25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Akibat Operasi Kapal Pukat Tarik Dua Tangkapan Nelayan Terus Menurun

TOLAK : Nelayan tradisional di Belawan saat memblokir alur Sungai Deli menuntut dan menolak beroperasinya alat tangkap pukat ditarik dua kapal di perairan pantai timur Sumatera Utara beberapa waktu lalu.
TOLAK : Nelayan tradisional di Belawan saat memblokir alur Sungai Deli menuntut dan menolak beroperasinya alat tangkap pukat ditarik dua kapal di perairan pantai timur Sumatera Utara beberapa waktu lalu.

BELAWAN-Ratusan nelayan tradisional tergabung dalam Forum Solidaritas Masyarakat Nelayan Tradisional (FSMNT) Medan, meminta aparat keamanan laut menangkap pengusaha pemilik kapal ikan pukat tarik (gandeng) dua yang hingga kini masih mengoperasikan kapalnya. Mereka menilai aparat lemah, karena hanya menghukum nakhoda kapalnya saja, namun pemilik kapal pukat tarik dua tidak diproses hukum.

“Kami minta aparat penegak hukum dapat berlaku tegas, bukan cuma nelayan (nakhoda) saja yang ditangkap. Tapi pengusaha pemilik kapal juga harus diproses hukum. Sesuai Permen Kelautan Perikanan RI nomor 02 Tahun 2011 jelas penggunaan alat tangkap pukat tarik dua dilarang, tapi nyatanya hingga saat ini masih banyak kapal-kapal tersebut beroperasi,” ungkap, Ketua FSMNT Medan, Ahmad Jafar, di Belawan, Minggu (26/5) kemarin.

Sebelumnya, dalam aksi penolakan operasional kapal ikan dengan alat tangkap tarik dua ratusan nelayan tradisional ini sempat memblokir alur Sungai Deli di Belawan. Nelayan mengeluhkan rusaknya ekosistem laut, akibat penggunaan alat tangkap dimaksud. Parahnya, pengusaha juga mengoperasikan kapal pukat tarik dua ini di kawasan zona tangkap nelayan tradisional.
“Apapun alasannya, kami minta alat tangkap pukat tarik dua ini Ditertibkan Apa yang didapat lagi oleh anak cucu kami, kalau sumber daya yang ada di laut terus dikeruk dengan cara-cara seperti itu,” katanya.

Ahmad Jafar menambahka,berbagai peraturan sudah dibuat di tingkat nasional untuk membatasi operasional jaring pukat yang ditarik dengan dua kapal di wilayah perairan pantai timur Sumatera Utara. Tetapi faktanya di lapangan masih terus terjadi. Mereka menduga ada persekongkolan jahat antara pengusaha pemilik kapal pukat tarik dua dengan aparat keamanan.

Keberadaan puluhan unit alat tangkap pukat tarik dua milik pengusaha di Pelabuhan Perikanan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) dan di tangkahan kapal ikan Kampung Kurnia, Belawan  memang sangat dirasakan nelayan tradisional. Bahkan para nelayan hanya mendapatkan 10 hingga 20 kg hasil tangkapan selama melaut. Pengakuan itu seperti diutarakan, Amsar (47) salah seorang nelayan tradisional di Belawan.
“Sebelumnya hasil tangkapan selama melaut bisa mencapai lebih dari 50 kg, tapi sekarang makin berkurang, bahkan terkadang kalau berangkat melaut cuma dapat 10 kilogram ikan,” keluhnya. (rul)

TOLAK : Nelayan tradisional di Belawan saat memblokir alur Sungai Deli menuntut dan menolak beroperasinya alat tangkap pukat ditarik dua kapal di perairan pantai timur Sumatera Utara beberapa waktu lalu.
TOLAK : Nelayan tradisional di Belawan saat memblokir alur Sungai Deli menuntut dan menolak beroperasinya alat tangkap pukat ditarik dua kapal di perairan pantai timur Sumatera Utara beberapa waktu lalu.

BELAWAN-Ratusan nelayan tradisional tergabung dalam Forum Solidaritas Masyarakat Nelayan Tradisional (FSMNT) Medan, meminta aparat keamanan laut menangkap pengusaha pemilik kapal ikan pukat tarik (gandeng) dua yang hingga kini masih mengoperasikan kapalnya. Mereka menilai aparat lemah, karena hanya menghukum nakhoda kapalnya saja, namun pemilik kapal pukat tarik dua tidak diproses hukum.

“Kami minta aparat penegak hukum dapat berlaku tegas, bukan cuma nelayan (nakhoda) saja yang ditangkap. Tapi pengusaha pemilik kapal juga harus diproses hukum. Sesuai Permen Kelautan Perikanan RI nomor 02 Tahun 2011 jelas penggunaan alat tangkap pukat tarik dua dilarang, tapi nyatanya hingga saat ini masih banyak kapal-kapal tersebut beroperasi,” ungkap, Ketua FSMNT Medan, Ahmad Jafar, di Belawan, Minggu (26/5) kemarin.

Sebelumnya, dalam aksi penolakan operasional kapal ikan dengan alat tangkap tarik dua ratusan nelayan tradisional ini sempat memblokir alur Sungai Deli di Belawan. Nelayan mengeluhkan rusaknya ekosistem laut, akibat penggunaan alat tangkap dimaksud. Parahnya, pengusaha juga mengoperasikan kapal pukat tarik dua ini di kawasan zona tangkap nelayan tradisional.
“Apapun alasannya, kami minta alat tangkap pukat tarik dua ini Ditertibkan Apa yang didapat lagi oleh anak cucu kami, kalau sumber daya yang ada di laut terus dikeruk dengan cara-cara seperti itu,” katanya.

Ahmad Jafar menambahka,berbagai peraturan sudah dibuat di tingkat nasional untuk membatasi operasional jaring pukat yang ditarik dengan dua kapal di wilayah perairan pantai timur Sumatera Utara. Tetapi faktanya di lapangan masih terus terjadi. Mereka menduga ada persekongkolan jahat antara pengusaha pemilik kapal pukat tarik dua dengan aparat keamanan.

Keberadaan puluhan unit alat tangkap pukat tarik dua milik pengusaha di Pelabuhan Perikanan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) dan di tangkahan kapal ikan Kampung Kurnia, Belawan  memang sangat dirasakan nelayan tradisional. Bahkan para nelayan hanya mendapatkan 10 hingga 20 kg hasil tangkapan selama melaut. Pengakuan itu seperti diutarakan, Amsar (47) salah seorang nelayan tradisional di Belawan.
“Sebelumnya hasil tangkapan selama melaut bisa mencapai lebih dari 50 kg, tapi sekarang makin berkurang, bahkan terkadang kalau berangkat melaut cuma dapat 10 kilogram ikan,” keluhnya. (rul)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/