Mulai mengenal kamera dan pembuatan film saat masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Perkenalannya dengan kamera pun tanpa ketersengajaan, hanya karena iseng ingin merekam semua kegiatannya bersama teman-temannya. Keisengan ini merubah jalan hidupnya, menjadi salah satu sosok penting dalam dunia pertelevisian di Amerika Serikat tepatnya di Los Angeles.
Ketekunannya mempelajari dunia digital dan perfilman, membuatnya memperoleh berbagai beasiswa dibidang satu ini. Setelah melepas seragam abu-abunya, dia pun berangkat ke Belanda untuk belajar project management. Kemudian, pada 2009 lalu, dirinya berangkat ke Singapura mengambil Managemen Studies serta Manajemen Bisnis dan Media. Karena merasa kurang puas, dirinya kembali melanjutkan studi ke Amerika Serikat.
Seperti sineas muda lainnya, impian pemuda kelahiran 30 Juni 1990 inipun sama. Ingin berkarya di Hollywood sebagai salah satu kasta tertinggi perfilman di dunia. Karena itu, saat disuruh memilih melanjutkan studinya, dengan tegas pria berperawakan kecil ini mengatakan Amerika.
Tepatnya di Los Angeles, dirinya mulai mengembangkan karier di sana. Mulai dari membantu pembuatan acara tv lokal di LA, juga sebagai pemberi kursus dan lainnya. Nasib baik pun berpihak padanya, dia mengontak temannya yang sudah terlebih dahulu menggeluti dunia perfilman, Tania Gunadi. Teman yang pernah ditemuinya saat masih kuliah di Singapura.
Dari Tania, dirinya mendapatkan kesempatan menjadi produser film. Tanpa pikir panjang, dia pun langsung menerima tawaran tersebut. Padahal, ini adalah langkah awal dirinya dalam layar lebar. Karena itu, dia mengaku, ada kekhawatiran dan luapan kegembiraan yang saat itu sedang berkecamuk di hatinya.
Ya, dialah Gunawan, putra sulung dari 3 bersaudara yang secara mengejutkan mendapatkan kesempatan untuk berkarier di dunia entertaiment di Negeri Paman Sam. Baginya, ini bagai mimpi yang sulit diterima. Karena disadarinya, dia masih muda dan sangat awam dalam dunia perfilman. Apalagi, nantinya dirinya akan memproduseri film dengan kelas Hollywood.
“Tapi, kalau saya sempat menolak, ya tentu saya sangat menyesal. Karena ini sebuah tawaran yang akan membuat saya belajar, dan mengerti tentang dunia yang ingin saya geluti,” ujar Gunawan.
Cita-cita pria murah senyum ini sebenarnya sangat simpel, ingin menciptakan dunia perfilman di Indonesia lebih berkualitas. Bukan hanya sebuah tontonan yang nantinya mudah dilupakan.
Bagaimana perjalanan Gunawan hingga berhasil menjadi produser film, dan cerita apa yang nantinya akan disuguhkan dalam film tersebut?. Berikut hasil wawancara wartawan Sumut Pos, Juli Ramadhani Rambe dengan Gunawan saat pulang kampung ke Medan merayakan Imlek dan Cheng Beng.
Ini merupakan film Hollywood pertama Anda. Nantinya, film ini akan mengisahkan tentang apa?
Film ini bergenre drama. Kisah tentang seorang wanita yang mengejar cita-citanya. Bagaimana dia harus banting tulang, menangis, dan pergi meninggalkan kampung halamannya demi sebuah cita-cita. Penuturan kata dalam film ini juga bisa dikatakan sederhana. Sehingga akan langsung masuk ke hati, dan mudah dipahami. Saat ini, film ini sudah masuk bageting. Kita tinggal menunggu Production House yang ada di Indonesia untuk turut kerjasama dalam film ini.
Berarti film ini nantinya syuting di dua lokasi?
