MEDAN-Polemik penundaan pelantikan Gatot Pujo Nugroho sebagai gubernur terus bergulir. Ujung-ujungnya jadwal baru pelantikan pun belum dibahas. Padahal, pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) masih menunggu hasil dari Badan Musyawarah Dewan Perwakilan Daerah Sumatera Utara (Bamus DPRD Sumut).
Dari Jakarta, pihak Kemendagri mengaku tak mau ikut berpolemik terkait alasan Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun mengenai penundaan pelantikan Gatot Pujo Nugroho sebagai gubernur Sumut definitif yang gagal digelar 28 Februari 2013. Mendagri Gamawan Fauzi melalui jubirnya, Reydonnyzar Moenek, hanya berpesan agar Bamus sebagai alat kelengkapan dewan yang punya kewenangan menentukan jadwal pelantikan Gatot, segera menggelar rapat lagi.
“Harus diputuskan dalam Bamus. Silakan Bamus musyawarah lagi. Kita tunggu sampai ada keputusan dari Bamus,” ujar Reydonnyzar Moenek kepada Sumut Pos di kantornya, kemarin (5/3).
Lebih lanjut, pria yang kini juga merangkap sebagai staf ahli mendagri bidang politik, hukum, dan hubungan antarlembaga itu menjelaskan, sejatinya kemendagri tidak boleh mencampuri urusan DPRD Sumut. Mendagri, lanjutnya, hanya mengacu pada surat resmi Ketua DPRD Sumut untuk melantik atau menunda pelantikan Gatot. “Apa dan bagaimana dinamika di internal mereka (DPRD Sumut, red), kita tak tahu,” ujar Donny, panggilan akrabnya.
Dimintai tanggapan atas keterangan Saleh Bangun yang mengaku mengeluarkan surat permintaan penundaan pelantikan Gatot antara lain karena adanya SMS (short message service), telepon, dan juga secara lisan dari sejumlah kalangan yang minta penundaan pelantikan, Donny enggan berkomentar.
Namun, dia tegaskan bahwa permintaan pelantikan atau pun penundaan, harus merupakan keputusan resmi berdasarkan rapat Bamus. “Karena yang punya kewenangan adalah Bamus, maka harus diputuskan oleh Bamus (bukan keputusan personal ketua DPRD yang juga sekaligus ketua Bamus, Saleh Bangun, Red),” ujar Donny.
Terlebih, lanjutnya, ketentuan di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2010, disebutkan bahwa Badan Musyawarah (Bamus) merupakan salah satu alat kelengkapan DPRD. Kewenangan Bamus untuk menetapkan jadwal sidang paripurna istimewa pelantikan, berdasar pasal 47 ayat (1) huruf (d), bahwa Bamus punya tugas antara lain, “menetapkan jadwal acara rapat DPRD”.
Pasal 46 ayat (4) berbunyi: Ketua dan wakil ketua DPRD karena jabatannya adalah pimpinan Badan Musyawarah merangkap anggota. Sementara di pasal 36 ayat (2) dinyatakan: Kepemimpinan alat kelengkapan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat kolektif dan kolegial.
Donny menjelaskan, dalam persoalan penentuan jadwal pelantikan Gatot, kemendagri bersifat pasif. “Kalau nanti ada permintaan pelantikan di Medan, ya kita harus ke Medan. Kalau minta dilantik di Jakarta, ya dilantik di Jakarta,” ujar Donny.
Pertemuan Dijadwal 8 Maret
Sementara itu, Chaidir Ritonga yang dihubungi wartawan koran ini tadi malam mengungkapkan, hingga kini DPRD Sumut belum ada merencanakan kapan dilaksanakan rapat Banmus. Pasalnya, semua pimpinan dan anggota DPRD Sumut masih melakukan tugas-tugas pemantauan serta pengawasan Pilgubsu di daerah pemilihan masing-masing.
Bahkan, dia mengaku hingga kini sama sekali belum pernah bertemu pimpinan DPRD Sumut. Namun, dia yakin DPRD Sumut akan segera menjadwalkan rapat Banmus untuk menjadwal ulang pelantikan Gatot Pujo Nugroho sebagai Gubernur Sumatera definitif. “Kemendagri melalui Dirjen Otda tetap konsisten meminta dan berharap agar DPRD Sumut segera menjadwalkan rapat Banmus dan menjadwalkan ulang pelantikan Gatot. Harapan itu akan kami koordinasikan segera,” tegas Chaidir.
Sedangkan Sekretaris Dewan (Sekwan) Randiman Tarigan mengaku sudah menjadwalkan rapat pimpinan guna membahas kapan dijadwalkan rapat Banmus. “Paling tidak kita telah menjadwalkan tanggal 8 Maret 2013 untuk pertemuan pimpinan dewan. Setelah itu baru diagendakan rapat Bamus,” ujar Randiman.
Namun sebelum itu, kata Randiman, ia akan berkoordinasi terlebih dahulu kepada Mendagri untuk meminta jadwal Mendagri yang tepat. Hal tersebut memang perlu pendapat Mendagri untuk jadwalnya.
Disinyalir Ada Peran DPP Demokrat
Pernyataan menarik dimunculkan Wakil Ketua DPRD Sumut Kamaluddin Harahap. Dia mensinyalir petinggi Partai Demokrat di tingkat pusat berperan dalam melakukan intervensi terhadap Saleh Bangun. “Sepertinya ada indikasi ketakutan, kalau Gatot bakal menang pada Pilgubsu jika pelantikan itu terlaksana,” kata Kamaluddin.
