Rekan-rekan Imam Firdaus menyebut keseharian Imam biasa saja. Tidak ada kegiatan mencurigakan yang dilakukan Imam selama bekerja di Global TV. “Kesehariannya normal, biasa saja. Tidak ada sesuatu mencurigakan. Dari anak-anak yang lain bilang normal-normal saja,” ujar Direktur News Global TV, Arya M Sinulingga dalam jumpa pers di Restoran Sate Khas Senayan, (23/4).
Teman-teman dekat Imam kaget bukan main saat tahu rekannya ditangkap polisi karena dugaan kasus terorisme. Alasannya, Imam tak pernah terlibat dalamn golongan Islam radikal, bahkan kesehariannya dia cenderung sekuler.
Informasi yang dihimpun, Imam sudah bekerja di Global TV sejak empat tahun lalu. Dia menjadi kamerawan di berbagai bidang, namun lebih sering terlibat dalam berita politik. Teknik pengambilan gambarnya pun dikenal baik. Imam juga memiliki bisnis kecil-kecilan, rental kamera. Menurut salah seorang temannya, IF memiliki empat kamera. “Biasanya dia sering menyewakan kameranya untuk keperluan pesta pernikahan,” kata dia.
Rekan-rekannya menduga, Imam tidak tahu-menahu soal peledakan bom. Kemungkinan besar, Imam dinilai polisi terlibat, gara-gara kameranya disewa para pelaku peledakan bom untuk mengabadikan ledakan bom.
Pihak Global TV memastikan jika Imam, merupakan kamerawan studio, bukan kamerawan peliputan berita. Karena pekerjaannya di studio itu, tidak memungkinkan dia berhubungan dengan media asing.
“Jadi benar dia adalah karyawan kita. Tapi dia adalah kamerawan studio. Jadi bukan kamerawan peliputan,” ujar Arya M Sinulingga. Menurut Arya, bisa dibuktikan juga bahwa Imam sering di studio. Dengan keadaan itu, sulit bagi Imam menghubungi media asing untuk meliput aksi pengeboman secara langsung. “Bagaimana dia mau menghubungi media luar. Pekerjaannya kan tidak memungkinkan dia ada di luar,” kata Arya.
“Kami sangat terpukul dengan kondisi seperti ini bahwa ada wartawan kami yang terlibat. Saya rasa kita semua harus waspada,” sambung Arya. Arya sadar jika media juga bisa rentan dengan terorisme. Meski demikian Global menyerahkan kasus itu pada kepolisian. “Karena media itu ternyata rentan terhadap terorisme. Kami sebagai pihak yang tunduk pada hukum yang berlaku, kita men-support polisi,” tutur dia.
Hingga kini, lanjut Arya, pihaknya masih terus berusaha untuk meminta gambar atau foto Imam dari kepolisian. Imam hingga kini tidak bisa ditemui langsung. Dengan adanya kejadian ini, Arya mengaku akan terus berhati-hati. Sebab dia tidak menyangka ada karyawannya yang terkait kasus terorisme.
“Dengan adanya kejadian ini kita semua harus betul-betul care dengan kasus ini. Karena kita semua tidak bisa menyangka bisa terkena kasus itu. Jadi kita semua harus berhati-hati. Sedangkan rekrutmen tidak ada yang luar biasa,” tutupnya.
Dewan Pers sudah mengetahui kabar penangkapan seorang juru kamera Global TV atas nama Imam Firdaus dalam kasus bom jalur pipa gas Serpong. Meski Imam adalah pekerja pers, Dewan Pers minta Mabes Polri tidak memberikan perlakuan berbeda dalam proses hukum.
“Bagi kita, orang yang tersangkut teroris bisa siapa saja. Kita tidak boleh menganggap ada keistimewaan karena itu wartawan. Apalagi seolah-olah wartawan tidak mungkin terlibat hal itu,” ujar Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, Sabtu (23/4).
Penangkapan IF dalam kasus dugaan terorime, berada di luar lingkup tugas jurnalistik. Maka bukan kapasitas dari Dewan Pers, termasuk manajemen Global TV, untuk ikut turun tangan dalam masalah tersebut. “Jika pasti dia ikut serta, itu di luar kerja jurnalistik, jadi di luar jangkauan Dewan Pers dan juga di luar jangkauan Global TV,” papar Bagir.
Lebih lanjut mantan Ketua MA ini menyatakan, saat ini yang bisa dilakukan Dewan Pers dan menajemen Global TV adalah menunggu hasil pemeriksaan Polri. Bila ternyata Imam terbukti bukan anggota jaringan kelompok terorisme, maka polisi harus segera membebaskan Imam.
“Kalau memang dia bagian dari gerakan itu, ya kita mau apa? Kita kan sepakat dan waspada untuk melawan terorisme,” papar Bagir. (net/bbs/jpnn)