MEDAN – Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan seksual di Indonesia terus meningkat. Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh Wakil Kepala Sekolah SMA Negeri 22 Jakarta terhadap murid perempuannya, serta kasus kekerasan oleh oknum kepala desa dan preman terhadap wartawan perempuan dari Paser TV, Normila Sariwahyuni yang mengakibatkan keguguran di Kalimantan Timur, semakin menambah jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.
Namun, peningkatan jumlah ini tidak dibarengi dengan peningkatan kecepatan penanganan kasus oleh pihak berwajib. Kasus demi kasus ini terus terjadi di tengah akan berlangsungnya peringatan Hari Perempuan Internasional, pada 8 Maret 2013.
Peristiwa ini semakin mengiris hati sederetan perempuan korban kekerasan dan korban kekerasan seksual yang selama ini kurang mendapatkan haknya sebagai manusia.
Di Sumatera Utara, dari data Divisi Penanganan Kasus Perempuan Korban Kekerasan Berbasis Gender Pesada, tahun 2012 terdapat 139 kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani di Sumatera Utara. Korban kekerasan paling banyak adalah perempuan dewasa (87 persen) sementara sisanya, sekitar 17 orang atau 12 persen adalah anak perempuan.
Menyikapi permasalahan ini, maka tepat pada Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2013, di Lapangan Merdeka Medan, kelompok aktivis perempuan Sumatera Utara, diantaranya, Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI), PAKKAR, GEMMA, Feminist Muda, HAPSARI, YAPIDI, akan mengadakan aksi yang bertemakan Hukum Mati Pelaku Kekerasan Seksual.
Hal ini disampaikan langsung oleh aktivis Perempuan, Pesada, Dina Lumbantobing, Rabu (6/3). Dikatakannya, kelompok perempuan harus bersatu untuk menyerukan permasalahan kekerasan seksual yang sudah sangat mengkhawatirkan ini.
“Selama ini, hukuman-hukuman yang diputuskan tidak juga membuat jera para pelaku kekerasan seksual. Faktanya, kasus serupa terus menimpa perempuan. Tidak hanya yang dewasa, anak-anak perempuan kita sering menjadi korban kekerasan seksual,” katanya.
Pada kasus anak, lanjut Dina, semua manusia mengerti bahwa anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan untuk dijaga dan dirawat. “Namun, tetap saja banyak oknum justru memanfaatkan anak-anak, khususnya anak perempuan, menjadi alat pemuas saja.
Sayangnya, itu justru sering dilakukan oleh orang-orang dewasa di sekitarnya, tidak terkecuali orang tuanya, tetangga, bahkan wakil kepala sekolah atau guru yang mestinya melindunginya,” ungkapnya.
Secara tidak langsung, efek hukuman yang selama ini diberikan kepada tersangka tidak membuat jera. “Merenggut hak anak saja sudah mematikan masa depannya, maka tidak ada hukuman yang pantas bagi pelaku kekerasan seksual kecuali vonis mati. Bukan tidak sedikit kasus pemerkosaan yang berujung pembunuhan, sudah mati secara mental, korban di’matikan’ kedua kalinya secara fisik,” ujarnya.
Dalam aksi bersama para aktivis perempuan nanti, Dina berharap, banyak masyarakat yang akan memahami dan berpartisipasi, untuk melakukan penyadaran publik tentang banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, yang kerap menyudutkan perempuan sebagai pihak yang penyebab hal tersebut timbul.
Sementara itu Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Khairiah Lubis mengutuk keras pelaku kekerasan terhadap wartawan perempuan dari Paser TV, Normila Sariwahyuni di Desa Rantau Panjang, Kecamatan Tanah Grogot, Kalimantan Timur yang mengakibatkan korban mengalami keguguran. (mag-13)