarang saya belum aktif lagi,” tutur pria kelahiran 17 Agustus 1951 itu. (byu/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/