24 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

2 Tersangka Bom Wartawan Televisi

Jejak Dalang Terendus dari Istri yang Kerja di BNN

JAKARTA-Kelompok pengebom buku dan perencana serangan ke Gereja Christ Cathedral adalah teroris amatir. Mereka juga tidak pernah terhubung secara langsung dengan jaringan komplotan senior seperti lulusan Afghanistan, Moro, atau Poso. Aksi mereka semata-mata terinspirasi oleh ceramah serta film jihad dan buku dari internet.
Otak serangan, Pepi Fernando, dia adalah sutradara sekaligus pernah menjadi reporter di tayangan gosip ‘Otista’ yang pernah tayang di salah satu stasiun televisi swasta. Alumni Univesitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah itu kaget ketika bom buku ciptaannya mampu meremukkan tangan Kasatreskrim Polresta Jakarta Timur, Kompol Dodi Rachmawan.

“Dia justru terkejut karena tidak menduga benar-benar bisa meledak,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar, kemarin (23/04).

Melihat aksinya sukses, Pepi dan teman-temannya tambah bersemangat. Mereka lalu merancang serangan untuk meledakkan gereja di Serpong Tangerang. Karena pernah bekerja di infotainment, Pepi paham benar arti publikasi. Karena itu, dia merekrut Imam Firdaus, kameramen Global TV kenalannya.

“Kelompok ini cari perhatian. Mereka berharap ditonton oleh jaringan di luar negeri seperti Al Qaidah yang dipimpin Osama,” katanya.

Namun, aksi itu gagal total. Tim pemburu gabungan Densus 88 Polda Metro Jaya dan Densus 88 Mabes Polri menangkap satu persatu kelompok ini.

Darimana penyidik mendapatkan jejak Pepi? Menurut seorang sumber Jawa Pos (grup Sumut Pos), langkah Pepi terendus justru dari istrinya sendiri Deny Karmanita (DK). Wanita yang memberinya tiga anak itu bekerja sebagai staf di Badan Narkotika Nasional (BNN).

Penyidik mendapatkan titik terang setelah melihat rekaman CCTV BNN saat proses ditemukannya paket bom untuk Kepala BNN, Komjen Gories Mere pada 14 Maret 2011 lalu. Pada rekaman seluruh kegiatan BNN hari itu , terlihat DK bertindak mencurigakan dan cemas sejak siang hari. DK juga terlihat mendekati ruangan Mere.

“Sejak itu dia masuk radar kami, “katanya. Dari hasil pengembangan informasi, diketahui DK bersuamikan Pepi yang juga punya bisnis jasa percetakan.

Tim lantas dibagi, sebagian menguntit Pepi, yang lain tetap mengembangkan informasi dari sumber-sumber lain. “Sampai H+3 peledakan, kami masih yakin kalau itu pekerjaan orang lama seperti alumni Poso. Sekarang, ternyata analisa awal keliru,” katanya.

Pepi yang dipantau terus hari per hari melakukan blunder saat pergi  ke daerah kontrakan Tanah Merah, Pondok Kopi.  “Dia membawa buku-buku tebal kesana,” katanya. Sejak saat itu, dua orang anggota subden investigasi Densus 88 Polda Metro Jaya ditugaskan sebagai pemantau.

Mereka menyamar sebagai tukang kredit. “Orang-orang yang dikoskan di Pondok Kopi ini teman Pepi dari Sukabumi,” katanya. Penyidikan berlanjut ke rekan-rekan Pepi di almamaternya.

Diketahui Pepi pernah ke Aceh. Sepulang dari sana, perilakunya berubah. Dia juga punya kelompok diskusi buku. “Dia pernah hadir dalam kajian Amman Abdurahman dan Halawi Makmun di Bekasi,” katanya. Baik Amman maupun Halawi sekarang ditahan Polri untuk kasus pelatihan ala militer di Aceh.

Polri lantas melakukan penangkapan setelah Kapolda Metro, Jaya Irjen Sutarman tak sengaja “keceplosan” pada wartawan Rabu (20/3) lalu. Saat itu, Sutarman menyebut jejak lima orang terendus. “Malam harinya langsung turun sprint (surat perintah) penangkapan,” katanya.

Saat penyidik menggerebek rumah mertua Pepi di Harapan Indah Bekasi, dari keluarganya diketahui Pepi sudah terbang ke Aceh.  “Pepi berhasil ditangkap usai salat subuh di Banda Aceh dan langsung dibawa ke Jakarta,” jelasnya.
Dari interogasi, alumni Fakultas Tarbiyah lulus tahun 2001 itu mengaku menanam paket bom di jalur pipa gas Serpong. Lokasi ini beberapa kali disurvei Pepi dan teman-temannya dengan kedok memancing di Sungai Cisadane.
Sebenarnya, ada dua rangkaian dari lima rangkaian yang siap meledak pada Jumat lalu. “Untungnya, rangkaiannya salah, jadi walau timer aktif detonator tidak terpicu,” katanya.