Politisi PAN ini menduga, jika status Gatot berubah menjadi Gubernur Sumut defenitif, dikhawatirkan menjadi ‘batu sandungan’ bagi Cagub Sumut lainnya. “Jadi saya menduga, persoalan ini tidak lagi ada di tingkat Sumut, namun sudah ada intervensi pusat yang mendesak Saleh Bangun membatalkan pelantikan Gatot jadi gubernur defenitif. Intinya ini memang permainan,” ungkap Kamaluddin.
Lebih jauh Kamaluddin mengungkapkan, dalam menetapkan jadwal pelantikan, mereka para pimpinan DPRD Sumut juga telah melakukan koordinasi dengan Saleh Bangun. Jadwal pelantikan Gatot akhirnya diputuskan lewat Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Sumut yang digelar 26 Februari 2013 di DPRD Sumut.
Sehari sebelum pelantikan, tepatnya 27 Pebruari, Saleh Bangun menandatangani surat undangan pelantikan, hingga akhirnya semua pihak yang diundang berangkat ke Jakarta.
Namun tanpa sepengetahuan para pimpinan dewan, ternyata sore harinya Saleh Bangun kembali membuat surat pembatalan pelantikan tanpa alasan yang jelas.
“Kan tidak logika itu, dalam satu hari dibuat surat yang bertolak belakang, dibilang pula sudah melakukan koordinasi dengan kami. Kalau memang sudah koordinasi ngapain pula berangkat ke Jakarta,” kata Kamaluddin.
Pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Ahmad Taufan Damanik pun menilai tidak masuk akal seorang Ketua DPRD Sumut bisa menganulir keputusan lembaga yang dipimpinnya hanya berdasarkan SMS dan telepon yang masuk ke ponselnya. Apalagi tidak dijelaskan secara detail ada berapa SMS dan telpon yang menginginkan hal tersebut dan siapa saja yang memintanya.
“Dari mana jalannya SMS dapat dijadikan pegangan bagi seorang Ketua DPRD untuk menganulir jadwal pelantikan yang sudah ditetapkan melalui mekanisme dewan yaitu Banmus,” kata Taufan kepada wartawan di Medan, Senin (4/3).
Ini menurutnya semakin menegaskan bahwa SMS atau masukan yang sampai ke Saleh Bangun bukan berasal dari masyarakat biasa. Tapi ada pihak kepentingan lain yang dianggap lebih memiliki pengaruh luar biasa sehingga seorang Ketua DPRD berani mengubah keputusan lembaga yang dipimpinnya dan menganulir surat undangan yang sudah ditandatanganinya sendiri.
“Ini namanya sudah pelanggaran berat karena keputusan Banmus yang resmi dan formal tanpa mekanisme yang formal pula,” sebut Dosen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) USU itu.
Taufan juga merasa ada yang aneh jika dikesankan bahwa keinginan untuk dilantik pada masa kampanye dan dilakukan di Jakarta adalah keinginan dari Pemprov Sumut. Pernyataan seperti itu menurutnya jurus tinju mabuk kedua yang tidak jelas juntrungannya. Sebab semua pihak mengetahui keinginan untuk mempercepat pelantikan terutama saat masa kampanye berasal dari Kemendagri. Hal itu yang kemudian diakomodasi oleh DPRD dengan menetapkan tanggal saat masa kampanye. Begitu juga persoalan tempat yang kemudian diminta oleh Mendagri dilakukan di Jakarta dan akhirnya disetujui oleh DPRD.
Ketua Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) Sumut Harun Nuh menilai alasan Saleh Bangun mengatasnamakan desakan dari masyarakat sangat mengada-ada. Menurut tokoh adat Melayu ini, substansi persoalan sesungguhnya ada di DPRD Sumut yang kembali mempertontonkan ketidakkonsistenan dalam membuat keputusan. Tidak ada urusannya pelantikan dipercepat dan kemudian dibatalkan dengan kepentingan eksekutif atau pribadi Gatot. Sebab semua prosesnya ada diinternal DPRD Sumut dan Kemendagri.
“Tidak dilantik cepat-cepat pun Gatot dari dulu memang sudah Gubernur Sumut. Jadi apa pula urusannya dewan ingin cepat lalu dibatalkan pula sama ketuanya sendiri. Seperti memukul air di dulang terpercik muka sendiri,” katanya.
Hal yang sama juga dikatakan Sekjen Aliansi Kedaualatan Rakyat (Akar) Afrizal Kurniawan yang mengaku risih dengan drama yang dimainkan Ketua DPRD Sumut. Sebab baginya Gatot dilantik atau tidak dilantik sesungguhnya sudah menjadi Gubernur di Sumut. Hanya istilahnya saja yang pelaksana tugas.
“Kalau tidak dilantik pun kenapa rupanya? Kan tetap dia gubernurnya di Sumut ini. Jadi siapa sebenarnya yang mau cepat-cepat pelantikan dan siapa pula yang menggagalkannya?” kata Wawan-sapaan akrab Afrizal Kurniawan-itu.
Di tempat terpisah, Ketua Badan Kehormatan DPRD Sumut Marahalim Harahap siap untuk menindaklanjuti masalah jika ada pengaduan dari masyarakat maupun internal DPRD Sumut.
“Sampai saat ini kami belum bisa menindaklanjuti kebijakan Pak Saleh Bangun itu, sebab kita bertindak kolektif, bukan perorangan,” ujar Marahalim.
Ia juga menyampaikan, sebelum rapat BKD maka ia belum bisa memutuskan apakah tindakan tersebut salah atau tidak. Anggota yang berisikan tujuh orang yakni Arlene Manurung, Amsal Nasution dan lain-lainnya. Jadi sampai saat ini belum ada keputusan terkait hal tersebut.(sam/mag-5/adz/ril)