BEIJING- Ancaman terjadinya Revolusi Melati terus menjadi momok pemerintah Cina. Demi meredam semangat revolusi itu, Minggu (27/2), Perdana Menteri, Wen Jiabao berjanji memperhatikan berbagai masalah yang menjadi keluhan rakyatnya, seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi melambat, dan korupsi.
Hal ini sebagai bagian untuk menjawab pertanyaan para pengguna Internet melalui layanan percakapan (chatting), Wen menanggapi sejumlah isu nasional yang mengkhawatirkan pemerintah, dimana masalah serupa juga menjadi pemicu pecahnya revolusi di Timur Tengah dan Afrika Utara.
“Tujuan pembangunan ekonomi kita adalah untuk memenuhi bertumbuhnya kebutuhan material dan kultural rakyat. Kami juga berupaya agar kehidupan rakyat menjadi lebih baik,” terang Wen seperti dilansir AFP.
Wen angkat bicara setelah sebuah ajakan misterius di dunia maya yang menyerukan kepada rakyat Cina untuk bergabung dengan demonstrasi di 13 kota. Ajakan tersebut menuntut adanya transparansi dalam pemerintahan satu partai, kebebasan berekspresi, dan penyelesaian sejumlah keluhan masyarakat. Kampanye maya tersebut mengajak masyarakat berdemo setiap hari Minggu pukul 14:00 waktu setempat. Masyarakat diminta menggelar aksi damai dengan berjalan menuju titik berkumpulnya massa yang sudah ditentukan di 13 kota tadi. Pemerintah yang tak ingin demonstrasi terjadi, bersikap reaktif. AP melansir, pengerahan polisi dalam jumlah besar dan taktik baru mereduksi berkumpulnya massa dilakukan pemerintah. Di Minggu kedua pasca ajakan berdemo, polisi menggunakan peluit dan truk penyapu jalanan.
Di salah satu ujung jalan menuju alun-alun Rakyat, Shanghai, polisi berseragam membunyikan peluit tanpa henti, memerintahkan orang-orang di sekitar terus berjalan dan tak berkumpul. Namun sekitar 200 orang yang berada di lokasi tampak tak begitu mengindahkan suara peluit.
Di Beijing, polisi mengawal ketat para reporter dan melarang membawa kamera memasuki pusat perbelanjaan di Jalang Wangfujing, salah satu titik berkumpulnya massa yang diserukan via internet. Polisi menangkap, setidaknya dua orang di Beijing dan empat di Shanghai. (cak/jpnn)