Dari hasil pemeriksaan, Pepi diketahui menugasi Imam Firdaus untuk melobi jaringan TV asing menyiarkan peledakan itu. “Kami masih mencari apakah ada yang menggerakkan Pepi. Sementara aktor utamanya masih dia,” kata Kombes Boy Rafli Amar.

Rektor UIN Komarudin  Hidayat mengaku sudah mendengar laporan dari stafnya soal keterlibatan alumni UIN. “Dia sudah lulus tahun 2001, sepenuhnya saya serahkan pengusutan kepada yang berwajib,” kata Komarudin saat dihubungi kemarin.

Komarudin menyebut UIN selama ini sudah berusaha melakukan pembentengan mahasiswanya dari aksi-aksi terorisme. “Tapi, kalau sudah alumni, terus terang kami susah melakukan kontrol,” katanya.

Salah seorang teman Pepi, Ace Hasan, menilai Pepi berubah setelah pulang dari Aceh. “Dulu dia gaul. Slengekan juga, bahkan cenderung urakan,” katanya saat dihubungi lewat twitter.

Menurut Ace, Pepi juga tidak punya indikasi condong ke gerakan mahasiswa tertentu selama di kampus. “Orangnya lebih cenderung ke seni,” katanya.

Di tempat terpisah, pihak Global TV yang diwakili Arya Mahendra Sinulingga mengakui Imam adalah karyawannya. “Soal perannya apa, kita masih tunggu informasi dari kepolisian,” katanya.

Arya yang menjabat sebagai Corporate Secretary itu menjelaskan perilaku Imam di studio wajar dan normal. “Aktivitas sehari-hari nya baik,” katanya.

Dihubungi terpisah, peneliti teror Noor Huda Ismail menilai kelompok-kelompok baru ala group Pepi ini lebih sukar dideteksi aparat. “Sebab, mereka tidak pernah memiliki keterkaitan langsung dengan jaringan lama yang sudah berhasil dimonitor,” katanya.

Apalagi, ide-ide besar yang memunculkan semangat kelompok-kelompok ini masih terus tumbuh di Indonesia. “Ini jauh lebih sulit dan rumit karena di era sekarang ini tidak mungkin sebuah ide diblokir,” kata alumnus St Andrew University ini. (rdl/ttg/jpnn)

Jejak Dalang Terendus dari Istri yang Kerja di BNN

JAKARTA-Kelompok pengebom buku dan perencana serangan ke Gereja Christ Cathedral adalah teroris amatir. Mereka juga tidak pernah terhubung secara langsung dengan jaringan komplotan senior seperti lulusan Afghanistan, Moro, atau Poso. Aksi mereka semata-mata terinspirasi oleh ceramah serta film jihad dan buku dari internet.
Otak serangan, Pepi Fernando, dia adalah sutradara sekaligus pernah menjadi reporter di tayangan gosip ‘Otista’ yang pernah tayang di salah satu stasiun televisi swasta. Alumni Univesitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah itu kaget ketika bom buku ciptaannya mampu meremukkan tangan Kasatreskrim Polresta Jakarta Timur, Kompol Dodi Rachmawan.

“Dia justru terkejut karena tidak menduga benar-benar bisa meledak,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar, kemarin (23/04).

Melihat aksinya sukses, Pepi dan teman-temannya tambah bersemangat. Mereka lalu merancang serangan untuk meledakkan gereja di Serpong Tangerang. Karena pernah bekerja di infotainment, Pepi paham benar arti publikasi. Karena itu, dia merekrut Imam Firdaus, kameramen Global TV kenalannya.

“Kelompok ini cari perhatian. Mereka berharap ditonton oleh jaringan di luar negeri seperti Al Qaidah yang dipimpin Osama,” katanya.

Namun, aksi itu gagal total. Tim pemburu gabungan Densus 88 Polda Metro Jaya dan Densus 88 Mabes Polri menangkap satu persatu kelompok ini.

Darimana penyidik mendapatkan jejak Pepi? Menurut seorang sumber Jawa Pos (grup Sumut Pos), langkah Pepi terendus justru dari istrinya sendiri Deny Karmanita (DK). Wanita yang memberinya tiga anak itu bekerja sebagai staf di Badan Narkotika Nasional (BNN).

Penyidik mendapatkan titik terang setelah melihat rekaman CCTV BNN saat proses ditemukannya paket bom untuk Kepala BNN, Komjen Gories Mere pada 14 Maret 2011 lalu. Pada rekaman seluruh kegiatan BNN hari itu , terlihat DK bertindak mencurigakan dan cemas sejak siang hari. DK juga terlihat mendekati ruangan Mere.

