Nama Sarwono mendadak muncul mengisi posisi lowong manajer PSMS versi PT Liga Indonesia. Tidak banyak yang mengenalnya di kancah sepakbola tanah air. Karena memang ini jejak pertamanya terlibat dalam dunia sepakbola profesional. Siapakah Sarwono?
Begitupun Sarwono bukan orang baru di pesepakbolaan Medan. Empat tahun sudah ia berkecimpung sebagai ketua umum PS Sampali Putra dan SSB Sampali Putra. “Saya awalnya mulai mengurus sepakbola ketika anak saya yang ketiga ikut latihan di SSB Sampali empat tahun lalu.
Ketika itu dia bilang latihan kok bolanya cuma satu. Lah saya bilang apa iya? terus saya cek waktu ngantar dia latihan. Ternyata benar. Dari situ muncul kepedulian saya,” jelasnya.
Selanjutnya Sarwono pun aktif ikut membantu pendanaan tim. Seperti membelikan bola maupun sepatu bagi pemain yang kurang mampu. “Kadang saya lihat ada yang skillnya bagus tapi sepatunya rusak. Tidak mampu beli.
Jadi saya senang aja membantunya. Dari situlah saya diajak ikut rapat pengurus. Malah langsung ditawari jadi ketua umum oleh ketua sebelumnya, Pak Jasopang ketika itu,” bebernya.
Dari situlah kecintaannya pada dunia sepakbola semakin lekat. Namun itu di level amatir. Empat tahun mengurus sepakbola, Sarwono tak pernah berpikir untuk duduk di kursi manajer PSMS. Sampai pada suatu pertemuan dengan Ketua Umum Indra Sakti Harahap di lapangan Sampali Januari lalu. Ketika itu pembicaraan soal bisnis berlanjut pada tawaran masuk jajaran manajemen.
“Awalnya dari pertemuan dengan bang Indra (ketua umum PSMS-red) berencana ngomongin bisnis. Tapi sekalian juga dia menawarkan jadi CEO. Tapi saya tidak mau karena ini pengalaman pertama. Jadi manajer dululah saya coba,” kata ayah empat anak ini.
Di awal menjadi manejer tim, Sarwono mengakui terkejut dengan kondisi PSMS. “Sebetulnya terkejut. sebagai manajer perannya sebagai keluarga. Menjadi bapak dari anak-anak. Tapi saya harus siap dengan kondisi ini.
Apalagi menyenangkan bisa membantu tim ini. Juga pemain sudah merasa dekat dengan saya. Istilahnya kalau mereka lagi kesulitan nelpon saya. Sebatas mereka pinjam 500 ribu atau sejuta saya kasih saja,” kata adik dari H.Saryono ini.
Syukurnya, langkahnya didukung penuh istrinya Nur Asyiah (40). Sejak mengurus PS Sampali, istrinya selalu mendukung bahkan menikmati perannya dijuluki “Ibunya anak-anak”. “Ibu (istri-red) sangat mendukung. Dulu anak-anak main di Sampali dibuatin bubur sama dia. Makanya di PSMS dia gak terkejut. Walaupun cost jauh lebih besar. Tapi dia gak pernah ngeluh,” katanya.
Malah Nur Aisyah kerap memberikan bonus kepada skuad pasca laga baik menang maupun kalah. Ia selalu menyempatkan diri ke ruang ganti untuk mengucapkan selamat kepada Afan Lubis dkk. “Setiap Ibu ngasih bonus untuk anak-anak. Berapapun jumlahnya.
Tapi dia selalu ngasih motivasi,” jelas pria berusia 46 tahun itu. Ke depannya ia berharap salah satu dari anaknya bisa berkarir di sepakbola.”Ada si Naufal (10) yang masih rajin latihan.Kepingin juga ada diantara salah satunya pemain. Tapi saya gak mau memaksakan.
ergantung anaknya,” ujar pria yang bergerak di bidang usaha minyak ini.
Meski kondisinya pahit, Sarwono mengaku tak kapok. Menurutnya ini merupakan pengalaman paling berharga di kali pertama ia mengecap dunia sepakbola profesional.
“Ini pengalaman pertama dan jadi pengalaman yang paling berharga. Inilah yang saya hadapi dan bisa gak diselesaikan. Belum kapok. Kalau ke depannya masih ada kesempatan dan PSMS satu saya harus siapkan terobosan. Yang pasti mencari income untuk klub. Karena sepakbola ini kan sekarang sudah masuk sisi bisnis. Tidak mungkin seterusnya pakai uang pribadi,” jelasnya.
Selain itu ia juga berniat menggalakkan pembinaan usia dini. “Kalau diizinkan sama yang kuasa dan masih ada rezeki. Mencetak calon bakal pemain PSMS. selama ini setiap musim susah payah nyarik dari luar,” bebernya.
Sampai kapan mengurus bola? “Kalau rezeki ada saja. bisa-bisa sampai seumur hidup. Sudah gak bisa dipisahkan lagi. Ini hiburan di luar kerja,” pungkasnya. (*)