Iya, Indonesia dan Amerika. Kita tetap pilih Indonesia karena dua alasan. Pertama, kita asal Indonesia. Kedua, kita juga masih cari pasar masyarakat Indonesia. Selain itu, nanti juga banyak bintang-bintang Indonesia yang akan terlibat dalam film ini. Salah satunya, Tania. Kita sangat yakin film ini akan sukes, karena drama dan sosial masih sangat diminati oleh penikmat film di Indonesia.
Apa judul film yang akan Anda garap?
Saya minta maaf belum bisa buka ke publik. Tapi saya jamin film ini mampu menyedot perhatian masyarakat Indonesia dan dunia, kita tunggu saja.
Apakah ini pengalaman pertama Anda sebagai produser?
Tidak, tapi kalau untuk layar lebar, Iya. Sebelumnya, saya sering jadi produser untuk film pendek. Film pendek pertama saya judulnya “The Necklace of Friendship”. Yang saya buat saat masih sekolah di SMA Hang Kesturi. Saat itu, hanya 1 handycam sederhana yang saya gunakan. Kemudian, pada 2010, saya membantu seorang teman untuk memproduksi film pendek ‘The Apprentice Celebrity’ yang diadaptasi dari reality show terkenal Donald Trump dengan judul yang sama. Dua tahun kemudian, saya memproduksi film pendek lain di Amerika berjudul ‘Will You Be Mine’.
Bagaimana perkenalan Anda dengan Tania?
Saat saya masih di Singapura. Saya diberikan kesempatan sebagai pemateri. Saya undang Tania, sebagai tamu spesial. Awalnya saya kira dia akan menolak, ternyata dia terima, padahal, waktu dia bisa dikatakan sangat padat. Kerjasama kami berlanjut di Singapura, saat saya menjadi DOP untuk drama musikal di Singapura yang berjudul “Pahlawan The Musical” yang diadakan oleh organisasi PINTU (Pelajar Indonesia – NTU).
Kok Anda bisa menjadi produsernya?
Film inikan digarap oleh Leading Edge Entertainment milik Tania. Setelah saya beberapa bulan tinggal di Amerika, saya mencoba menghubungi Tania. Saat itu, dia berdomisili di LA (Los Angeles). Ya sudah, saya terbang untuk bertemu dengannya. Setelah beberapa kali pertemuan, Tania mengajak saya bekerja sama untuk proyek film ini. Saya diajak sebagai produser. Saya terima, kejadiannya November 2012 lalu. Saat ini, filmnya sudah masuk tahap budgeting. Dan sutradara serta pemain sudah ditentukan. Hanya tinggal pemilihan di Indonesia saja.
Biaya hidup di Amerika termasuk mahal. Bagaimana Anda mengantisipasinya?
Minimal setiap bulannya saya habiskan hingga Rp10 juta. Dan itu sudah termasuk sangat hemat. Karena pilihan kuliah saya di sini, saya harus tanggung jawab dengan pilihan saya. Orangtua masih mengirim, tetapi tidak sepenuhnya. Untuk biaya hidup, saya masih membuka konsultasi tentang film pendek. Tapi via email atau chating. Bayarannya perjam. Jadi, kadang dari konsultasi ini, saya bisa menghidupi diri sendiri, walau terbatas.
Biasanya, siapa saja yang menjadi pelanggan Anda?
Pada umumnya masih warga Medan. Ada juga teman di Batam dan Singapura. Mereka masih sangat muda dalam perfilman. Tapi, semangatnya sangat kuat. Biasanya, saya kasih masukan tentang pencahayaan, angle pengambilan, dan lainnya.
Menurut Anda, bagaimana kondisi perfilman di Indonesia?
Bagus, malah terus meningkat. Lihat saja saat ini, makin banyak proyek film kita yang bekerja sama dengan pihak luar negeri. Itu menandakan bahwa kita dikenal. Dan itu bagus. dengan kata lain, dengan meningkatkan mutu film kita, maka akan meningkatkan juga perekonomian orang-orang yang bekerja di perfilman. Karena sampai saat ini, saya tidak terima bila orang mengatakan, kerja di film tidak akan kaya, atau sulit membuat sebuah film. Semua bisa, asal kita tahu caranya. (*)