“Sejak itu dia masuk radar kami, “katanya. Dari hasil pengembangan informasi, diketahui DK bersuamikan Pepi yang juga punya bisnis jasa percetakan.

Tim lantas dibagi, sebagian menguntit Pepi, yang lain tetap mengembangkan informasi dari sumber-sumber lain. “Sampai H+3 peledakan, kami masih yakin kalau itu pekerjaan orang lama seperti alumni Poso. Sekarang, ternyata analisa awal keliru,” katanya.

Pepi yang dipantau terus hari per hari melakukan blunder saat pergi  ke daerah kontrakan Tanah Merah, Pondok Kopi.  “Dia membawa buku-buku tebal kesana,” katanya. Sejak saat itu, dua orang anggota subden investigasi Densus 88 Polda Metro Jaya ditugaskan sebagai pemantau.

Mereka menyamar sebagai tukang kredit. “Orang-orang yang dikoskan di Pondok Kopi ini teman Pepi dari Sukabumi,” katanya. Penyidikan berlanjut ke rekan-rekan Pepi di almamaternya.

Diketahui Pepi pernah ke Aceh. Sepulang dari sana, perilakunya berubah. Dia juga punya kelompok diskusi buku. “Dia pernah hadir dalam kajian Amman Abdurahman dan Halawi Makmun di Bekasi,” katanya. Baik Amman maupun Halawi sekarang ditahan Polri untuk kasus pelatihan ala militer di Aceh.

Polri lantas melakukan penangkapan setelah Kapolda Metro, Jaya Irjen Sutarman tak sengaja “keceplosan” pada wartawan Rabu (20/3) lalu. Saat itu, Sutarman menyebut jejak lima orang terendus. “Malam harinya langsung turun sprint (surat perintah) penangkapan,” katanya.

Saat penyidik menggerebek rumah mertua Pepi di Harapan Indah Bekasi, dari keluarganya diketahui Pepi sudah terbang ke Aceh.  “Pepi berhasil ditangkap usai salat subuh di Banda Aceh dan langsung dibawa ke Jakarta,” jelasnya.
Dari interogasi, alumni Fakultas Tarbiyah lulus tahun 2001 itu mengaku menanam paket bom di jalur pipa gas Serpong. Lokasi ini beberapa kali disurvei Pepi dan teman-temannya dengan kedok memancing di Sungai Cisadane.
Sebenarnya, ada dua rangkaian dari lima rangkaian yang siap meledak pada Jumat lalu. “Untungnya, rangkaiannya salah, jadi walau timer aktif detonator tidak terpicu,” katanya.

Dari hasil pemeriksaan, Pepi diketahui menugasi Imam Firdaus untuk melobi jaringan TV asing menyiarkan peledakan itu. “Kami masih mencari apakah ada yang menggerakkan Pepi. Sementara aktor utamanya masih dia,” kata Kombes Boy Rafli Amar.

Rektor UIN Komarudin  Hidayat mengaku sudah mendengar laporan dari stafnya soal keterlibatan alumni UIN. “Dia sudah lulus tahun 2001, sepenuhnya saya serahkan pengusutan kepada yang berwajib,” kata Komarudin saat dihubungi kemarin.

Komarudin menyebut UIN selama ini sudah berusaha melakukan pembentengan mahasiswanya dari aksi-aksi terorisme. “Tapi, kalau sudah alumni, terus terang kami susah melakukan kontrol,” katanya.

Salah seorang teman Pepi, Ace Hasan, menilai Pepi berubah setelah pulang dari Aceh. “Dulu dia gaul. Slengekan juga, bahkan cenderung urakan,” katanya saat dihubungi lewat twitter.

Menurut Ace, Pepi juga tidak punya indikasi condong ke gerakan mahasiswa tertentu selama di kampus. “Orangnya lebih cenderung ke seni,” katanya.

Di tempat terpisah, pihak Global TV yang diwakili Arya Mahendra Sinulingga mengakui Imam adalah karyawannya. “Soal perannya apa, kita masih tunggu informasi dari kepolisian,” katanya.

Arya yang menjabat sebagai Corporate Secretary itu menjelaskan perilaku Imam di studio wajar dan normal. “Aktivitas sehari-hari nya baik,” katanya.

Dihubungi terpisah, peneliti teror Noor Huda Ismail menilai kelompok-kelompok baru ala group Pepi ini lebih sukar dideteksi aparat. “Sebab, mereka tidak pernah memiliki keterkaitan langsung dengan jaringan lama yang sudah berhasil dimonitor,” katanya.

Apalagi, ide-ide besar yang memunculkan semangat kelompok-kelompok ini masih terus tumbuh di Indonesia. “Ini jauh lebih sulit dan rumit karena di era sekarang ini tidak mungkin sebuah ide diblokir,” kata alumnus St Andrew University ini. (rdl/ttg/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/