JAKARTA-Kuasa hukum terdakwa suap kuota impor daging sapi Arya Abdi Effendi dan Juard Effendi menyayangkan vonis hukuman penjara dan denda yang dijatuhkan kepada kliennya. Mereka berharap kliennya itu bebas.
Menurut Deny Kailimangdia, dua kliennya itu semestinya tidak terbukti melakukan suap terhadap penyelenggara negara. Dalam hal ini Luthfi Hasan Ishaaq yang ketika itu menjadi anggota DPR dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera.
“Tadinya saya berharap vonis bebas karena klien kami memberikan uang untuk pihak swasta Ahmad Fathanah, bukan kepada penyelenggara negara Luthfi Hasan Ishaaq,” kata Deni di Pengadilan Tipikor, Jalan Rasuna Said Jakarta, Senin (1/7) malam.
Atas putusan itu, terdakwa dan kuasa hukum masih akan pikir-pikir untuk menerimanya. Diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai Purwono Edi Santosa menjatuhkan hukuman dua tahun tiga bulan penjara, serta denda Rp150 juta subsider tiga bulan kepada Arya Abdi Effendi dan Juard Effendi.
Keduanya dinilai bersalah melakukan suap untuk Lutfhi Hasan Ishaaq melalui calo PKS Ahmad Fathanah. Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah tudingan melakukan politisasi kasus dugaan suap pengurusan kuota impor sapi dan pencucian uang,Luthfi. Juru Bicara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo, mempertanyakan apa dasarnya menuduh KPK melakukan politisasi dalam pemberantasan korupsi.
“Dasarnya apa menuduh KPK politisasi kasus LHI? Tidak ada politisasi kasus,” tegas Johan, Selasa (2/7), dihubungi wartawan. “KPK menegakkan hukum memberantas korupsi, tidak ada itu politisasi,” tambahnya.
Johan juga menepis tudingan KPK menggunakan media untuk memolitisasi kasus. Dia menegaskan, tudingan itu sangat tidak beralasan dan mengesankan seolah-olah media itu dapat diatur. “KPK tidak punya kewenangan dan kemampuan mengatur media,” katanya.
Sebelumnya, Mohamad Assegaf, kuasa hukum terdakwa kasus suap kuota impor daging Luthfi Hasan Ishaaq, mengatakan pemberitaan di media mengenai kasus yang menimpa kliennya bertujuan untuk menghancurkan citra PKS sebagai partai Islam.
Buktinya, kata Assegaf, hasil pencarian semua berita di Internet dengan kata kunci ‘PKS’ menghasilkan berbagai informasi yang menyudutkan partai itu. Mesin pencari paling populer di Indonesia adalah Google. “Jadi PKS dijadikan sebagai predikat,” kata Assegaf saat pembacaan eksepsi Luthfi Hasan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (1/7).
Dalam eksepsi berjudul ‘Bersalah Sebelum Vonis: Menghukum dengan Peradilan Opini’, Assegaf menjelaskan, pencarian yang dilakukan di mesin pencari Google dengan kata kunci ‘Presiden PKS Tersangka’ menghasilkan 1,1 juta artikel. Ia mengklaim hasil ini jauh lebih banyak dibandingkan pencarian tanpa menggunakan kata ‘PKS’.
Adapun pencarian di Google dengan kata kunci ‘Luthfi Hasan Ishaaq tersangka’ hanya menghasilkan 169 ribu artikel. “Jadi ini upaya sistematis untuk menghancurkan PKS,” kata dia. (dem/ysa/rm/boy/jpnn)